RESUME
PENGANTAR MANAJEMEN

OLEH
NOVITA
PURNAMA SARI. Z
NIM
1416132098
DOSEN
PEMBIMBING : H. John Hendri, S. Kom., MM.
PRODI
EKONOMI SYARIAH
JURUSAN
EKONOMI ISLAM
FAKULTAS
SYARIAH DAN EKONOMI ISLAM
INSTITUT
AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) BENGKULU
TAHUN
2015
KATA
PENGANTAR
Bissmillahirahmanirahim
Assalamu alaikum warahmatullahi wabarakatu
Rasa syukur kami panjatkan kehadirat
ALLAH S.W.T yang telah mengizinkan dan memberi nikmat kemudahan kepada kami
dalam menyusun dan menulis makalah Pengantar Manajemen yang berjudul Konsep
Dasar Manajemen Dan Perkembangan Ilmu Manajemen.Hal yang paling mendasar yang
mendorong kami menyusun makalah ini adalah tugas dari mata kuliah Pengantar
Manajemen, untuk mencapai nilai yang memenuhi syarat perkuliahan.
Pada kesempatan ini kami mengucapkan
banyak terimakasih yang tak terhingga atas bimbingan dosen dan semua pihak
sehingga makalah ini dapat kami selesaikan dengan baik Jika ada kekurangan
dalam makalah ini kami mohon kritik beserta saran dari pembaca.
Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakaatuh
Bengkulu, 30 Maret 2015
Penulis
Novita
Purnama Sari. Z
BAB
I
KONSEP
DASAR MANAJEMEN
A.
Organisasi dan Manajemen
Kata
manajemen tampaknya sudah sering kita dengar. Manajemen erat kaitannya dengan
konsep organisasi. Sehubungan dengan hal tersebut, maka ada baiknya kita
memahami dulu pengertian dari organisasi. Menurut Griffin (2002),
organisasi adalah “a group of people working together in a structured and
coordinated fashion to archive a set of goals”. Organisasi adalah
sekelompok orang yang bekerja sama dalam struktur dan koordinasi tertentu dalam
mencapai serangkaian tujuan tertentu.
Berbagai
organisasi memiliki tujuan yang berbeda-beda tergantung pada jenis
organisasinya. Organisasi sosial, politik, bisnis, dll. Organisasi bisnis
bertujuan untuk memperoleh profit. Maka organisasi bisnis adalah sekumpulan
orang atau kelompok yang memiliki tujuan untuk meraih profit dalam kegiatan
bisnisnya.
Griffin mengemukakan
bahwa paling tidak organisasi organisasi memiliki berbagai sumber daya. Seperti
SDM, SDA, sumber daya dana, serta sumber daya informasi. Manajemen diperlukan
ketika terdapat sekumpulan orang-orang (yang pada umumnya memiliki
karakteristik perbedaaan) dan sejumlah sumber daya yang harus dikelola agar
tujuan sebuah organisasi dapat tercapai.
B.
Pentingnya Manajemen
Ada
tiga alasan utama diperlukannya manajemen:
1.
Untuk
mencapai tujuan
2.
Untuk
menjaga keseimbanag diantara tujuan-tujuan yang saling bertentangana
3.
Untuk
mencapai efisisensi dan afektivitas.
C.
Definisi Manajemen
Mary Parker Follet
mendefinisikan manajemen sebagai seni dalam menyelesaikan pekerjaan melalui
orang lain. pengertian manajemen begitu luas sehingga dalam kenyataannya tidak
ada definisi yang digunakan secara konsisten oleh semua orang. Stoner
mengemukakan manajemen adalah proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan
dan pengawasan usaha-usaha para anggota organisasi dan penggunaan sumber
daya-sumber daya organisasi lainnya agar mencapai tujuan organisasi yang telah
ditetapkan. Manajemen didefinisikan sebagai proses karena semua manajer, tanpa
memperdulikan kecakapan atau keterampilan khusus mereka, harus melaksanakan
kegiatan-kegiatan tertentu yang saling berkaitan untuk mencapai tujuan-tujuan
yang mereka inginkan.
D.
Fungsi-fungsi Manajemen
Fungsi-fungsi
manajemen menurut Nickels, McHugh and McHugh (1997) terdiri atas 4
fungsi:
1.
Perencanaan
atau planning, yaitu proses yang menyangkut upaya yang dilakukan untuk
mengantisipasi kecendrungan dimasa yang akan datang dan penentuan strategi dan
taktik yang tepat untuk mewujudkan target dan tujuan organisasi.
2.
Pengorganisasian
atau organizing, yaitu proses yang menyangkut bagaimana strategi dan
taktik yang telah dirumuskan dalam perencanaan didesain dalam sebuah struktur
organisasi yang tepat dan tangguh, sistem dan lingkunag yang kondusif dan bisa
memastikan bahwa semua pihak dalam organisasi bisa bekerja secara efektif dan
efisisen guna untuk pencapaian tujuan organisasi.
3.
Pengimplementasian
atau directing, yaitu proses implementasi program agar bisa dijalankan
oleh seluruh pihak dalam organisasi serta proses memotivasi agar semua pihak
tersebut dapat menjalankan tanggung jawabnya dengan penuh kesadaran dan
produktivitas yang tinggi.
4.
Pengendalian
dan pengawasan atau controlling, yaitu proses yang dilakukan untuk
memastikan seluruh rangkaian kegiatan yang telah direncanakan, diorganisasikan
dan diimplementasikan bisa berjalan sesuai dengan target yang diharapkan
sekalipun berbagai perubahan terjadi dalam lingkungan dunia bisnis yang
dihadapi.
BAB II
PERKEMBANGAN ILMU MANAJEMEN
A.
Perkembangan Teori Ilmu Manajemen
Terdapat
tiga aliran pemikiran manajemen yang ada : aliran klasik (manajemen ilmiah dan
teori organisasi klasik), aliran hubungan manusiawi (aliran neoklasik) dan
aliran manajemen modern.
1.
Kelompok pertama: Manajemen Klasik
a.
Perkembangan
Awal Teori Manajemen
Ada
dua tokoh manjemen, yang mengawali munculnya manajemen ilmiah, Robert Owen
(1771-1858). Pada permulaan tahun 1800-an Robert Owen, seorang manajer beberapa
pabrik pemintalan kapas di New Lanark Scotlandia, menekankan pentingnya unsur
manusia dalam produksi. dia membuat perbaikan-perbaikan dalam kondisi kerja,
seperti pengurangan hari kerja standar, pembatasan anak-anak dibawah umur yang
bekerja, membangun perumahan yang lebih baik bagi karyawan dan mengoperasikan
toko perusahaan yang menjual barang-barang dengan murah. disamping itu Owen
mengembangkan sejumlah prosedur kerja yang juga memungkinkan penigkatan
produktivitas. Charles Babbage (1792-18710, seorang professor matematika
dari inggris mencurahkan banyak waktunya untuk membuat operasi-operasi pabrik
menjadi lebih efisien. Ia percaya bahwa aplikasi prinsip-prinsip ilmiah pada
proses kerja akan menaikkan produktivitas kemudian menurunkan biaya. Babbage
adalah penganjur pertama prinsip yang sesuai dengan setiap operasi pabrik. Lini
perkaitan modern yang banyak dijumpaisekarang. Babbage menganjurkan kerjasama
yang saling menguntungkan antara keentingan karyawan dan pemilik pabrik, serta,
merencanakan skema pembagian keuntungan.
Federick W. Tayor
(1856-1915). Manajemen ilmiah mula-mula dikembangkan oleh Federick sekitar
tahun 1900an. Taylor disebut sebagai bapak “manajemen ilmiah”. Manajemen ilmiah
diartikan berbeda. Arti pertama, manajemen ilmiah merupakan penerapan metode
ilmiah pada studi, analisa, dan pemecahan masalah-masalah organisasi. Sedangkan
arti kedua, manajemen ilmiah adalah seperangkat mekanisme-mekanisme atau
teknik-teknik “a bag of tricks” untuk meningkatkan efisiensi kerja
organisasi. Taylor telah memberikan dasar (filsafat) penerapan pendekatan
ilmiah pada manjemen dan mengembangkan sejumlah teknik-tekniknya untuk mencapai
efisiensi.
Frank Bunker Gilbreth
seorang pelopor pengembangan studi gerak dan waktu, menciptakan berbagai teknik
manajemen yang diilhami Taylor. Dia sangat tertarik terhadap masalah efesiensi,
terutama untuk menemukan “cara terbaik pengerjaan suatu tugas”. Sedangkan Lilian
Gilbreth lebih tertarik pada aspek-aspek manusia dalam kerja, seperti
seleksi, penempatan dan latihan personalia.
Hemy
L. Gantt (1861-1919). Seperti Taylor, ia mengemukakan gagasan-gagasan kerjasama
yang saling menguntungkan antara tenaga kerja dan manajemen, seleksi ilmiah
tenaga kerja, sistem insentif untuk merangsang produktivitas dan penggunaan
intruksi-intruksi kerja yang terperinci.
Harrington Emerson
(1853-19310. Pemborosan dan ketidak efisienan adalah masalah-masalah dilihat
oleh Emerson sebagai penyakit sistem industri. Oleh sebab itu Emerson
mengemukakan 12 prinsip-prinsip efisiensi yang sangat terkenal:
1.
Tujuan-tujuan
dirumuskan dengan jelas
2.
Kegiatan
yang dilakukan masuk akal
3.
Adanya
staf yang cakap
4.
Disiplin
5.
Balas
jasa yang adil
6.
Laporan-laporan
yang terpercaya, segera, akurat, sistem informasi dan akuntansi
7.
Pemberian
perintah perencanaan dan pengurutan kerja
8.
Adanaya
standar-standar, skedule-skedule, metode dan setiap waktu kegiatan
9.
Kondisi
yang distandardisasi
10.
Operasi
yang distandardisasi
11.
Intruksi-intruksi
praktis tertulis yang standar
12.
Balas
jasa efisiensi rencana insentif
Kebaikan dan Kekurangan Manajemen Ilmiah
Metode-metode
manajemen ilmiah telah banyak diterapkan pada bermacam-macam kegiatan
organisasi, terutama dalam usaha peningkatan produktivitas. Teknik-teknik
efisiensi manajemenilmiah, seperti studi gerak dan waktu, telah menyebabkan
kegiatan dapat dilaksanakan lebih efisien. Manajemen ilmiah tidak hanya
mengembangkan pendekatan rasional untuk pemecahan masalah-masalah organisasi
tetapi juga meletakkan dasar profesionalisasi manajemen.
Setelah
revolusi mental yang dicanangkan Taylor terjadi dalam praktek, timbul
masalah-masalah sebagai keterbatasan penerapan manajemen ilmiah. Kenaikan
produktifitas sering tidak dikuti kenaikan pendapatan. Perilaku manusia yang
bermacam-mavam menjadi hambatan. Pendekatan rasional hanya memuaskan
kebutuhan-kebutuhan ekonomis dan phisik, tidak memuaskan kebutuhan sosial
karyawan.
B.
Teori Organisasi Klasik
Hemi Fayol (1841-1925),
seorang industrialis Prancis, mengemukakan teori dan teknik-teknik administrasi
sebagai pedoman bagi pengelolaan organisasi-organisasi yang kompleks dalam
bukunya yang terkenal. Fayol memerinci manajemen menjadi lima unsur, yaitu:
1.
Perencanaan
2.
Pengorganisasian
3.
Pemberian
perintah
4.
Pengkoordinasian
5.
Pengawasan
Fayol
membagi operasi-operasi perusahaan menjadi enam kegiatan
1.
Teknik
produksi dan manufacturing produk
2.
Komersial
3.
Keuangan
4.
Keamanan
5.
Akuntansi
6.
Manajerial
Disamping
itu Fayol juga mengemukakan empat belas prinsip-prinsip manajemen yang secara ringkas
adalah sebagai berikut:
1.
Pembagian
kerja
2.
Wewenang
3.
Disiplin
4.
Kesatuan
perintah
5.
Kesatuan
pengarahan
6.
Meletakkan
kepentingan perseorangan dibawah kepentingan umum
7.
Balas
Jasa
8.
Sentralisasi
9.
Rantai
skalar
10.
Order
11.
Keadilan
12.
Stabilitas
staf organisasi
13.
Inisiatif
14.
Esprit
de corps
James D. Mooney,
mengkategorikan prinsip-prinsip dasar manajemen tertentu. Dia mendefinisikan
organisasi sebagai sekelompok, dua atau lebih orang yang bergabung untuk tujuan
tertentu. Menurutnya, umtuk merancang organisasi perlu diperhatikan empat
kaidah dasar, yaitu
1.
Koordinasi
2.
Prinsip
skalar
3.
Prinsip
fungsional
4.
Prinsip
staf
Mary Parker Follet
(1868-1933). Follet dan Barnard bertindak sebagai jembatan antara teori klasik
dan hubungan manusiawi karena pemikiran mereka berdasarkan kerangka klasik,
tetapi memperkenalkan beberapa unsur baru tentang aspek-aspek hubungan
manusiawi. Follet memberikan sumbangan besar dalam bidang manajemen melalui
aplikasi praktik-praktik ilmu-ilmu sosial dalam administrasi perusahaan. Follet
percaya bahwa konflik dapat dibuat konstruktif dengan penggunaan proses
integrasi dimana orang-orang yang terlibat mencari jalan pemecahan bersama
perbedaan-perbedaan diantara mereka. Dia juga menguraikan suatu pola organisasi
yang ideal damana manjer mencapai koordinasi melalui komunikasi yang terkendali
dengan para karyawan.
Chaster L. Barnard
(1886-1961), memandang bahwa organisai sebagai sitem kegiatan yang diarahkan
pada tujuan dan pengadaan sumber daya yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan.
Barnard menekankan pentingnya pperalatan komunikasi untuk pencapaian tujuan
kelompok dan dia juga mengemukakan teori penerimaan pada wewenang yang
menurutnya bawahan akan menerima
perintah hanya bila mereka memahami dan mampu serta berkeinginan untuk menuruti
atasan.
C.
Aliran Hubungan Manusiawi
Hugo Munsterberg
(1863-1916). Dia menguraikan penerapan peralatan-peralatan psikologi untuk
membantu pencapaian tujuan produktivitas. Dia mengemukakan bahwa untuk mencapai
peningkatan produktivitas dapat dilakukan melalui tiga cara:
1.
Penemuan
best possible person
2.
Penciptaan
best possible work
3.
Penggunaan
best possible effect
Elton Mayo (1880-1949)
dan percobaan-percobaan Hawthorne. Elton Mayo dan asisten risernya
mengadakan suatu studi tentang perilaku manusia dalam bermacam situasi kerja
yang sangat terkenal di pabrik Howthorne. Percobaan pertama dilakukan untuk
meneliti pengaruh kondisi penerangan terhadap produktivitas. Ketika kondisi
penerangan dinaikkan, produktifitas juga naikseperti yang diperkirakan. Tetapi
ketika penerangan dikurangi, produktifitas juga tetap naik. Percobaan
selanjutnya, Mayo dan kawan-kawannya menempatkan dua kelompok yang
masing-masing terdiri dari enam karyawati dalam ruang terpisah. Dalam salah
satu ruang kondisi diubah-ubah secara periodik dan ruang lainnya tidak.
sejumlah variabel-variabel dicoba : upah dinaikkan, periode istirahat dan jam makan
siang lamanya diubah-ubah, hari kerja dan mingggu kerja diperpendek. Sekali
lagi, keluaran dikedua ruangternyata sama-sama meningkat. Mereka menyimpulkan
bahwa rantai reaksi emosional yang kompleks telah mempengaruhi peningkatan
produktivitas.
Kebaikan dan kekurangan endekatan hubungan manusiawi
Teori manusiawi
ini mengilhami para ilmuwan perilaku manusia seperti Argryis, Maslow dan
McGregor untuk membahas lebih lanjut motivasi manusia. Konsep mahluk sosial
tidak menggambarkan secara lengkap individu-individu dalam tempatnya bekerja.
Hal ini merupakan salah satu keterbatasan teori hubungan manusiawi. Disamping
itu perbaikan-perbaikan kerja dan kepuasan karyawan tidak menghasilkan
peningkatan produktivitas yang dramatik seperti yang diharapkan. Lingkungan
sosial ditempat kerja hanya salah satu dari beberapa faktor yang saling
berinteraksi yang mempengaruhi produktivitas. Tingkat upah, seberapa jauh
pekerjaan itu menarik, struktur organisasi dan hubungan perburuhan juga
memainkan peranan. Jadi, produktifitas dan kepuasan kerja menjadi semakin
kompleks dari yang dipikirkan semula.
D.
Aliran Manajemen Modern
Manajemen
modern berkembang melalui dua jalur yang berbeda. Jalur pertama merupakan
pengembangan dari aliran hubungan manusiawi yang dikenal sebagai perilaku
organisasi dan yang lain dibangun atas dasar manajemen ilmiah, dikenal sebagai
aliran kuantitatif.
E.
Perilaku Organisasi
Perkembangan
aliran perilaku organisasi ditandai dengan pandangan dan pendapat baru tentang
perilaku manusia dan sistem sosial, tokoh-tokoh aliran ini antara lain:
1.
Abraham
Maslow yang mengemukakan adanya hierarki
kebutuhan dalam penjelasannya tentang perilaku manusia dan dinamika proses
motivasi.
2.
Douglas
McGregor dengan teori X dan teori Y nya.
3.
Federick
Herzbreg yang menguraikan teori motivasi
higienisatau teori dua faktor.
4.
Robert
Blake dan Jane Mouton yang membahas
lima gaya kepemiminan dengan kisi-kisi manajerial
5.
Rensis
Likert yang telah mengidentifikasi dan
melakukan penelitiannya secara ekstensif mengenai empat sistem manajemen dari
sistem 1: exploit-otoritatif sampai sistem 4: partisipatif kelompok.
6.
FrednFiedler yang menyarankan pendekatan contigency pada study kepemimpinan.
7.
Chris
A. yang memandang organisasi sebagai sistem sosial atau sistem antar
hubungan budaya
8.
Edgar
Schein yang banyak meneliti dinamika
kelompok dalam organisasi dan lain-lainnya.
Prinsip-prinsip
Dasar Suatu Organisasi
1.
Prinsip
dasar dari pendapat para tokoh manajemen modern
2.
Manajemen
tidak dapat dipandang sebagai suatu proses teknik secara ketat (peranan,
prosedur, prinsip)
3.
Manajemen
harus sistematik dan pendekatan yang digunakan harus dengan pertimbangan secara
hati-hati
4.
Organisasi
sebagai suatu keseluruhan dan pendekatan manjer individual untuk pengawasan
harus sesuai dengan situasi
5.
Pendekatan
motivasional yang menghasilkan komitmen pekerja terhadap tujuan organisasi
sangat dibutuhkan.
Sebagai
tambahan beberapa gagasan yang lebih khusus dari berbagai riset perilaku
adalah:
1.
Unsur
manusia adalah faktor kunci penentu sukses atau kegagalan pencapaian tujuan
organisasi
2.
Manajer
masa kini harus diberi latihan dalam pemahaman prinsip-prinsip dan
konsep-konsep manajemen
3.
Organisasi
harus menyediakan iklim yang mendatangkan kesempatan bagi karyawan untuk
memuaskan seluruh kebutuhan mereka.
4.
Komitmen
dapat dikembangkan melalui partisipasi dan keterlibatan para karyawan
5.
Pekerjaan
setiap karyawan harus disusun yang memungkinkan mereka mencapai kepuasan diri
dari pekerjaan tersebut
6.
Pola-pola
pengawasan dan manajemen pengawasan harus dibangun atas dasar pengertian
positif yang menyeluruh mengenai karyawan dan reaksi mereka terhadap pekerjaan.
F.
Aliran Kuantitatif
Aliran
ini ditandai dengan berkembangnya team-team riset operasi dalam pemecahan
masalah-masalah industri, yang didasarkan atas sukses team-team riset operasi
inggris dalam perang dunia ke II. Sejalan dengan semakin kompleksnya komputer
elektronik, transportasi dan komunikasi dan sebagainya, teknik-teknik riset
operasi menjadi semakin penting sebagai dasar rasional untuk pembuatan
keputusan. Prosedur-prosedur riset operasi tersebut kemudian diformalisasikan
dan disebut aliran management science.
Teknik
management science digunakan dalam kegiatan penganggaran moral, manajemen
aliran kas, sscheduling produksi, pengembangan strategi produk, perencanaan program
pengembangan sumber daya manusia, penjagaan tingkat persediaan yang optimal dan
sebaginya. Penggunaan teknik-teknik untuk pemecahan masalah dan pembuatan
keputusan telah terbukti banyak membantu manajer dalam kegiatan-kegiatan
perencanaan dan pengawasan.
langkah-langkah
pendekatan management science biasanya adalah sebagai berikut:
1.
Perumusan
masalah
2.
Penyusunan
suatu model matematis
3.
Mendapatkan
penyelesaian dari model
4.
Pengujian
model dan hasil yang didapatkan dari model
5.
Penetapan
pengawasan atas hasil-hasil
6.
Pelaksanaan
hasil dalam kegiatan implementasi.
BAB III
MANAGER DAN MANAJEMEN
A.
Manajer sebagai pelaksana manajemen
1.
Peran manajer dalam organisasi
Manajer
pada dasarnya adalah subjek dari kegiatan manajemen. Artinya, manajer adalah
orang yang melakukan kegiatan manajemen. Lebih lengkapnya manajer adalah
individu yang bertanggung jawab secara langsung untuk memastikan kegiatan dalam
sebuah organisasi dijalankan bersama anggota dari organisasi.
Tugas-tugas
manajer adalah sebagai untuk mewujudkan agar tujuan organisasi dapat tercapai
serta efektif dan efisien melalui serangkaian kegiatan manajemen secara
fungsional maupun operasional.
a.
Keahlian-keahlian manajemen
Adapun keahlian
keahlian manajemen adalah sebagai berikut :
1)
Keahlian
tekhnis, yaitu keahlian yang diperlukan untuk melakukan pekerjaan sfesifik
tertentu.
2)
Keahlian
berkomunikasi dan berinteraksi dengan masyarakat, yaitu keahlian dalam memahami
dan melakukan interaksi dengan berbagai jenis orang di mayarakat.
3)
Keahlian
konseptual, yaitu keahlian dalam berfikir secara abstrak, sistematis,dan
mendiagnosa dan menganalisis berbagai masalah dala,m situasi yang berbeda-beda.
4)
Keahlian
dalam mengambil keputusan , yaitu keahlian untuk memanfaatkan waktu secara
efektif dan efisien.
5)
Beberapa
keahlian lain saat ini juga menjadi keahlian yang diperlukan dalam manajemen
atau pengolaan bisnis, terutama jika dikaitkan dengan persaingan bisnis global,
di antara keahlian tersebut adalah : Keahlian dalam bidang global, yaitu
keahlian manajerial yang tidak saja terfokus pada suatu keadaan di negara
tertentu, akan tetapi juga lintas negara bahkan lintas budaya. Keahlian dalam
bidang teknologi, yaitu keahlian manajerial dalam mengikuti dan menguasai
berbagai perkembangan teknologi yang terjadi.
b.
Tingkatan-tingkatan manajemen
Ada beberapa tingkatan manajemen sebagaimana dikemukan oleh Nickles
McHugh and McHugh (1997), tingkatan tingkatan manjemen tersebut meliputi :
1)
Manajemen
tingkat puncak atau Top management, yang biasanya terdiri dari direktur
utama, presiden direktur, atau wakil direktur.
Dalam posisi ini keahlian yang harus dimiliki yaitu , keahlian
konseptual, komunikasi, pengambilan keputusan, manajemen global dan manajemen
waktu.
2)
Manajemen
tingkat menengah atau middle management, yang biasanya terdiri para
manajer, kepala divisi, atau departemen, atau kepala cabang. Dalam posisi ini
keahlian yang harus dimiliki yaitu , keahlian konseptual, komunikasi,
pengambilan keputusan, manajemen global, manajemen waktu dan juga teknik.
3)
Manajemen
supervisi atau tingkat pertama atau Supervisory or Firs-Lme yang
biasanya terdiri para supervisi, ketua kelompok, dan lain sebagainya. Dalam
posisi ini keahlian yang harus dimiliki yaitu , keahlian konseptual,
komunikasi, pengambilan keputusan, manajemen waktu dan juga teknikal.
4)
Manajemen
nonsupervisi atau Non-supervispry management, yang biasanya terdiri dari
para tenaga kerja bawah dan umumnya seperti buruh, pekerja bangunan, dan
lain-lain. Dalam posisi ini keahlian yang harus dimiliki yaitu manajemen waktu
dan juga teknikal dan komunikasi
c.
Manajemen sebagai seni dan sains
Salah satu keunikan dari ilmu manajentmen adalah bahwa mereka yang
menguasai pengetahuan manajemen belum tentu memiliki pengalaman atau mampu
untuk menjalankan kegiatan manajemen dalam praktik. Sebaliknya pula, mereka
yang telah berpengalaman dalam kegiatan manajemen secara praktik, belum tentu
akan mengerti kerangka teoritis atau pengetahuan tentang kegiatan manajemen
yang telah dijalankannya.
Pengetahuan kita akan manejemen akan semakin kita pahami sekiranya
kita padu dengan kegiatan praktik. Banyak penguasaha-pengusaha yang telah
berhasil dalam kegiatan bisnisnya, padahal tidak pernah mengecap pendidikan di
jurusan manajemen tidak dapat berbuat apa-apa ketika pertama kali bekerja dikarenakan
miskin pengalaman secara praktik.
B.
Tanggung Jawab Sosial Manajer
Tanggung jawab sosial berarti bahwa manajemen mempertibangkan
dampak sosial dan ekonomi di dalam pembuatan keputusannya. Tanggung jawab
sosial perusahaan ini merupakan salah satu tugas yang harus dilakukan oleh para
manajer organisasi perusahaan , karena aspek ini merupakan syarat utama bagi
berhasilnya perusahaan , terutama untuk jangka panjang. Dengan demikian manajer
sekarang dituntut untuk mengimpletasikan etika berusaha, terutama dalam
hubungannya dengan langganan , karyawan, penemu teknologi, lembaga-lembaga
pendidikan, perusahaan-perusahaan lain, para penyedia, kreditur, pemegang
saham, pemerintah dan masyarakat pada umumnya.
Ada lima faktor yang mempengaruhi keputusan-keputusan pada masalah
etika yaitu :
1)
Hukum
2)
Peraturan-peraturan
pemerintah
3)
Kode
etik industri dan perusahaan
4)
Tekana-tekanan
sosial
5)
Tegangan
antara standar perorangan dan kebutuhan organisasi.
Banyak
organisasi sekarang ini mengesampingkan tujuan utamanya maksimalisasi
keuntungan, dan mengalihkan ke pemenuhan kebutuhan-kebutuhan masyarakat dengan
perolehan keuntungan secukupnya. Selain itu pencapaian hasil-hasil yang lebih
baik dalam pelaksanaan fungsi tanggung jawab sosial perusahaan sekarang menjadi
semacam peralatan untuk membantu sukses organisasi.
BAB IV
FUNGSI PERENCANAAN
A.
Konsep dasar perencanaan manajemen
1.
Pengertian perencanaan (planning)
Menurut
robbins dan coulter (2002) mendefiniskan perencanaan sebagai proses yang
ditandai dari penetapan tujuan organisasi, menentukan strategi untuk pencapaian
tujuan organisasi tersebut secara menyeluruh., serta merumuskan sistem
perencanaan yang menyeluruh untuk menginterpretasikan dan mengoordinasikan
seluruh pekerjaan organisasi hingga tercapainya tujuan organisasi tersebut.
Pada
intinya perencanaan dibuat sebagai upaya untuk merumuskan apa yang sesungguhnya
ingin dicapai oleh sebuah organisasi atau perusahaan serta bagaimana sesuatu
yang ingin dicapai tersebut dapat diwujudkan melalui serangkaian rumusan
rencana kegiatan tertentu. Perencanaan yang baik adalah ketika apa yang
dirumuskan ternyata dapat direalisasikan dan mencapai tujuan yang diharapkan.
Perencanaan yang buruk adalah ketika apa yang telah organisasi dirumuskan dan
ditetapkan ternyata tidak berjalan dalam implementasi, sehingga tujuan
organisasi menjadi tidak terwujud. Terkait dengan hal tersebut George R. Terry
menyatakan bahwa untuk menegtahui apakah perencanaan itu baik atau tidak dapat
dijawabmelalui pertanyaaan-pertanyaaan dasar mengenai perencanaan, yaitu what,
why, where, when, who dan how.
B.
Fungsi dari perencanaan
Menurut Robbins dan Coulter (2002) menjelaskan bahwa fungsi
perencanaan terdiri dari 4 fungsi yaitu :
1.
Perencanaan
sebagai pengarah, Perencanaan akan menghasilkan upaya untuk meraih sesuatu
dengan cara yang lebih terkoordinasi. Perusahaan yang tidak menjalankan sangat
mungkin untuk mengalami konflik kepentingan, pemborosan sumber daya, dan
ketidakberhasilan dalam pencapaian tujuan karena bagian-bagian dari organisasi
bekerja secara sendiri tanpa ada koordinasi yang jelas dan terarah.
2.
Perencanaan
sebagai menimalisasi ketidakpastian, Perubahan seringkali sesuai dengan apa yang kita perkirakan, akan
tetapi jarang pula malah diluar perkiraan kita, sehingga menimbulkan
ketidakpastian bagi perusahaan. Ketidakpastian inilah yang coba diminimalkan
melalui kegiatan perencanaan.
3.
Perencanaan
sebagai menimalisasi pemborosan sumber daya, Jika perencanaan dilakukan dengan
baik , maka sumber yang diperlukan
dengan cara bagaimna penggunaanya , dan untuk penggunaan apa saja dengan
lebih baik dipersiapkan sebelum kegiatan dijalakan.
4.
Perencanaan
sebagai penetapan standar dalam pengawasan kualitas, Perencanaan berfungsi
sebagai penetapan standar kualitas yang harus dicapai oleh perusahaan dan di
awasi dengan pelaksanaanya dalam fungsi pengawasan manajemen.
5.
Persyaratan
perencanaan, Perencanaan yang baik tentunya dirumuskan dengan beberapa persyaratan antara lain
sebagai berikut :
a.
Faktual
atau realitas
b.
Logis
dan rasional
c.
Fleksibel
d.
Komitmen
e.
Komprehensif
C.
Melakukan perencanaan (planning process)
Proses
perencanaan melibatkan dua element penting yaitu tujuan (goals) dan rencana
(plan). Empat tahap perencanaan yaitu :
1)
Menetapkan
tujuan atau serangkaian tujuan
2)
Merumuskan
keadaan saat ini
3)
Mengidentifikasikan
segala kemudahan dan hambatan
4)
Mengembangkan
rencana atau kegiatan untuk pencapaian tujuan
D.
Beberapa alat bantu perencanaan
1.
Perencanaan dengan Flow Chart
Pada dasarnya, pendekatan flow chart lebih sering digunakan bagi
mereka yang menadalami teknik-teknik komputer, teknik dan sisitem informasi.
Namun, pendekatan ini juga sudah cukup populer untuk digunakan dalam dunia
manajemen. Flow chart adalah model grafis yang menunjukkan model sistem yang
menggambarkan yang berkesinambungan dan keputusannya ya atau tidak. Berkesinambungan
pada dasarnya adalah proses pengaturan kejadian-kejadian berdasarkan
kronologisnya.misalnya, membaca buku dapat dilakukan setelah kita mmebeli buku.
Maka dalam model flow chart, membac buku di lezakan setelah membeli buku.
1.
Penjadwalan
melalui gantt chart
Alat bantu perencanaan yang kedua adalah apa yang dinamakan
penjadwalan dengan grantt chart (bagan gantt). Penjadwalan adalah salah satu
bagian penting dalam perencanaan. Ketika kegiatan organisasi begitu banyak dan
berkesinambungan satu dengan yang lainnya, grant chart pada dasarnya membantu
manajer untuk dapat mengaturnya melalui proses penjadwalan. Sehingga secara
sederhana gantt chart adalah teknik penjadwalan secara garfis Atau berbagai
rencana kegiatan. Grantt chart pertama kali dikenalkan oleh Hemy L. Gant salah
seorang rekan kerja dari Frederich Winslow Taylor yang juga bekerja
diperusahaan Midvalesteel pada tahun 1887. Perkembangan berikutnya menunjukkkan
bahwa gant chart telah banyak dipergunakan secara populer baik oleh para
peragtisi manajemen maupun berbagai organisasi lainnya.
2.
Perencanaan dengan jaringan Pert (pert network)
Keterbatasan dari bagan gant pada giliran berikutnya dikembangkan
dan dikoreksi oleh alat bantu perencanaan lainnya. Diantara alat bantu tersebut
adalah apa yang dikenal sebagai jaringan pert atau lebih dikenal dengan pert
network. Pert adalah singkatan dari program Evaluation and Review Tecnique.
Pert merupakan alat bantu perencanaan melalui penjadwalan dan penggambaran
rencana kerja secara kronolgis dan berkelanjutan bagi pekerjaan yang sifanya
tidak rutin, berskala besar maupun kompleks ada empat konsep yang harus
dipahami oleh pert diantaranya yaitu :
a.
Event
atau kejadian adalah indikator dari performa pekerjaan baik sebelum maupun
sesudah pekerjaan dilakukann sekaligus juga menunjukkan apakah suatu pekerjaan
lain dapat dilakukkan atau sebaliknya berdasarkan indikator ini.
b.
Activity
atau kegiatan adalah bagian dari berbagai pekerjaan yang sedang dalam
pengerjaan dari keseluruhan pekerjaan yang berkesinambungan. Kegiatan diawali
dan diakhiri oleh kejadian atau event.
c.
Time
atau waktu,menunjukkan perkiraan masa pengerjaan dari keseluruhan sebagaimana
diatur dalam jarinan pert. Pert time atau masa pengerjaaan berdasarkan pert
adalah rata-rata dari komponen waktu berdasarkan kerangka pert.
d.
Cretical
path atau indikator kritis menunjukkan waktu kritis bagi pengerjaan kegiatan
dalam kerangka path yang dapat diterima. Waktu kritis menunjukkan batas
toleransi akan suiatu pekerjaan yang dilaksanaakan.
BAB V
PENGORGANISASIAN DAN STRUKTUR ORGANISASI
A.
Pengertian Pengorganisasian
Istilah
pengorganisasian mempunyai
bermacam-macam. pengertian. Istilah tersebut dapat digunakan untuk
menunjukkan hal-hal berikut ini
1.
Cara manajemen merancang struktur
formal untuk penggunaan yang paling efektif sumber daya-sumber daya keuangan, phisik, bahan baku, dan tenaga kerja organisasi.
2.
Bagaimana organisasi mengelompokkan
kegiatan-kegiatannya, di mana setiap
pengelompokan diikuti dengan penugasan seorang manajer yang diberi wewenang
untuk mengawasi anggota-anggota
kelompok.
3.
Hubungan-hubungan antara fungsi-fungsi, jabatan jabatan,
tugas-tugas dan para karyawan.
4.
Cara dalam mana para manajer membagi lebih lanjut
tugas-tugas yang harus
dilaksanakan dalam departemen mereka dan mendelegasikan
wewenang yang diperlukan untuk mengerjakan tugas tersebut.
B.
Struktur Organisasi
Adapun faktor-faktor utama yang
menentukan perancangan struktur organisasi adalah sebagai berikut
1.
Strategi
organisasi untuk mencapai tujuannya. Chandler 2) telah
menjelaskan hubungan strategi dan struktur organisasi dalam studinya pada
perusahaan-perusahaan industri di Amerika.
2.
Dia pada dasarnya menyimpulkan bahwa "struktur
mengikuti strategi".
Strategi akan menjelaskan bagaimana aliran wewenang dan saluran komunikasi dapat disusun di antara para
manajer dan bawahan. Aliran kerja sangat
dipengaruhi strategi, sehingga bila strategi berubah maka struktur organisasi juga berubah.
3. Teknologi yang digunakan.
Perbedaan teknologi yang digunakan untuk memproduksi barang barang atau jasa akan
membedakan bentuk struktur organisasi.
Sebagai contoh, perusahaan mobil yang
mempergunakan teknologi industri masal akan memerlu= kan tingkat standardisasi dan spesialisasi yang
lebih tinggi dibanding perusahaan industri pakaian jadi yang mengutamakan perubahan mode.
4.
Anggota (karyawan) dan orang-orang yang terlibat dalam organisasi. Kemampuan dan cara berpikir para anggota, serta
kebutuhan mereka untuk bekerjasama harus
diperhatikan dalam merancang struktur organisasi. Kebutuhan manajer dalam pembuatan keputusan juga akan mempengaruhi
saluran komunikasi, wewenang dan hubungan di antara satuan-satuan kerja pada rancangan struktur organisasi. Di samping itu,
orang-orang di luar organisasi, seperti pelanggan, supplier,
dan sebagainya perlu dipertimbangkan dalam penyusunan struktur.
5. Ukuran
organisasi. Besarnya organisasi secara keseluruhan maupun satuan-satuan kerjanya akan sangat
mempengaruhi struktur organisasi. Semakin besar ukuran organisasi, struktur organisasi akan
semakin kompleks, dan harus dipilih bentuk struktur yang tepat.
Sedangkan unsur-unsur struktur organisasi
terdiri dari :
1.
Spesialisasi kegiatan berkenaan
dengan spesifikasi tugas-tugas individual dan
kelompok kerja dalam organisasi (pembagian kerja) dan penyatuan tugas-tugas
tersebut menjadi satuan-satuan kerja
(departementalisasi).
2.
Standardisasi kegiatan, merupakan
prosedur-prosedui yang digunakan organisasi
untuk menjamin" terlaksananya kegiatan seperti yang direncanakan.
3.
Koordinasi kegiatan, menunjukkan prosedur-prosedur yang mengintegrasikan fungsi-fungsi satuan-satuan
kerja dalam organisasi.
4.
Sentralisasi dan desentralisasi pembuatan keputusapt, yang me
nunjukkan lokasi (letak) kekuasaan pembuatan keputusan.
nunjukkan lokasi (letak) kekuasaan pembuatan keputusan.
5. Ukuran satuan
kerja menunjukkan
jumlah karyawan dalam suatu kelompok kerja. 3 )
C. Pembagian
Kerja
Tujuan suatu organisasi adalah untuk mencapai tujuan di
mana individu-individu tidak dapat mencapainya sendiri. Kelompok dua atau lebih orang yang bekerja bersama
secara kooperatif dan dikoordinasikan dapat
mencapai basil lebih daripada
dilakukan perseorangan. Konsep ini
disebut synergy. Tiang dasar pengorganisisian adalah prinsip pembagian kerja (division
of labor) yang memurigkinkan synergy
terjadi.
D.
Bagan Organisasi Formal
1)
Bentuk-bentuk Bagan Organisasi
Hemy G. Hodges
mengemukakan empat bentuk bagan organisasi, yaitu
a)
Bentuk
piramid. Bentuk ini yang paling banyak digunakan, karena sederhana, jelas dan mudah dimengerti.
b)
Bentuk
vertikal. Bentuk vertikal
agak menyerupai bentuk piramid, yaitu dalam
hal pelimpahan kekuasaan dari atas "_ bawah,
hanya bagan vertikal berwujud tegak sepenuhnya. men
c)
Bentuk
horizontal. digambarkan dariakiri Aliran ke kanan. jsatu Bentuk lingkaran. Bagan ini menekankan pada hubungan antara abatan dengan jabatan lain. Bagan bentuk lingkaran jarang sekali digunakan
dalam praktek.
E. Departementalisasi
Departementalisasi sebagaimana telah diterangkan di muka, merupakan proses penentuan bagian-bagian dalam organisasi yang akan bertanggung jawab dalam melakukan bermacam jenis pekerjaan yang telah
dikategorikan berdasarkan faktor-faktor tertentu. Dalam mendesain organisasi, khususnya dalam proses
departementalisasi sebagaimana
diuraikan di muka, ada beberapa pendekatan yang bisa digunakan oleh organisasi, yaitu pendekatan berdasarkan fungsional, berdasarkan produk, berdasarkan Pelanggan, berdasarkan geografis,
dan berdasarkan matriks.
1.
Pendekatan Fungsional,
Penentuan sub-subbagian
dari organisasi atau proses departementalisasi yang pertama adalah
berdasarkan fungsi (functional departmentalization). Berdasarkan pendekatan ini, proses
departementalisasi dilakukan berdasarkan fungsi-fungsi tertentu yang mesti dijalankan dalam sebuah
organisasi. Dalam sebuah organisasi bisnis misalnya, ada pekerjaan-pekerjaan yang terkait dengan fungsi produksi, ada
peketjaan-pekerjaan yang terkait
dengan pelanggan atau pasar, sehingga dinamakan dengan fungsi pemasar• an, dan
lain sebagainya. Pada Gambar 8.6 ditunjukkan
contoh sebuah desain organisasi melalui
departementalisasi yang dibentuk berdasarkan pendekatan fungsional.
2.
Pendekatan Produk, Pendekatan kedua dalam
departementalisasi adalah berdasarkan produk atau product
departmentalization. Berdasarkan pendekatan ini, penentuan
bagian-bagian dalam organisasi ditentukan berdasarkan jenis produk yang dibuat oleh
organisasi. Sebagai contoh, PT ABC memiliki beberapa jenis produk
dari mulai produk susu, sabun mandi, pasta gigi, hingga mi instan, maka di bawah bagian produksi dapat juga dibuat
subbagian.
3.
Pendekatan Pelanggan, Pendekatan ketiga
dalam departementalisasi adalah berdasarkan pelanggan atau customer
departmentalization. Berdasarkan pendekatan ini, penentuan
bagian-bagian dalam organisasi ditentukaN.
4.
Pendekatan Geografis,
Pendekatan keempat
dalam departementalisasi adalah berdasarkan faktor geografis. Berdasarkan pendekatan
ini, penentuan bagian-bagian dalam organisasi ditentukan berdasarkan wilayah
geografis di mana organisasi beroperasi.
5.
Pendekatan Matriks, Pendekatan
departementalisasi terakhir yang diperkenalkan dalam buku ini adalah pendekatan matriks. Pendekatan ini pada
dasarnya merupakan proses departementalisasi yang
menggabungkan antara pendekatan
fungsional dengan pendekatan lain, misalnya berdasarkan proyek tertentu, produk tertentu, ataupun berdasarkan pendekatan lainnya.
BAB VI
KEKUASAAN, KEWENANGAN, TANGGUNG JAWAB DAN
DELEGASI KEKUASAAN (POWER)
A.
Kekuasaan
Kekuasaan sering kali dikonotasikan negatif jika
dikaitkan dengan isu politik. Padahal dalam pengertian yang paling sederhana, kekuasaan atau power berarti suatu kemampuan untuk memengaruhi orang atau merubah orang atau
situasi. Jika perubahan pada orang atau situasi adalah perubahan yang baik, tentunya power tersebut memberikan konotasi
yang positif bahkan sangat diperlukan.
Konotasi negatif dari kekuasaan sering kali
muncul dikarenakan terdapat berbagai kasus di mana seseorang atau sebuah organisasi yang diberi kekuasaan tidak
menggunakannya untuk hal yang positif.
Kekuasaan sesungguhnya merupakan konsekuensi logis yang muncul dari setiap organisasi yang di dalamnya terdapat pimpinan dan bawahan, atau manajemen puncak dan manajemen tingkat bawah. Karena organisasi
merupakan kumpulan orang dalam pencapaian
tujuan, maka organisasi ditujukan untuk mengubah situasi melalui orangorang
agar perubahan terjadi. Agar perubahan ini dapat terjadi, maka kekuasaan diperlukan.
1.
Faktor yang Mendasari Adanya Kekuasaan
Menurut French dan Raven, sebagaimana dikutip oleh Stoner,
Freeman dan Gilbert (1995), terdapat lima faktor yang mendasari lahirnya sebuah kekuasaan(sources of power). Kelima faktor tersebut adalah reward power, coercive power, legitimate
power, expert power,
dan referent power.
a)
Reward Power, Reward power atau kekuasaan untuk memberikan penghargaan adalah
kekuasaan yang muncul sebagai akibat dari seseorang yang posisinya memungkinkan dirinya untuk . memberikan penghargaan terhadap orang-orang yang berada di bawahnya. Sebagai contoh adalah kekuasaan yang dimiliki oleh seorang manajer personalia atau manajer SDM. Disebabkan posisi dirinya membawahi seluruh sumber
daya manusia organisasi atau tenaga kerja dari sebuah perusahaan misalnya, maka seorang
manajer personalia memiliki reward power dikarenakan
bagian yang lebih tinggi dari manajer personalia tersebut akan menanyakan mengenai Kinerja tenaga
kerja perusahaan melalui manajer personalia
tersebut. Akibatnya, manajer personalia memiliki kekuasaan tersebut. Orangorang
atau tenaga kerja yang berada di bawah manajer personalia dengan sendirinya memiliki semacam ketergantungan
terhadap manajer personalia, sehingga manajer personalia
tersebut dapat, dikatakan memiliki semacam kekuasaan yang dinamakan sebagai
reward power karena penghargaan terhadap Kinerja SDM
dapat dikatakan sangat tergantung
kepada penilaian dari manajer personalia tersebut.
b)
Coercive Power, Coercive power atau kekuasaan untuk memberikan hukuman adalah kebalikan atau sisi negatif dari reward power. Kekuasaan ini merupakan kekuasaan seseorang untuk memberikan hukuman atas Kinerja yang buruk yang ditunjukkan oleh SDM atau tenaga kerja dalam sebuah organisasi. Setiap pimpinan pada dasarnya memiliki reward sekaligus coercive power ini. Oleh karena itu, setiap pimpinan perlu untuk sangat
berhati-hati dalam menggunakan jenis kekuasaan ini, karena pada
dasarnya setiap manusia tidak ada yang menginginkan
untuk menerima hukuman.
c)
Legitimate Power, Legitimate power atau kekuasaan yang sah adalah kekuasaan
yang muncul sebagai akibat dari suatu legitimasi tertentu. Misalnya,
seseorang yang diangkat menjadi pemimpin, secara otomatis dia meroniliki semacam kekuasaan yang sah
atau terlegitimasi. Demikian pula
seseorang yang diangkat menjadi manajer,
direktur, dan hierarki pimpinan lainnya.
d) Expert Power, Expert power atau kekuasaan yang berdasarkan keahlian atau kepakaran adalah kekuasaan yang muncul sebagai akibat dari kepakaran atau keahlian
yang dimiliki oleh
seseorang. Seorang dokter, misalnya, memiliki semacam kekuasaan ini.
Dikarenakan dirinya memiliki keahlian dalam
mendiagnosa suatu penyakit, maka secara sadar maupun tidak sadar, seorang
pasien yang berkonsultasi kepada dokter akan mengikuti apa saja yang diusulkan atau dianjurkan oleh sang
dokter sejauh hal tersebut bisa membantu sang pasien untuk sembuh dari penyakitnya. Demikian pula dengan
pakar-pakar di bidang lainnya.
e) Referent Power,
Referent power adalah kekuasaan yang muncul akibat adanya karakteristik yang diharapkan oleh seseorang atau sekelompok orang terhadap
seseorang yang memiliki pengaruh terhadap seseorang atau sekelompok orang tersebut. Ketika rakyat
menginginkan sosok pemitnpin yang jujur
misalnya, maka ketika ada sosok calon presiden yang dikenal sebagai seorang yang jujur dengan sendirinya sang calon
presiden tersebut memiliki apa yang dinamakan
sebagai referent power tersebut dikarenakan orang-orang tengah menginginkan karakteristik yang dimiliki oleh sang calon presiden tersebut, yaitu kejujuran.
B.
Kewenangan (Authority)
Kewenangan atau authority pada dasarnya merupakan bentuk lain dari kekuasaan yang sering kali dipergunakan dalam sebuah organisasi. Kewenangan merupakan kekuasaan formal atau terlegitimasi. Dalam
sebuah organisasi, seseorang yang ditunjuk atau dipilih untuk memimpin suatu organisasi, bagian,
atau departemen memiliki kewenangan atau kekuasaan yang terlegitimasi. Seseorang yang ditunjuk untuk menjadi manajer personalia dengan sendirinya terlegitimasi untuk
memiliki kewenangan dalam mengatur
berbagai hal yang terkait dengan sumber daya manusia atau orang-orang yang
terdapat di dalam organisasi.
1.
Dua Pandangan Mengenai Kewenangan Formal
Terdapat dua pandangan mengenai kewenangan
formal, yaitu pandangan klasik (classical view) dan pandangan berdasarkan penerimaan (acceptance, view).
a)
Pandangan Klasik, Pandangan klasik mengenai kewenangan formal menerangkan
bahwa kewenangan pada dasarnya terlahir sebagai akibat adanya kewenangan yang lebih tinggi dari kewenangan yang diberikan.
Misalnya saja, seorang manajer mendapatkan kewenangan formal akibat adanya pemberian kewenangan dari pihak yang memiliki kewenangan yang lebih tinggi, misalnya saja direktur
utama. Seorang kapten dalam tradisi militer
memiliki kewenangan formal untuk
memerintah para prajurit dikarenakan kewenangan tersebut diterimanya dari seseorang yang memiliki kewenangan yang lebih
tinggi darinya, misalnya dari jenderal. Dengan demikian,
kewenangan formal menurut pandangan klasik bersifat pendekatan top-down,
atau dari hierarki yang atas ke hierarki yang lebih
bawah.
b)
Pandangan Berdasarkan Penerimaan, Pandangan kedua cenderung berbeda dengan pandangan yang pertama. Tidak setiap kewenangan yang bersifat top-down serta-merta akan dijalankan oleh bawahan. Kadangkala kita mendapati apa yang diperintahkan oleh atasan misalnya tidak dijalankan oleh bawahan. Hal tersebut barangkali bukan
disebabkan bahwa sang atasan tidak memiliki kewenangan, akan tetapi apa
yang kemudian dilakukan oleh atasan tidak dapat diterima oleh bawahan. Pandangan yang berdasarkan penerimaan (acceptance view) memandang bahwa kewenangan formal akan cenderung
dijalankan atau diterima
oleh bawahan tergantung dari beberapa persyaratan. Persyaratan tersebut sebagaimana dikemukakan oleh Chester Barnard terdiri dari empat hal, yaitu (1) bawahan dapat memahami
apa yang diinginkan atau dikomunikasikan oleh pimpinan atau atasan; (2) pada saat sang
bawahan memutuskan untuk menjalankan apa yang diperintahkan oleh
atasannya, dia meyakini bahwa apa yang diperintahkan
konsisten atau tidak bertentangan dengan rencana pencapaian tujuan organisasi; (3) pada saat sang bawahan memutuskan untuk
menjalankan apa yang diperintahkan oleh atasannya, dia meyakini bahwa apa
yang diperintahkan
konsisten mendukung nilai, misi, maupun motif pribadi atau
kelompoknya; dan (4) sang bawahan mampu secara mental maupun fisik menjalankan apa yang diperintahkannya.
C. Struktur Lini Dan Staf
1.
Organisasi Lini, Semua organisasi
mempunyai sejumlah fungsi-fungsi dasar yang harus dilaksanakan. Sebagai contoh, organisasi
perusahaan biasanya paling sedikit
mempunyai tiga fungsi dasar - produksi
(manufacturing atau operasi),
pemasaran (atau penjualan) dan keuangan. Fungsifungsi dasar tersebut dilaksanakan oleh semua organisasi, baik manufacturer, pedagang eceran, perusahaan jasa,
ataupun organisasi "nonprofit".
Fungsi-fungsi ini biasanya disusun dalam suatu organisasi lini dimana rantai perintah adalah jelas dan
mengalir kebawah melalui
tingkatan-tingkatan manajerial. Gambar 10.4. menunjukkan sebuah contoh
organisasi lini (tidak lengkap). Seperti terlihat, individu-individu dalam
departemen-departemen melaksanakan kegiatankegiatan utama perusahaan - produksi,
pemasaran dan keuangan. Setiap orang
mempunyai hubungan pelaporan hanya dengan satu atasan, sehingga ada kesatuan perintah.
2. Organisasi Lini dan Staf, Staf merupakan individu atau kelompok (terdiri
para ahli) dalam struktur
organisasi yang fungsi utamanya memberikan
saran dan pelayanan kepada fungsi lini. Karyawan staf atau staf departemen tidak secara langsung terlibat dalam kegiatan utama
organisasi atau departemen. Sebagai
contoh, staf spesialis pemeliharaan tidak menciptakan produk, menjual, dan mengelola keuangan. Gambar 10.5 dibawah ini menggambarkan
orgarusasi lini dan staf, di mana posisi staf ditambahkan untuk memberikan saran
dan pelay-anan departemen-departemen lini (Ian
membantu mereka mencapai tujuan organisasi
dengan lebih efektif.
D.
Wewenang Lini, Staf Dan Fungsional
1. Wewenang Lini, Wewenang Lini (lme
authority) adalah wewenang dimana atasan melakukannya atas bawahannya langsung. Ini
diwujudkan dalam wewenang perintah dan
secara langsung tercermin sebagai rantai perintah, serta diturunkan kebawah melalui tingkatan
organisasi.
2. Wewenang Staf, Wewenang staf (staff
authority) adalah hak yang dipunyai oleh
satuan-satuan staf atau para
spesialis untuk menyarankan, memberi rekomendasi, atau konsultasi kepada personalia lini. Ini tidak memberikan
wewenang kepada anggota staf untuk'memerintah lini mengerjakan kegiatan tertentu.
3.
Wewenang Staf Fungsional, Wewenang staf
fungsional (functional staff authority) adalah hubungan
terkuat yang dapat dimiliki staf dengan satuan-satuan lini. Bila dilimpahi wewenang fungsional oleh manajemen puncak
E.
Sumber Konflik
Lini-Staf
Beberapa faktor dapat menimbulkan berbagai kontlik di antara departemen dan
orang-orang lini dan staf. Faktor-faktor tersebut meliputi
1.
Perbedaan umur dan pendidikan, orang-orang staf biasanya lebih muda dan lebih berpendidikan daripada
orang-orang staf, sehingga
menimbulkan "generation gap".
2.
Perbedaan tugas, dimana orang lini lebih teknis dan
generalis, sedang staf spesialis. Hal ini menimbulkan kejadian-kejadian sebagai berikut :
a)
Karena staf sangat spesialis,
mungkin menggunakan istilah
b)
istilah dan bahasa yang tidak dapat dipahami
orang lini,
c)
Orang lini mungkin merasa bahwa
staf spesialis tidak sepe
d) nuhnya mengerti masalah-masalah lini dan
menganggap
e)
saran mereka tidak dapat
diterapkan atau dikerjakan.
3.
Perbedaan sikap, ini tercermin pada :
a)
Orang staf cenderung memperluas wewenangnya dan cenderung memberikan perintah-perintah kepada orang
lini untuk membuktikan eksistensinya.
b)
Orang staf cenderung merasa yang
paling berjasa untuk gagasan-gagasan yang diimplementasikan
oleh lini;sebaliknya,
c)
orang lini mungkin tidak
menghargai peranan staf dalam membantu pemecahan masalah-masalahnya.
d)
Orang staf selalu merasa di bawah
perintah orang lini; dilain
e)
pihak orang lini selalu curiga
bahwa orang staf ingin memperluas kekuasannya.
4.
Perbedaan posisi. Manajemen puncak
mungkin tidak mengkomunikasikan• secara jelas
luasnya wewenang staf dalam hubungannya
dengan lini. Padahal organisasi departemen staf ditempat kan relatif
pada posisi tinggi dekat manajemen puncak. Departemen lini dengan tingkatan lebih rendah cenderung tidak senang dengan hal tersebut.
F.
Delegasi Wewenang
Delegasi dapat didefinisikan sebagai pelimpahan wewenang dan tanggung jawab formal kepada orang lain untuk melaksanakan kegiatan tertentu. Delegasi wewenang adalah proses di mana para manajer mengalokasikan wewenang ke bawah kepada
orang-orang yang melapor kepadanya.
Empat kegiatan terjadi ketika delegasi dilakukan :
1.
Pendelegasi menetapkan dan
memberikan tujuan dan tugas kepada bawahan.
2.
Pendelegasi melimpahkan wewenang yang diperlukan
untuk mencapai tujuan atau tugas.
3. Penerimaan delegasi, baik implisit atau
eksplisit, menimbulkan kewajiban atau tanggung jawab.
4.
Pendelegasi menerima
pertanggungjawaban bawahan untuk hasil-hasil yang dicapai.
Efektivitas delegasi
merupakan faktor utama yang membedakan manajer sukses dan
manajer tidak sukses. Faktor penting lainnya yang menentukan efektifitas organisasi adalah derajat sentralisasi atau desentralisasi
wewenang. Konsep sentralisasi, seperti konsep delegasi, berhubungan
dengan derajat di mana wewenang dipusatkan
atau disebarkan. Bila delegasi biasanya berhubungan dengan seberapa jauh manajer mendelegasikan wewenang dan tanggung jawab kepada bawahan yang secara langsung melapor kepadanya, desentralisasi
adalah konsep yang lebih luas dan berhubungan dengan seberapa jauh
manajemen puncak mendelegasikan wewenang
ke bawah ke divisi-divisi, cabang-cabang atau satuan-satuan organisasi tingkat lebih bawah lainnya.
1.
Sentralisasi adalah pemusatan kekuasaan dan
wewenang pada tingkatan atas suatu organisasi. Desentralisasi adalah penyebaran atau pelimpahan secara
meluas kekuasaan dan pembuatan keputusan ketingkatan-tingkatan organisasi yang lebih
rendah. Keuntungan-keuntungan
desentralisasi adalah sama dengan keuntungan-keuntungan delegasi, yaitu
mengurangi beban manajer puncak,
memperbaiki pembuatan keputusan karena dilakukan dekat dengan permasalahan, meningkatkan latihan, moral
dan inisiatif manajemen bawah, dan membuat lebih fleksibel dan lebih
cepat dalam pembuatan keputusan.
Keuntungan-keuntungan ini tidak berarti bahwa desentralisasi "baik" dan sentralisasi
"jelek", karena tidak ada
organisasi yang sepenuhnya dapat
disentralisasi atau di desentralisasi. Oleh sebab itu, pertanyaarnya
adalah bukan apakah organisasi harus
didesentralisasi, tetapi sampai seberapa jauh desentralisasi perlu dilakukan.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Derajat
Desentralisasi
Desentralisasi
mempunyai nilai hanya bila dapat membantu organisasi
mencapai tujuannya dengan efisien. Penentuan derajat desentraligasi
sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai beriku t:
1.
Filsafat manajemen. Banyak manajer puncak yang sangat otokratik dan menginginkan pengawasan pusat yang kuat. Hal ini akan mempengaruhi kesediaan manajemen untuk mendelegasikan
wewenangnya.
2. Ukuran dan tingkat pertumbuhan organisasi. Organisasi tidak mungkin efisien bila
semua wewenang pembuatan keputusan
3. Strategi dan lingkungan organisasi.
Strategi
organisasi akan mempengaruhi tipe pasar,
lingkungan teknologi, dan persaingan yang
harus dihadapinya. Faktor-faktor ini selanjutnya akan mempengaruhi derajat desentralisasi.
4.
Penyebaran geografis
organisasi. Pada umumnya, semakin menyebar satuan-satuan organisasi secara geografis,
organisasi akan cenderung melakukan desentralisasi,
karena pembuatan keputusan akan lebih sesuai dengan kondisi lokal
masing-masing.
5. Tersedianya
peralatan pengawasan yang efektif. Organisasi yang kekurangan
peralatan-peralatan efektif untuk melakukan pengawasan satuan-satuan tingkat bawah
akan cenderung melakukan sentralisasi bila manajemen tidak dapat dengan
mudah memonitor pelaksanaan kerja bawahannya.
6. Kualitas manajer. Desentralisasi memerlukan lebih banyak manajer-manajer
yang berkualitas, karena mereka harus
membuat keputusan sendiri.
7. Keaneka-ragaman
produk dan jasa. Makin beraneka-ragam
produk atau jasa yang ditawarkan,
organisasi cenderung melakukan desentralisasi,
dan sebaliknya semakin tidak beraneka-ragam, lebih cenderung sentralisasi.
8.
Karakteristik-karakteristik
organisasi lainnya, seperti biaya dan risiko yang berhubungan dengan pembuatan keputusan, sejarah pertumbuhan organisasi, kemampuan manajemen bawah, dan sebagainya.
Faktor-faktor yang mempengaruhi derajat sentralisasi
dan desentralisasi dalam, suatu organisasi,
mungkin berbeda dengan berbedanya divisi
atau departemen organisasi atau perubahan lingkunaan internal maupun eksternai. Jadi, pendekatan
paling logik yang dapat digunakan organisasi adalah mengamati
segala kemungkinan yang terjadi (contingency approach).
BAB VII
MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA
A. Pentingnya Sumber Daya Manusia dalam Organisasi
Peranan sumber daya manusia dalam perusahaan memiliki peran serta fungsi yang penting bagi tercapainya tujuan
organisasi perusahaan. Sumber daya manusia di sini
mencakup keseluruhan manusia yang ada di dalam organisasi perusahaan, yaitu mereka yang secara keseluruhan terlibat dalam operasionalisasi bisnis perusahaan, dari level yang paling bawah, seperti satpam, pekerja di bagian
pemrosesan barang tmtuk jenis
perusahaan produksi, atau juga tenaga penjual langsung (direct seller) yang direkrut perusahaan hingga ke posisi direktur utama (Chief Executif
Officer) yang menempati
level teratas dalam bisnis perusahaan.
Sekalipun berbeda level, akan tetapi kesemua sumber
daya manusia tersebut merniliki peran yang sarna dan signifikan bagi tercapai tidaknya
tujuan dari perusahaan.
Pengabaian terhadap salah satu bagian dari sumber daya manusia tersebut
akan berimplikasi serius terhadap terhambatnya pencapaian tujuan
perusahaan. Pengertian ini mencakup dari mulai memilih siapa saja yang pantas untuk memiliki
kualifikasi seperti yang disyaratkan, perusahaan hingga bagaimana agar kualifikasi ini dapat
dipertahankan bahkan ditingkatkan serta dikembangkan dari waktu ke waktu.
Oleh karena manajemen sumber daya manusia ini merupakan proses yang berkelanjutan, sejalan
dengan proses operasionalisasi perusahaan, maka perhatian terhadap sumber daya
manusia ini memiliki tempat yang khusus dalam organisasi
perusahaan. Dalam struktur organisasi perusahaan, di antara faktor yang perlu mendapat
perhatian khusus dari para manajer adalah manajemen sumber daya manusia.
Setelah struktur organisasi didesain, kemudian setelah kewenangan dan tanggung
jawab disusun, dan pekerjaan ditentukan, maka langkah berikutnya adalah
menentukan dan menempatkan sumber daya manusia yang sesuai untuk setiap bagian
dalam organisasi.
B.
Pengertian Manajemen
Sumber Daya Manusia
Manajemen sumber daya manusia bisa didefinisikan
sebagai proses serta upaya untuk merekrut, mengembangkan, memotivasi, serta
mengevaluasi keseluruhan sumber daya manusia yang diperlukan
perusahaan dalamn pencapaian tujuannya. Pengertian ini mencakup dari mulai
memilih siapa saja yang memiliki kualifikasi dan pantas untuk menempati posisi dalam perusahaan (the man on
the right place) seperti yang disyaratkan perusahaan hingga bagaimana agar kualifikasi
ini dapat dipertahankan bahkan ditingkatkan
serta dikembangkan dari waktu ke waktu. Oleh karena manajemen sumber daya manusia ini merupakan proses yang berkelanjutan,
sejalan dengan proses operasionalisasi
perusahaan, maka perhatian terhadap sumber daya manusia ini memiliki tempat
yang khusus dalamn organisasi
perusahaan. Dalam struktur organisasi perusahaan, terutamanya perusahaan menengah dan besar, selain direktur utama, bagian
yang bertanggung jawab dan berfungsi mengelola urusan sumber daya
manusia ini adalah bagian sumber daya manusia,
atau biasanya lebih dikenal dengan bagian personalia. Adapun untuk perusahaan kecil-kecilan yang jurnlah sumber daya manusianya di bawah 10 orang-seperti
home industry, bisnis warung, dan sebagainya-biasanya pengelolaan
sumber daya manusia ini langsung
ditangani oleh sang direktur atau manajer atau bosnya
C.
Proses Manajemen Sumber Daya Manusia
Yang dimaksud dengan proses manajemen sumber daya manusia adalah segala proses yang berkaitan dengan
upaya yang dilakukan dari mulai perencanaan sumber daya manusia, perekrutan,
penandatanganan kontrak kerja, penempatan tenaga kerja, hingga pembinaan dan
pengembangan tenaga kerja guna menempatkan dan tetap memelihara tenaga
kerja pada posisi~dan kualifikasi tertentu serta bertanggung jawab sesuai dengan
persyaratan yang diberikan kepada tenaga kerja tersebut.
Secara garis besar
proses manajemen SDM dibagi ke dalam lima bagian fungsi utama yang terdiri
dari:
1.
Human Resource Planning. Merencanakan kebutuhan
dan pemanfaatan sumber daya manusia bagi perusahaan.
2.
Personnel Procurement. Mencari dan
rnend"apatkan sumber daya manusia, termasuk di dalamnya rekrutmen,
seleksi dan penempatan serta kontrak tenaga kerja.
3.
Personnel Development. Mengembangkan sumber
daya manusia, termasuk di dalamnya program orientasi tenaga
kerja, pendidikan dan pelatihan.
4.
Personnel Maintenance. Memelihara sumber daya
manusia, termasuk di dalamnya pemberian penghargaan, insentif, jaminan
kesehatan dan keselamatan tenaga kerja, dan lain sebagainya.
5.
Personnel Utilization. Memanfaatkan dan
mengoptimalkan sumber daya manusia, termasuk di dalamnya promosi,
demosi, transfer dan juga separasi.
a) Perencanaan Sumber Daya Manusia (Human Resource Planning)
Setiap aktivitas manajemen
biasanya diawali dengan planning atau perencanaan. Sebagaimana adagium
dalam teori manajemen: If we fail to plan, we will plan
to fail, sekiranya kita gagal dalam merencanakan, maka
kita pada hakikatnya telah merencanakan kegagalan. Oleh karena itu,
perencanaan dalam kaitannya dengan sumber daya manusia juga menjadi sebuah
keharusan dalam operasionalisasi perusahaan. Perencanaan
sumber daya manusia adalah perencanaan strategis untuk mendapatkan dan memelihara kualifikasi sumber daya
manusia yang diperlukan bagi
organisasi perusahaan dalam mencapai tujuan
perusahaan. Sekalipun misalnya sebuah perusahaan telah memiliki sumber daya manusia yang memadai dan andal, namun
perusahaan juga perlu memastikan akan keterpeliharaan dan ketersediaannya
di masa yang akan datang. Kasus-kasus seperti halnya "pembajakan
tenaga kerja", larinya tenaga kerja ke perusahaan lain, dan lain sebagainya merupakan salah satu indikasi perlunya
sebuah perencanaan dipersiapkan dengan
sebaik-baiknya.
b) Penyediaan Sumber Daya Manusia
(Personnel Procurement)
Ketersediaan sumber daya manusia
menurut kualifikasi tertentu merupakan konsekuensi logis dan implikasi dari
adanya perencanaan sumber daya manusia sebagaimana dijelaskan pada bagian
sebelumnya. Setelah perencanaan sumber daya manusia dibuat, maka langkah
selanjutnya dalam pelaksanaannya adalah penyediaan sumber daya manusia atau penyediaan
tenaga kerja. Ada beberapa aktivitas yang masuk dalam kategori penyediaan
tenaga kerja ini, di antaranya adalah proses rekrutmen, seleksi, dan penempatan
tenaga kerja. Rekrutmen adalah upaya perusahaan untuk
mendapatkan tenaga kerja yang diperlukan sesuai dengan kualifikasi yang telah ditetapkan dalam perencanaan
tenaga kerja. Rekrutmen dapat dilakukan melalui pemasangan Man dalam media massa,
pengajuan permohonan pada institusi-institusi pendidikan, dan lain-lain. Seleksi
adalah upaya untuk memperoleh tenaga kerja yang memenuhi syarat kualifikasi
dari sekian banyak pendaftar atau calon tenaga kerja yang dimiliki oleh perusahaan dari
proses rekrutmen tadi. Penempatan adalah proses pemilihan tenaga
kerja yang disesuaikan dengan kualifikasi yang dipersyaratkan serta
menempatkannya pada tugas yang telah ditetapkan.
c) Pengembangan Sumber-Sumber
Penawaran Personalia
Pada umumnya, semakin besar dan banyak sumber-sumber
penawaran, semakin besar kemungkinan bagi perusahaan untuk menemukan personalia dengan kualitas yang dibutuhkan. Sebagian besar manajer-manajer efektif yang menyadari hal ini, mengembangkan dan memelihara berbagai
sumber penawaran yang berbeda. Sebagai contoh,
jalinan kerjasama antara perusahaan dengan universitas-universitas dalam penarikan tenaga kerja.
D.
Penarikan Dan Seleksi Karyawan
Setelah ditentukan kebutuhan
personalia organisasi baik mutu/ jenis maupun jumlahnya, maka langkah
selanjutnya adalah penarikan dan perolehan karyawan-karyawan tersebut dari
sumber dalam perusahaan sendiri atau dari sumber luar perusahaan.
Kemudian, organisasi melakukan seleksi terhadap para calon
karyawan yang tersedia dari
hasil penarikan.
1. Penarikan Personalia, Penarikan (recruitment) berkenaan dengan
pencarian dan penarikan sejumlah karyawan potensial yang akan diseleksi untuk
memenuhi
kebutuhan-kebutuhan organisasi. Penarikan menyangkut usaha untuk memperoleh
karyawan dalam jumlah yang tepat dengan kemampuan-kemampuan yang dibutuhkan untuk
mengisi jabatan jabatan yang tersedia. Metoda-metoda yang digunakan untuk
menarik personalia bervariasi dengan perbedaan karyawan, dalam industri
yang berbeda dan dalam lokasi yang berbeda. Banyak
manajer menunggu secara pasif para pelamar yang datang kepadanya. Banyak manajer lainnya mempergunakan pendekatan lebih agresif dalam pencarian
karyawan potensial. Metoda-metoda penarikan yang biasa digunakan meliputi : pengiklanan,
leasing (penggunaan tenaga honorer), rekomendasi dari karyawan yang
sedang bekerja (employee referrals.), penarikan
lewat lembaga-lembaga pendidikan,
kantor penempatan tenaga kerja, serikat
buruh dan penggunaan komputer.
2.
Seleksi Personalia, Seleksi adalah pemilihan
seseorang tertentu dari sekelompok karyawan-karyawan potensial untuk
melaksanakan suatu jabatan tertentu. Dalam teori, seleksi tampak sederhana.
Seperti telah dibahas sebelumnya, manajemen memutuskan pekerjaan apa yang terlibat dan kemampuan-kemampuan
individu yang dibutuhkan untuk melaksanakan pekerjaan secara efektif. Kemudian
manajer melihat prestasi para pelamar di waktu yang lalu dan memilih seseorang
yang memiliki kemampuan,
pengalaman dan kepribadian yang paling memenuhi persyaratan suatu
jabatan. Tetapi sebenarnya seleksi tidak sesederhana itu dalam praktek. Seleksi
lebih rumit dari apa yang dibayangkan. Prestasi masa lalu
masih merupakan penunjuk paling baik bagi prestasi di masa
mendatang. Apa yang telah dilakukan seseorang di waktu yang lalu, seperti
ditunjukkan oleh laporan-laporan sekolah, pengalaman kerja dan
kegiatan-kegiatan di luar kurikulum, adalah prediktor paling baik tentang apa
vang kemungkinan akan dilakukan di waktu yang akan datang. Pemilihan karyawan
vang "tepat" untuk jabatan
yang "tepat" akan sangat membantu kemajuan organisasi.
Prosedur Seleksi. Berbagai prosedur
seleksi untuk membandingkan pelamar dengan spesifikasi jabatan tersedia.
Langkah-langkah dalam prosedur seleksi yang biasa digunakan adalah
Wawancara pendahuluan, Pengumpulan data-data pribadi (biografis), Pengujian (testing), Wawancara yang lebih
mendalam, Pemeriksaan referensi-referensi prestasi,
Pemeriksaan kesehatan,
Keputusan pribadi, Orientasi jabatan.
3.
Orientasi Karyawan
Baru, Setelah diseleksi, karyawan ditempatkan pada suatu pekerjaan dan diperkenalkan dengan organisasi melalui
berbagai bentuk orientasi. Tahap orientasi (kadang-kadang dikenal sebagai
tahap induksi) merupakan kegiatan pengenalan
dan penyesuaian karyawan baru dengan
organisasi. Proses ini merupakan proses yang penting karena suatu pekerjaan
baru adalah sulit dan penyebab frustrasi bagi karyawan baru. 2) Karyawan baru tersebut mungkin memenuhi syarat bagi suatu pekerjaan/jabatan, tetapi situasi baru
adalah berbeda dan asing, serta proses orientasi yang jelek dapat memadamkan antusiasme dan usaha mulai dari permulaan. Sekitar separo
perputaran tenaga kerja terjadi selama
periode pembayaran pertama. Proses
orientasi perlu dilakukan dengan hati-hati dan bijaksana. Proses ini dapat
merupakan pengenalan sederhana dengan para karyawan lama, tetapi juga dapat merupakan proses panjang, yang meliputi pemberian informasi mengenai
kebijaksanaan-kebijaksanaan personalia
(kondisi kerja, upah, dan jaminan sosial), prose dur-p rose dur kerja, gambaran
umum sejarah dan sifat perusahaan, dan manfaat-manfaat yang diperoleh
karyawan baru. Berhasilnya karyawan baru bergabung dengan suatu lingkungan kerja banyak tergantung pada pelaksanaan tugas para penyelia. Oleh sebab itu sering dipakai
ukuran kepuasan para penyelia dan
karyawan-karyawan lama terhadap
masuknya karyawan baru tersebut, di
samping kepuasan karyawan baru, untuk menilai keberhasilan proses orientasi . Bila tahap seleksi tidak berbuat kesalahan biasanya proses orientasi juga tidak akan mengalami kesulitan.
E.
Latihan Dan Pengembangan
Karyawan
Karyawan-karyawan
barn biasanya telah mempunyai pendidikan
dan latihan dasar yang dibutuhkan.
Mereka adalah produk dari suatu sistem pendidikan dan pengalaman yang
telah memberikan kepada mereka suatu tingkat
kemampuan dan kecakapan tertentu. Para manajer
harus mulai dengan tingkat kemampuan dan kecakapan karyawan sekarang dan atas dasar hal tersebut membuat
karyawan menjadi lebih produktif.
1.
Metoda-metoda Latihan dan Pengembangan
Ada banyak
metoda yang dapat digunakan bagi pengembangan karyawan.
Tetapi pada umumnya, karyawan dikembangkan dengan metoda "on the job" dan "off the job". Metoda-metoda "On-the-job". Metoda-metoda "on-the-job" yang biasa digunakan adalah 1) Coaching, di mana atasan memberikan
bimbingan dan pengarahan kepada bawahan dalam pelaksanaan pekerjaan rutin mereka, 2) planned
progression atau pemindahan karyawan dalam saluran-saluran yang ditentukan melalui tingkatantingkatan organisasi yang berbeda, 3) rotasi
jabatan atau pemindahan karyawan
melalui jabatan jabatan yang bermacam-macam
dan berbeda-beda, 4) penugasan sementara, di mana bawahan ditempatkan pada posisi manajemen tertentu untuk jangka waktu yang
ditetapkan, dan 5) sistem-sistem penilaian prestasi formal. Banyak
perusahaan-perusahaan besar telah memperoleh sukses dengan program-program pengembangan manajemen "on-the-job".
BAB VIII
KOMUNIKASI DALAM ORGANISASI
A.
Peranan komunikasi dalam manajemen organisasi
1.
Pengertian organisasi
Komunikasi adalah proses pemindahan dlam bentuk gagasan atau
informasi dari seseorang ke orang lain. Pemindahan pengertian tersebut
melibatkan lebih dari sekedar kata-kata yang digunakan dalam percakapan, tetapi
juga ekspresi wajah, intonasi, titik putus vokal dan sebagainya. Dan
perpindahan yang efektif memerlukan tidak hanya transmisi data, tetapi bahwa
seseorang mengirimkan berita dan menerimanya sangat tergantung pada
keterampilan tertentu (membaca, menulis, mendengar, berbicara dan lain-lain)
untuk membuat sukses pertukaran informasi. Konsep komunikasi mempunyai
unsur-unsur
a.
Suatu
kegiatan untuk membuat seseorang mengerti
b.
Suatu
sarana pengaliran informasi
c.
Suatu
sistem bagi tejalinnya komunikasi di antara individu-individu
Storner, freenan, dan gilbert (1995) medefinisikan komukasi sebagai
proses dimana seorang berusaha untuk memberikan pengertian atau pesan kepada
orang lain melalui pesan simbolis. Komunikasi memiliki beberapa elemen penting
yaitu :
a.
Komunikasi
melibatkan orang-orang. Sehingga komunikasi yang efektif terkait dengan
bagaimana orang-orang.
b.
Komunikasi
berarti terjadinya berbagi informasi atau pemberian informasi maupun
pengertian, sehingga agar pemberian informasi maupun pengertian ini dapat
terjadi,maka pihak-pihak yang berkomunikasi perlu menyadari dan mengerti
berbagai istilah atau pengetian yang mereka gunakan dalam melakukan komunikasi.
c.
Komunikasi
melibatkan simbol-simbol yang berarti komunikasi dapat berupa bahasa tubuh,
suara, huruf, angka, dan lain-lain sebagai bentuk simbolis dari komunikasi yang
dilakukan.
2.
Proses terjadinya komunikasi
Suatu sistem komunikasi informasi organisasi mencerminkan berbagai
macam individu dengan latar belakang pendidikan, kepercayaan, kebudayaan,
keadaan jiwa dan kebutuhan yang berbeda-beda.
a.
Model komunikasi antar pribadi
·
Sumber
(source), dalam organisasi sumber adalah pihak yang mempunyai kebutuhan dan
keinginan untuk mengkomunikasikan sesuatu gagasan, pemikiran, informasi dan
sebagainya.
·
Pengubahan
berita kedalam sandi/kode (enconding), langkah ini mengubah berita ke dalam
berbagai bentuk simbol-simbol verbal atau nonverbal yang mampu memindahkan
pengertian, seperti kata-kata percakapan atau memintulisan, angka, gerakan
ataupun kegiatan.
·
Pengiriman
berita (transmiting the message), langkah ini mencerminkan pilihan komunikator
terhadap media atau saluran distribusi.
·
Penerimaan
berita, langkah ini penerimaan berita oleh pihak penerima.
·
Pengartian
dan penerjemahan kembali berita (decoding)
·
Umpan
balik (feedback)
b.
Komunikasi organisasi
Raymond V. Lesikar menguraikan faktor-faktor yang mempengaruhi
efektivitas komunikasi organisasi, yaitu saluran komunikasi organisasi yaitu :
·
Saluran
komunikasi formal
·
Struktur
organisasi wewenang organisasi
·
Spesialisasi
jabatan
·
Pemilikan
informasi
·
Jaringan
komunikasi
c.
Saluran komunikasi dalam organisasi
1.
Komunikasi vertikal, Komunikasi
vertikal terdiri atas komunikasi ke atas dan ke bawah sesuai rantai perintah.
Kommunikasike bawah dimulai dari manajemen puncvak kemudian mengalir ke bawah
melalui tingkatan-tingkatan manajemen sampai ke karyawan lini dan personalia
paling bawah. Maksud utama komunikasi ke bawah adalah untuk memberi pengarahan,
informasi, instruksi, nasihat/saran dan penilaian kepada bawahan serta
memberikan informasi kepada para anggota organisasi tentang tujuan dan
kebijaksanaan organisasi.
Fungsi
utama komunikasi ke atas adalah untuk mensuplai informasi kapada tingkatan
manajemen atas tentang apa yang terjadi pada tingkatan bawah.
2.
Komunikasi Lateral atau Horizontal
Komunikasi
lateral atau horizontal meliputi hal-hal berikut ini :
·
Komunikasi di antara para anggota dalam
kelompok kerja sama
·
Komunikasi
yang tejadi antara dan di antara departemen-departemen pada tingkat organisasi
yang sama
3.
Komunikasi diagonal
Komunikasi
diagonal merupakan komunikasi yang memotong secara menyilang diagonal rantai
perintah organisasi. Hal ini sering terjadi sebagai hasil hubungan-hubungan
departemen lini atau staf.
d.
Peranan komunikasi informal
Komunikasi informal adalah juga bagian penting aliran komunikasi
organoisasi. Bentuk komunikasi ini timbul berbagai maksud, yang meliputi antara
lain:
·
Pemuasan
kebutuhan-kebutuhan manusiawi, sperti kebutuhan untuk berhubungan dengan orang
lain
·
Perlawanan
terhadap pengaruh-pengaruh yang menonton atau membosankan
Pemenuhan keinginan untuk memengaruhi perilaku yang tidak
disediakan saluran-saluran komunikasi formal.
Tipe
komunikasi informal yang palinng terkenal adalah grapeme (mendengar sesuatu
bukan dari sumber resmi, tetapi dari desas desus, kabar angin atau slentingan).
Sistem ini di anggap merusak dan merugikan karena tidak jarang terjadi
penyebaran informasinya tidak tepat, tidak lengkap dan menyimpangan.
e.
Efektivitas komunikasi
1.
Kesadaran akan kebutuhan komunikasi efektif
Pentingnya
komunikasi menyebabkan banyak perusahaan besar menggunakan para ahli
komunikasi. Para spesialis komunikasi ini membantu perbaikan komunikasi denagn
bantuannya kepada apara penyedia memecahkan masala-masalah komunikasi penutupan
pabrik dan relokasi dan terminasi serta pengukuran kualitas kegiatan-kegiatan
komunikasi melalui interview atau survey.
2.
Penggunaan umpan balik
Cara
manajer berkomunikasi dengan para bawahannya dapat menentukan jumlah umpan
balik yang akan mereka terima. Di samping itu, tipe komunikasi yaang
digunakanndan lingkungan komunikasi penting dalam penentuan umpan balik macam
apa yang didapatkannya. Dalam hal ini manajer perlu memainkan peranan aktif
dalam pengadaan umpan balik tersebut.
Salah
satu peralatan yang digunakan secara efektif oleh para psikolog, pembimbing dan
orang-orang yang profesinya memerlukan pemahaman yang mendalam tentang klien
mereka yaitu active listening dapat dipergunakan untuk mengembangkan dimensi
baru keterampilan manajemen para manajer, prinsip dasar peralatan ini adalah
penggunaan reflective statement oleh pendengar.
3.
Pedoman komunikasi yang baik
·
Cari
kejelasan gagasan-gagasan terlebih dahulu sebelum dikomunikasikan
·
Teliti
tujuan sebenarnya setiap komunikasi
·
Pertimbangankan
keadaan fisik dan manusia keseluruhan kapan saja komunikasi akan dilakukan
·
Konsultasikan
dengan pihak-pihak lain
·
Perhatikan
tekanan nada dan ekspresi lainnya sesuai isi dasar berita selama berkomunikasi
·
Ambil
kesempatan, bila tiimbul untuk medapu atatkan segala sesuatu yang membantu atau
umpan balik
·
Ikuti
lebih lanjut komunikasi yang telah dilakukan
·
Perhatikan
konsitensi komunikasi
·
Tindakan
atau perbuatan harus mendorong komunikasi
·
Jadilah
pendengar yang baik, berkomunikasi tidak hanya untuk dimengerti tetapi untuk
mengerti.
BAB IX
KEPIMPINAN DALAM ORGANISASI
A.
Konsep Dasar Kepemimpinan
1.
Pengertian
Kepemimpinan
Kepemimpinan dapat diartikan sebagai proses mernengaruhi dan mengarahkan para pegawai dalam
melakukan pekerjaan yang telah ditugaskan kepada mereka. Sebagaimana didefinisikan oleh Stoner, Freeman, dan Gilbert (1995), kepemimpinan adalah the process of directing and influencing the task-related activities
of group members.
Kepemimpinan adalah proses dalam
mengarahkan dan memengaruhi para anggota dalam hat berbagai aktivitas yang harus
dilakukan. Lebih jauh lagi, Griffin (2000) membagi pengertian kepemimpinan
menjadi 2 konsep, yaitu sebagai proses, dan sebagai atribut. Sebagai proses, kepemimpinan difokuskan kepada apa yang dilakukan oleh para pemimpin, yaitu
proses di mana para pemimpin menggunakan pengaruhnya untuk memperjelas tujuan
organisasi bagi para pegawai, bawahan, atau yang dipimpinnya, memotivasi mereka untuk
mencapai tujuan tersebut, serta membantu menciptakan suatu budaya produktif
dalam organisasi. Adapun dari sisi atribut, kepemimpinan adalah kumpulan karakteristik yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin.
Oleh karena itu, pemimpin dapat
didefinisikan sebagai seseorang yang memiliki kemampuan untuk memengaruhi
perilaku orang lain tanpa menggunakan
kekuatan, sehingga orang-orang yang
dipimpinnya menerima dirinya sebagai sosok yang layak memimpin mereka.
B.
Pendekatan-Pendekatan Studi
Kepemimpinan
Penelitian-penelitian
dan teori-teori kepemimpinan dapat diklasifikasikan sebagai
pendekatan-pendekatan kesifatan, perilaku, dan situasional ("contingency") dalam studi tentang kepemimpinan.
Pendekatan pertama
memandang kepemimpinan sebagai suatu kombinasi sifat-sifat (traits) yang tampak.
Pendekatan kedua bermaksud mengidentifikasikan perilaku-perilaku (behaviors) pribadi yang berhubungan dengan
kepemimpinan efektif. Kedua pendekatan ini mempunyai anggapan bahwa seorang
individu yang memiliki sifat-sifat tertentu atau memperagakan perilaku-perilaku tertentu akan muncul sebagai pemimpin dalam situasi kelompok
apapun di mana dia berada.
C.
Pendekatan Perilaku
Kepemimpinan
Pendekatan-pendekatan
kesifatan dalam kenyataannya tidak dapat
menjelaskan apa yang menyebabkan
kepemimpinan efektif. Oleh sebab itu
pendekatan perilaku tidak lagi mencoba untuk mencari jawab sifat-sifat pemimpin, tetapi mencoba untuk
menentukan apa yang dilakukan oleh
para pemimpin efektif - bagaimana mereka
mendelegasikan tugas, bagaimana mereka berkomunikasi dengan dan memotivasi
bawahan mereka, bagaimana mereka menjalankan tugastugas, dan sebagainya. Tidak seperti sifat-sifat, bagaimanapun juga, perilaku-perilaku
dapat dipelajari atau dikembangkan. Sehingga individu-individu dapat dilatih dengan perilaku-perilaku kepemimpinan yang tepat
agar mampu memimpin lebih efektif.
D. Fungsi-Fungsi Kepemimpinan
Pendekatan
perilaku membahas orientasi atau identifikasi pemimpin. Aspek pertama
pendekatan perilaku kepemimpinan menekankan
pada fungsi-fungsi yang dilakukan
pemimpin dalam kelompoknya. Agar kelompok berjalan dengan efektif, seseorang harus melaksanakan dua
fungsi utama : (1) fungsi-fungsi
yang berhubungan dengan tugas ("task-related") atau
pemecahan masalah, dan (2) fungsi-fungsi pemeliharaan kelompok ('group-maintenance") atau sosial. Fungsi pertama menyangkut pemberian saran penyelesaian, informasi dan pendapat. Fungsi kedua mencakup segala
sesuatu yang dapat membantu kelompok berjalan lebih lancar - persetujuan dengan kelompok lain,
penengahan perbedaan pendapat, dan sebagainya.
E.
Gaya-Gaya Kepemimpinan
Pandangan kedua tentang perilaku kepemimpinan memusatkan pada gaya pemimpin
dalam hubungannya dengan bawahan. Para peneliti telah mengidentifikasikan
dua gaya kepemimpinan : gaya de- - ngan orientasi
tugas (task-oriented) dan gaya
dengan orientasi karyawan (employ ee-oriented). Manajer berorientasi tugas mengarahkan dan
mengawasi bawahan secara tertutup untuk menjamin bahwa tugas dilaksanakan sesuai yang diinginkannya. Manajer dengan gaya kepemimpinan ini lebih memperhatikan pelaksanaan
pekerjaan dariPada pengembangan dan
pertumbuhan karyawan. Manajer berorientasi karyawan mencoba untuk lebih
memotivasi bawahan dibanding mengawasi
mereka. Mereka mendorong para anggota kelompok untuk melaksanakan tugas-tugas dengan memberikan
kesempatan bawahan untuk berpartisipasi dalam pembuatan keputusan,
menciptakan suasana persahabatan serta hubungan-hubungan
saling mempercayai dan menghormati dengan
para anggota kelompok.
1.
Teori X Dan Teori
Y Dari Mcgregor
Anggapan-anggapan Teori X :
a) Rata-rata pembawaan
manusia malas atau tidak menyukai pekerjaan dan akan menghindarinya bila mungkin.
b) Karena karakteristik manusia tersebut,
orang harus dipaksa, diawasi, diarahkan,
atau diancam dengan hukuman agar mereka
menjalankan tugas untuk mencapai tujuan-tujuan organisasi.
c)
Rata-rata manusia lebih menyukai
diarahkan, ingin menghindari tanggung jawab, mempunyai
ambisi relatif kecil, dan menginginkan keamanan/jaminan hidup di atas
segalanya.
Anggapan-anggapan
Teori Y :
a)
Penggunaan usaha phisik dan mental dalam
bekerja adalah kodrat manusia,
seperti bermain atau istirahat.
b)
Pengawasan dan ancaman hukuman eksternal bukanlah satusatunya cara untuk mengarahkan usaha pencapaian
tujuan organisasi. Orang akan
melakukan pengendalian diri dan pengarahan
diri untuk mencapai tujuan yang telah
disetujuinya.
c) Keterikatan pada tujuan merupakan fungsi
dari penghargaan yang berhubungan dengan prestasi mereka.
d)
Rata-rata manusia, dalam kondisi
yang layak,
belajar tidak hanya untuk menerima
tetapi mencari tanggung jawab,
e) Ada kapasitas besar untuk melakukan
imajinasi, kecerdikan dan
f)
kreatifitas dalam penyelesaian
masalah-masalah organisasi yang secara luas tersebar pada
seluruh karyawan.
g)
Potensi intelektual rata-rata manusia hanya digunakan
sebagian saja dalam kondisi kehidupan
industri modern.
BAB X
FUNGSI PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN
A. Konsep Dasar Fungsi Pengawasan
1.
Beberapa Pengertian
dari Pengawasan
Beberapa pengertian pengawasan telah dikemukakan oleh banyak penulis di bidang manajemen, di
antaranya oleh Schermerhorn (2002), Stoner, Freeman, dan Gilbert (2000), serta Mockler.
Schermerhorn mendefinisikan pengawasan sebagai proses dalam menetapkan ukuran
Kinerja dan pengambilan tindakan yang dapat mendukung pencapaian hasil yang diharapkan sesuai
dengan Kinerja yang telah ditetapkan Tersebut.
(Controlling is the process of measuring performance and taking
action to ensure desired results). Berdasarkan pengertian ini,
Schermerhorn menekankan fungsi pengawasan pada penetapan standar Kinerja
dan tindakan yang harus dilakukan dal.am rangka pencapaian Kinerja yang telah ditetapkan.
Dengan demikian, manajer di pc-rusahaan perlu menetapkan standar Kinerja
untuk setiap pekerjaan yang akan dilakukan, apakah di-misalnya-bagian
sumber daya manusia, produksi, pemasaran, ataupun bagian lain dalam perusahaan.
Standar Kinerja ini akan menjadi ukuran apakah pada pelaksanaannya nanti,
manajer perlu melakukan tindakan koreksi ataukah tidak sekiranya ditemukan
beberapa atau berbagai penyimpangan. Penjelasan ini sejalan dengan pengertian pengawasan menurut Stoner, Freeman, dan Gilbert
(2000) di mana mcnurut mereka Control adalah the process of
ensuring that actual activities conform the planned activities. Jadi,
pengawasan adalah proses untuk memastikan bahwa segala aktivitas yang terlaksana sesuai
dengan apa yang telah direncanakan.
2.
Tujuan dari Fungsi
Pengawasan
Griffin (2000) menjelaskan bahwa terdapat empat tujuan dari fungsi
pengawasan. Keempat tujuan tersebut adalah adaptasi lingkungan, meminimalkan kegagalan,
meminimumkan biaya, dan mengantisipasi kompleksitas dari organisasi.
Adaptasi Lingkungan, Tujuan pertama dari fungsi pengawasan adalah agar perusahaan dapat terus beradaptasi dengan perubahan yang terjadi
di lingkungan perusahaan, baik lingkungan yang bersifat internal maupun lingkungan eksternal. Sebagai contoh, ketika
teknologi informasi dan komputer belum secartggih saat ini, kualifikasi minimum tenaga kerja di sebuah perusahaan barangkali hanya dibatasi pada kemampuan mengetik,
atau kualifikasi pendidikan minimum,
seperti SMU dan lain-lain.
Meminimumkan Kegagalan, Tujuan kedua dari
fungsi pengawasan adalah untuk meminimumkan kegagalan. Ketika perusahaan
melakukan kegiatan produksi misalnya, perusahaan berharap agar kegagalan seminimal
mungkin. Ketika perusahaan memiliki target produksi sebanyak 10.000 unit, maka
perusahaan berharap bahwa bagian produksi dapat menghasilkan produk sebanyak unit tersebut. Katakanlah,
ketika bagian produksi ternyata hanya mampu menghasilkan 9.000
unit yang memenuhi standar, dan 1.000 unit yang tidak memenuhi standar, maka perusahaan mengalami 1.000
unit kegagalan dalam produksi, dan hal
tersebut akan sangat merugikan
perusahaan karena target tidak
tercapai. Oleh karena itu perusahaan
perlu menjalankan fungsi pengawasan agar kegagalankegagalan tersebut dapat diminimumkan.
Meminimumkan Biaya, Tujuan ketiga dari
fungsi pengawasan adalah untuk meminimumkan biaya. Sebagaimana contoh yang telah dikemukakan di
atas, ketika perusahaan mengalami kegagalan sebanyak 1.000 unit, maka akan
ada pemborosan biaya sebanyak 1.000 unit yang tidak memberikan keuntungan
bagi perusahaan. Oleh karena itu, fungsi pengawasan melalui penetapan standar
tertentu dalam meminimumkan kegagalan dalam produksi misalnya, akan dapat meminimumkan
biaya yang harus dikeluarkan oleh
perusahaan.
Antisipasi Kompleksitas Organisasi, Tujuan terakhir dari fungsi
pengawasan adalah agar perusahaan dapat mengantisipasi berbagai
kegiatan organisasi yang kompleks. Kompleksitas tersebut dari mulai
pengelolaan terhadap produk, tenaga kerja,
hingga berbagai prosedur yang terkait
dengan manajemen organisasi. Oleh karena
itu, jelas fungsi pengawasan
memiliki peran penting untuk merijamin bahwa kompleksitas tersebut dapat
diantisipasi dengan baik.
3.
Langkah-langkah dalam
Proses Pengawasan
Langkah-langkah yang dilakukan dalam
fungsi pengawasan terdiri dari:
a)
Penetapan standar dan metode
penilaian Kinerja
b)
Penilaian Kinerja
c)
Penilaian apakah Kinerja memenuhi
standar ataukah tidak
d)
Pengambilan tindakan koreksi
4.
Penetapan Standar dan
Metode Penilaian Kinerja
Penilaian Kinerja, Pada dasarnya penilaian
Kinerja adalah upaya untuk membandingkan Kinerja yang dicapai dengan tujuan dan standar yang telah ditetapkan
semula. Penilaian Kinerja merupakan sebuah proses yang berkelanjutan dan terus-menerus.
Terdapat beberapa kegiatan yang hanya dapat dilihat
kualitas pengerjaannya pada saat akhir dari kegiatan tersebut. Misalnya saja sebuah proses
produksi dari sepasang sepatu. Setelah sepasang sepatu jadi, maka kita dapat melihat kualitas sepatu tersebut
berdasarkan produk akhir atau produk jadinya. Membandingkan Kinerja
dengan Standar, Setelah kita
menetapkan bahwa yang akan kita nilai adalah tingkat penjualan setiap satu tahun sekali oleh manajer penjualan,
maka pada tahap ini manajer penjualan akan
melakukan perbandingan dari apa yang telah diperoleh di bagian penjualan dengan standar yang telah ditetapkan. Sebagai
contoh, karena kita telah menetapkan standar
yang akan kita capai adalah
peningkatan penjualan sebesar 50 persen
dari tahun sebelumnya, maka manajer
penjualan kemudian melakukan pengecekan dari data penjualan tingkat penjualan yang telah dicapai pada
tahun ini, dan kemudian juga data penjualan pada tahun yang lalu. Setelah kedua
data penjualan dari tahun lalu dan tahun ini diperoleh, manajer penjualan
kemudian melakukan perbandingan atas
apa yang dicapai tahun ini dengan yang
telah dicapai pada tahun lalu.
Melakukan Tindakan Koreksi Jika Terdapat Masalah, Dari tahap sebelumnya, melalui perbandingan
antara Kinerja dengan standar, kita dapat informasi dari proses pengawasan yang kita lakukan bahwa Kinerja berada di atas standar, sama dengan
standar, atau di bawah standar.
Ketika Kinerja berada di bawah
standar berarti perusahaan mendapatkan masalah. Oleh karena itu perusahaan kemudian perlu melakukan pengendalian, yaitu dengan mencari jawaban mengapa masalah tersebut terjadi, yaitu
Kinerja berada di bawah standar, lalu kemudian perusahaan melakukan berbagai
tindakan untuk mengoreksi masalah tersebut. Pengendalian ini perlu untuk dilakukan agar perusahaan
dapat memastikan bahwa apa yang
tengah dilakukan oleh perusahaan
benar-benar diarahkan kepada pencapaian tujuan yang telah ditetapkan, di mana indikator
pencapaian tujuan di antaranya adalah menyesuaikan capaian perusahaan agar sesuai dengan standar.
B. Tipe-Tipe Pengawasan
1.
Pengawasan
pendahuluan (feedforward control). Pengawasan pendahuluan, atau sering disebut steering controls, dirancang
untuk mengantisipasi masalah-masalah atau
penyimpangan-penyimpangan dari standar
atau tujuan dan memungkinkan koreksi dibuat sebelum suatu tahap kegiatan tertentu diselesaikan. Jadi,
pendekatan pengawasan ini lebih aktif
dan agresif, dengan mendeteksi masalah-masalah dan mengambil tindakan yang
diperlukan sebelum suatu masalah terjadi. Pengawasan ini akan efektif hanya bila manajer
mampu mendapatkan informasi akurat dan
tepat pada waktunya tentang perubahan-perubahan dalam lingkungan atau tentang perkembangan terhadap tujuan yang
diinginkan.
2. Pengawasan yang dilakukan bersamaan dengan
pelaksanaan kegiatan (concurrent control). Pengawasan ini, sering disebut pengawasan "Ya-Tidak".screening
control atau "berhenti--terus'; dilakukan selama suatu kegiatan berlangsung. Tipe pengawasan ini merupakan proses di mana aspek tertentu dari suatu prosedur
harus disetujui dulu, atau syarat
tertentu harus dipenuhi dulu sebelum kegiatan-kegiatan bisa dilanjutkan, atau
menjadi semacam peralatan "double-check" yang lebih menjamin ketepatan pelaksanaan suatu
kegiatan.
3. Pengawasan umpan balik (feedback control). Pengawasan umpan balik, juga dikenal
sebagai past - action controls, mengukur hasil-hasil
dari suatu kegiatan yang telah diselesaikan. Sebab-sebab
penyimpangan dari rencana atau
standar ditentukan, dan penemuan-penemuan diterapkan untuk kegiatan-kegiatan serupa di masa yang akan datang. Pengawasan ini bersifat
historis, pengukuran dilakukan setelah kegiatan terjadi.
Beberapa Gejala yang Memerlukan Pengawasan
dan Pengendalian
Di antara beberapa gejala yang biasanya menunjukkan perlu adanya kontrol
atau pengawasan dan pengendalian perusahaan sebagaimana diterangkan oleh
Kreitner (1992) adalah sebagai berikut:
a) Terjadi penurunan
pendapatan atau profit, namun tidak begitu jelas faktor penyebabnya
b) Penurunan kualitas pelayanan
(teridentifikasi dari adanya keluhan pelanggan)
c) Ketidakpuasan pegawai (teridentifikasi dari
adanya keluhan pegawai, produktivitas kerja
yang menurun, dan lain sebagainya)
d) Berkurangnya kas
perusahaan
e) Banyaknya pegawai atau
pekerja yang menganggur
f) Tidak terorganisasinya
setiap pekerjaan dengan baik
g) Biaya yang melebihi
anggaran
h) Adanya penghamburan dan
mefisiensi
C.
Tahap-Tahap Dalam Proses Pengawasan
Proses pengawasan biasanya terdiri paling sedikit lima tahap
(langkah), adalah : 1) penetapan standar pelaksanaan
(perencanaan), 2) penentuan pengukuran pelaksanaan kegiatan, 3)
pengukuran pelaksanaan kegiatan nyata, 4) pembandingan pelaksanaan kegiatan dengan standar dan
penganalisaan penyimpangan-penyimpangan, dan 5) pengambilan tindakan koreksi bila perlu.
D.
Pentingnya –Pengawasan
Ada berbagai faktor yang membuat pengawasan semakin diperlukan oleh setiap organisasi. Faktor-faktor itu
adalah :
1.
Perubahan lingkungan organisasi.
Berbagai perubahan
lingkungan
organisasi terjadi terus menerus dan tak dapat dihindari, seperti munculnya inovasi produk dan pesaing baru,
diketemukannya bahan baku baru,
adanya peraturan pemerintah baru, dan sebagainya.
Melalui fungsi pengawasan manajer mendeteksi perubahan-perubahan yang berpengaruh path barang dan jasa organisasi,
sehingga mampu menghadapi tantangan atau memanfaatkan kesempatan yang diciptakan perubahan-perubahan
yang terjadi.
2.
Peningkatan kompleksitas Organisasi. Semakin besar
organisasi semakin memerlukan pengawasan yang lebih formal dan
hati-hati. Berbagai jenis produk hams diawasi
untuk menjamin bahwa kualitas dan
profitabilitas tetap terjaga, penjualan eceran pada para penyalur perlu di analisa dan dicatat secara tepat; bermacam-macam
pasar organisasi, luar dan dalam negeri, perlu selalu dimonitor. Di samping itu organisasi sekarang lebih bercorak desentralisasi, dengan banyak agen-agen atau
cabang-cabang penjualan dan
kantor-kantor pemasaran, pabrik-pabrik yang terpisah secara geografis, atau fasilitas-fasilitas
penelitian yang tersebar luas. Semuanya memerlukan pelaksanaan
fungsi pengawasan dengan lebih efisien dan efektif.
3.
Kesalahan-kesalahan. Bila para bawahan
tidak pernah membuat kesalahan, manajer dapat secara sederhana
melakukan fungsi pengawasan. Tetapi kebanyakan anggota organisasi
sering membuat
kesalahan-kesalahan memesan barang atau komponen yang salah, membuat penentuan harga yang terlalu rendah, masalah-masalah didiagnosa secara tidak
tepat. Sistem pengawasan memungkinkan
manajer mendeteksi kesalahan-kesalahan sebelum
menjadi kritis.
4.
Kebutuhan Manajer untuk
mendelegasikan Wewenang. Bila manajer mendelegasikan wewenang kepada
bawahannya tanggung jawab atasan itu sendiri tidak berkurang. Satu-satunya cara manajer dapat men entukan apakah bawahan telah melakukan tugas-tugas yang telah dilimpahkan kepadanya adalah dengan mengimplementasikan sistem pengawasan.
Tanpa sistem tersebut, manajer tidak
dapat memeriksa pelaksanaan tugas bawahan.
E. Perancangan Proses Pengawasan
William H.Newman telah mengemukakan prosedur untuk penetapan sistem
pengawasan. 3) Pendekatannya terdiri atas lima langkah dasar yang
dapat diterapkan untuk semua tipe kegiatan
pengawasan :
1.
Merumuskan hasil yang diz'nginkan. Manajer harus
merumuskan hasil yang akan
dicapai sejelas mungkin. Tujuan yang dinyatakan
secara umum atau kurang jelas seperti "pengurangan biaya overhead"
atau "meningkatkan pelayanan langganan", perlu dirumuskan Iebih jelas seperti "pengurangan
biaya overhead dengan 12
%" atau "menyelesaikan setiap keluhan konsumen dalam waktu paling lama tiga hari". Di
samping itu, hasil yang diinginkan harus
dihubungkan dengan individu yang bertanggung
jawab atas pencapaiannya.
2.
Menetapkan penunjuk
(predictors) hasil. Tujuan pengawasan
sebelum dari selama kegiatan dilaksanakan adalah agar manajer dapat
mengatasi dan memperbaiki adanya penyimpangan sebelum kegiatan diselesaikan.
Tugas penting manajer adalah merancang program pengawasan untuk menemukan sejumlah indikator-indikator yang terpercaya sebagai penunjuk apabila tindakan koreksi perlu diambil atau
tidak. 3. Menetapkan standar
penunjuk dan hasil. Penetapan
standar untuk penunjuk dan hasil akhir adalah bagian penting perancangan
proses pengawasan. Tanpa penetapan standar, manajer mungkin memberikan perhatian yang lebih terhadap penyimpangan kecil atau tidak bereaksi terhadap penyimpangan besar. Standar
harus sesuai dengan keadaan tertentu. Sebagai contoh, 200 keluhan langganan
sebulan pada saat terjadi proses reorganisasi
tidak terlalu memprihatinkan dibanding 50 keluhan sebulan pada saat
organisasi berfungsi normal. Standar
juga harus fleksibel untuk
menyesuaikan dengan perubahan kondisi.
3.
Menetapkan jaringan informasi dan
umpan balik. Langkah keempat dalam perancangan suatu
siklus pengawasan adalah menetapkan sarana untuk pengumpulan informasi
penunjuk dan pembandingan penunjuk terhadap standar. Jaringan kerja komunikasi dianggap baik
bila aliran tidak hanya ke atas tetapi juga ke bawah kepada siapa yang harus mengambil tindakan koreksi.
Disamping itu, jaringan ini harus cukup efisien untuk menyediakan informasi
balik yang relevan : kepada personalia kunci
yang memerlukannya. Komunikasi pengawasan sering didasarkan pada
prinsip "management by
exception". Prinsip ini menyarankan bahwa atasan hanya diberi
informasi bila terjadi penyimpangan besar dari
standar atau rencana.
4.
Menilai informasi dan mengambil -tindakan
koreksi. Langkah terakhir adalah pembandingan
penunjuk dengan standar, penentuan apakah tindakan koreksi perlu diambil, dan
kemudian pengambilan tindakan.
F. Bidang-Bidang Pengawasan Strategik
Agar manajer dapat merancang sistem pengawasan efektif, maka perlu didentifikasikan
bidang-bidang strategik satuan kerja atau organisasi. Bidang-bidang ini
merupakan aspek-aspek satuan kerja atau organisasi yang harus berfungsi secara efektif agar keseluruhan organisa_ si meraih sukses. Bidang-bidang strategik (kunci)
biasanya menyang_ kut
kegiatan-kegiatan utama organisasi - seperti
transaksi-transaksi keuangan, hubungan manajer-bawahan, atau operasi-operasi
produksi. Penetapan bidang-bidang
pengawasan strategik akan membantu perumusan
sistem pengawasan dan standar yang lebih
terperinci bagi manajer-manajer tingkatan bawah.
Di samping itu, penting juga untuk menentukan titik-titik kritis dalam sistem di
mana monitoring dan pengumpulan informasi harus
dilakukan, atau yang disebut
titik-titik pengawasan strategik (strategic control). Metoda penentuannya adalah dengan menganalisa
bidang-bidang operasi di mana perubahan selalu terjadi dan pemusatan pada
unsur-unsur paling vital dalam
operasi tertentu.
G. Alat Bantu Pengawasan Manajerial
Ada banyak teknik yang dapat membantu manajer agar pelaksanaan pengawasan menjadi lebih efektif. Dua teknik yang paling terkenal adalah manajemen dengan pengecualian
(management by exception) dan
sistem informasi manajemen (management
information systems)-Management By Exception ( MBE ).
1.
Management By Exception
( MBE ) atau prinsip pengecualian, memungkinkan manajer untuk mengarahkan perhatiannya pada bidang-bidang pengawasan yang paling kritis dan mempersilahkan
para karyawan atau tingkatan manajemen
rendah untuk menangani variasi-variasi rutin. Hal ini dapat dipraktekkan oleh manajer-manajer penjualan, produksi,
keuangan, personalia, pembelian, pengawasan mutu, dan bidang-bidang fungsional lainnya. Bahkan manajer-manajer lini pertama dapat Mempergunakan prinsip ini dalam
pengawasan harian mereka. Pengawasan
yang ditujukan pada terjadinya
kekecualian ini murah, tetapi
penyimpangan baru dapat diketahui setelah kegiatan terlaksana. Biasanya pengawasan ini dipergunakan
untuk operasi-operasi organisasi yang
bersifat otomatis dan rutin.
2.
Management - Information
System ( MIS ),
Sistem informasi manajemen atau management-information system memainkan
peranan penting dalam pelaksanaan fungsi-fungsi manajemen perencanaan dan
pengawasan dengan efektif. MIS dapat didefinisikan sebagai suatu metoda formal pengadaan dan penyediaan bagi manajemen,
informasi yang diperlukan dengan akurat dan tepat waktu untuk membantu proses pembuatan keputusan dan memungkinkan
fungsi fungsi perencanaan, pengawasan dan operasional organisasi dilaksanakan secara efektif. MIS adalah sistem
pengadaan, pemrosesan,
penyimpanan dan penyebaran informasi yang direncanakan agar keputusan-keputusan manajemen yang efektif dapat dibuat. Sistem menyediakan informasi waktu yang
lalu, sekarang dan yang akan datang
serta kejadian-kejadian di dalam dan di luar organisasi.
MIS dirancang melalui beberapa tahap utama,
yaitu :
a) tahap survei pendahuluan dan perumusan
masalah,
b)
tahap disain konsepsual,
c) tahap disain terperinci, dan
d)
tahap implementasi akhir.
Agar perancangan
MIS berjalan efektif, manajemen perlu memperhatikan
5(lima) pedoman berikut ini :
a)
Mengikut sertakan pemakai
(unsur) ke dalam tim perancang.
b) Mempertimbangkan secara hati-hati biaya
sistem.
c) Memperlakukan
informasi yang relevan dan terseleksi lebih dari pada pertimbangan kuantitas belaka.
d) Pengujian pendahuluan sebelum diterapkan.
e)
Menyediakan latihan dan
dokumentasi tertulis yang mencukupi bagi para operator dan pemakai sistem.
Konsep MIS berhubungan sangat erat
dengan teknologi komputer, yang mencakup kapasitas komputer, program dan bahasa program,
terminal jarak jauh, diskette, dan
lain-lainnya. Organisasi mungkin mempunyai MIS tanpa komputer, tetapi sistem
akan kehilangan sebagian
"keampuhannya" tanpa bantuan komputer. Jadi, pada dasarnya MIS membantu manajemen melalui
penyediaan personalia yang
tepat dengan jumlah yang tepat dari informasi yang tepat pula pada waktu yang
tepat.
H. Karakteristik-Karakteristik Pengawasan Yang Efektif
Untuk menjadi efektif, sistem pengawasan harus memenuhi kriteria tertentu.
Kriteria-kriteria utama adalah bahwa sistem seharusnya 1) mengawasi kegiatan-kegiatan yang benar,
2) tepat waktu, 3) dengan biaya yang efektif, 4) tepat-akurat,
dan 5) dapat diterima oleh yang bersangkutan.
Semakin dipenuhinya kriteria-kriteria tersebut semakin efektif sistem
pengawasan. Karakteristik-karakteristik pengawasan yang efektif dapat
lebih diperinci sebagai berikut :
1.
Akurat . Informasi tentang pelaksanaan
kegiatan harus akurat. Data yang tidak akurat dari sistem pengawasan dapat menyebabkan organisasi mengambil tindakan koreksi yang
keliru atau bahkan menciptakan masalah yang
sebenarnya tidak ada.
2.
Tepat-Waktu. Informasi harus
dikumpulkan, disampaikan dan dievaluasi secepatnya bila kegiatan perbaikan
harus dilakukan segera.
3.
Obyektif dan menyeluruh. Informasi harus mudah
dipahami dan bersifat obyektif serta lengkap. . .
4. Terpusat pada titik-titik pengawasan strategik. Sistem pengawas_ an harus memusatkan
perhatian pada bidang-bidang di mana penyimpangan-penyimpangan dari
standar paling sering terjadi atau yang akan mengakibatkan
kerusakan paling fatal.
5.
Realistik secara ekonomis. Biaya pelaksanaan
sistem pengawasan harus lebih rendah, atau paling tidak sama, dengan
kegunaan yang diperoleh dari sistem tersebut.
6.
Realistik secara organisasional. Sistem pengawasan
harus cocok atau harmonis dengan kenyataan-kenyataan organisasi.
7.
Terkoordinasi dengan aliran kerja
organisasi. Informasi pengawasan harus terkoordinasi dengan
aliran kerja organisasi, karena (1) setiap tahap dari proses
pekerjaan dapat mempengaruhi sukses atau kegagalan keseluruhan operasi, dan
(2) informasi pengawasan harus sampai pada seluruh personalia yang memerlukannya.
8.
Fleksibel. Pengawasan harus
mempunyai fleksibilitas untuk memberikan tanggapan atau reaksi terhadap ancaman
ataupun kesempatan dari
lingkungan.
9.
Bersifat sebagai petunjuk dan
operasional. Sistem pengawasan efektif harus menunjukkan, baik
deteksi atau deviasi dari standar, tindakan koreksi apa yang seharusnya diambil.
10. Diterima para anggota organisasi. Sistem pengawasan harus mampu mengarahkan
pelaksanaan kerja para anggota organisasi dengan mendorong perasaan otonomi,
tanggung jawab dan berprestasi.
BAB XI
LINGKUNGAN DAN BUDAYA ORGANISASI
A.
Lingkungan Dan Organisasi
Bisnis
Organisasi Bisnis sebagai Bagian
dari Lingkungan, Organisasi
sebagai kumpulan orang-orang tidak dapat dilepaskan dari lingkungan, karena pada dasarnya organisasi juga merupakan
bagian dari lingkungan dan masyarakat.
Sebagai contoh, sebuah keluargau atau
rumah merupakan bagian dari lingkungan Rukun Tetangga (RT), Rukun Warga (RW), hingga lingkungan yang lebih besar lagi. Sebuah perusahaan atau
organisasi bisnis yang beroperasi di sebuah lingkungan
tidak dapat menafikan bahwa selain kegiatan bisnis yang dikelolanya, organisasi tersebut juga
terlibat dengan lingkungan di seputar organisasi. Oleh karena itu, sebuah organisasi perlu memahami lingkungan
apa saja yang terkait secara langsung
maupun tak langsung dengan kegiatan organisasi. Misalnya, ketika sebuah
perusahaan beroperasi di daerah di mana
masyarakatnya mengalami tingkat pengangguran yang tinggi, maka organisasi tersebut perlu memikirkan
kenyataan tersebut dan kaitannya dengan pencapaian tujuan organisasi. Apabila
tingkat pengangguran tinggi di daerah tersebut, maka bisa dipastikan bahwa
tingkat pendapatan juga akan rendah. Akibatnya, penjualan barang atau jasa yang
ditawarkan oleh organisasi akan mengalami
hambatan.
1.
Pemilik Organisasi
(Owners), Para pemilik organisasi adalah mereka yang secara
historis maupun hukum dinyatakan
sebagai pemilik akibat adanya penyertaan modal, ide, ataupun berdasarkan ketentuan lainnya dinyatakan sebagai pemilik
organisasi. Dalam organisasi perusahaan para pemilik organisasi misalnya adalah para pemegang saham, anggota
(koperasi), atau juga individu jika
perusahaan tersebut bersifat individu dari segi kepemilikan. Organisasi perlu memahami para pemilik
organisasi karena setiap pemilik memiliki tujuan yang hendak dicapainya melalui
kepemilikannya atas organisasi. Tujuan yang hendak
dicapai oleh para pemilik ini merupakan salah satu sumber pertimbangan dari para pengelola organisasi ketika mereka menjalankan
kegiatan organisasi.
2.
Manajemen (Board of
Managers or Directors, adalah orang-orang yang menurut
para pemilik organisasi perusahaan
dinyatakan atau ditunjuk sebagai pengelola organisasi dalam aktivitasnya sehari-hari
untuk suatu periode tertentu. Orang-orang ini bekerja secara profesiona berdasarkan tugasnya masing-masing, dan dalam periode tertentu harus melaporkat setiap
kegiatannya kepada para pemilik perusahaan. Dalam
beberapa hat, tim ini memiliki kebebasan dalam menentukan kebijakan organisasi, dan dengan cara apa
organisasi tersebut akan mencapai tujuannya. Akan tetapi dalam hat lain, tim
manajemen ini memiliki keterbatasan dalam mengambil keputusan, apalagi jika keputusan tersebut
berbeda dengan apa yang diinginkan
olel para pemilik perusahaan.
3.
Para Anggota atau Para
Pekerja (Employees), Para anggota atau para pekerja dalam sebuah
organisasi merupakan unsur sumbe daya manusia (SDM) yang sangat dominan dalam sebuah organisasi,
karena biasanya jumlahnya merupakan yang
paling besar dalam sebuah organisasi. Para
pekerja inilah yang sehari-hari
bergelut dengan aktivitas operasional perusahaan dan menjalankan tugas-tugas keseharian, berdasarkan apa yang
telah ditetapkan oleh tim manajemen perusahaan. Oleh karena tingginya peran para
anggota atau pekerja dalam sebuah organisasi, maka para pekerja juga
merupakan aset bagi organisasi. Dapat dikatakan sekalipun tujuan organisasi
yang ingin dicapai sangat ideal, perencanaan yang disusun luga sangat baik,
namun tanpa peran serta para anggota atau para pekerja ini, tujuan ideal organisasi sangat mustahil untuk dapat
direalisasikan.
4.
Lingkungan Fisik Organisasi (Physical
Work Environment), Pemilik organisasi,
pekerja, dan tim manajemen merupakan orang-orang atau sumber
daya manusia yang dimi.liki oleh perusahaan. Sebagaimana telah diterangkan, organisasi memiliki sumber-sumber daya yang tidak hanya orang-orang, tetapi juga stunber daya uang (financial
resources), sumber daya alam (natural
resources), maupun sumber daya informasi (informational resources). Keseluruhan
ini karena sifatnya dapat dikategorikan
sehagai lingkungan fisik dari organisasi perusahaan. Bangunan, uang, peralatan, barang perscdiaan, dan lain sebagainya merupakan lingkungan di mana setiap
saat orang-orang dalam organisasi perusahaan berinteraksi dan memanfaatkannya untuk dapat didayagunakan. Oleh karena sumber daya
tersebut harus digunakan seefektif
dan seefisien mungkin, maka perusahaan perlu pula memahami bagaimana sumber-siimber daya yang termasuk ke dalam lingkungan kerja fisik dari organisasi
ini dapat dikelola dengan baik.
5.
Lingkungan Eksternal
Organisasi, Sebagaimana diterangkan di muka, lingkungan
eksternal atau lingkungan yang terkait dengan kegiatan operasional organisasi
dan bagaimana kegiatan operasional ini dapat bertahan. Dalam
kegiatan operasional, perusahaan berhadapan dan senantiasa berusaha untuk
menyesuaikan diri dengan lingkungan-lingkungan yang terkait langsung
atau lingkungan mikro perusahaan dan lingkungan yang tidak terkait langsung
6.
Lingkungan Makro Perusahaan, Lingkungan mikro
perusahaan adalah terdiri dari pelanggan (customer), pesaing (competitor), pemasok (supplier), dan partner strategis
(strategic partner). Sedangkan lingkungan
makro perusahaan terbagi dua, yaitu
lingkungan lokal dan internasional. Lingkungan
lokal dapat berupa para pembuat peraturan (regulators), pemerintah (government),
masyarakat luas pada umumnya (society),
lembaga-lembaga yang terkait dengan kegiatan perusahaan seperti organisasi
nonpemerintah (NGOs), seperti lembaga perlindungan konsumen (YLKI), dan lain
sebagainya. Adapun lingkungan internasional dapat
berupa peraturan internasional (international law), pasar keuangan internasional (international
financial markets), kesepakatan
antarnegara dalam suatu kegiatan tertentu. Organisasi perlu memahami para
pelanggan, karena setiap pelanggan memilik karakteristiknya tnasing-masing. Pelanggan individu akan sangat berbeda
dengar pelanggan institusi misalnya. Pelanggan wanita akan berbeda
dengan pelanggan pria dan seterusnya. Di sisi lain, organisasi juga perlu
memahami bahwa pelanggan kela menengah barangkali perilakunya juga berbeda
dengan pelanggan kelas bawah
7.
Pesaing (Competitor), Pesaing adalah organisasi bisnis lain yang
menjalankan bisnis yang sama dengan organisasi
yang kita jalankan. Karena bisnis yang dijalankan sama, maka pesaing merupakan
tantangan (sekaligus ancaman) yang dihadapi
organisasi dalam meraih pelanggan.
Jika pelanggan lebih tertarik untuk memperoleh apa yang menjadi kebutuharnya
dari pesaing, maka secara otomatis pelanggan tidak akan mendapatkannya dari
organisasi kita. Bila pelanggan tak lagi tertarik untuk mernenuhi kebutuhannya
melalui organisasi bisnis kita, maka hal
tersebut menjadi ancaman bagi organisasi bias yang kita jalankan. Dan, jika
kenyataan tersebut berlangsung secara terus-menerus dan berkelanjutan
dalam jangka waktu yang cukup lama, maka organisasi bisnis kita akan terancam
bubar karena tak bisa lagi bertahan dan menjalankan fungsi bisnisnya. Dengan kenyataan seperti ini, maka organisasi
bisnis juga perlu memahami pesaing, nya.
Apa yang ditawarkan oleh pesaing
terhadap pelanggan, pada tingkat harga berapa kelebihan apa yang dimiliki pelanggan dibandingkan dengan kita, menjadi sesuatU yang
harus juga dipahami olch. organisasi bisnis. Positifnya, kehadiran pesaing aka ulendorong organisasi bisnis untuk lebih
memperbaiki kualitasnya dari waktu ke waktu sehingga dapat diterima dan
menarik minat para pelanggan.
8. Pemasok (Supplier), Pemasok adalah pihak yang terkait
langsung dalam kegiatan bisnis dari sebuah organisasi, khususnya organisasi bisnis yang melakukan kegiatan produksi barang jadi dari bcrbagai jenis bahan baku. Sebuah perusahaan
sepatu sangat tergantung sekali dengan para pemasok bahan baku sepatu, dari
mulai pernasok kulit, pemasok lem, pemasok
benang, dan sebagainya. Ketergantungan ini tidak saja dilihat dari sisi bahan
bakunya, tetapi juga dari harga yang ditawarkannya. Jika harga bahan baku yang
ditawarkan mahal, maka hal tersebut akan
berdampak pada jumlah biaya produksi yang menjadi lebih tinggi.
Akibatnya, harga yang akan ditawarkan kepada para pelanggan cencierung akan lebih tinggi atau mahal pula.
Kenyataan ini pada umumnya justru akan
merugikan perusahaan jika harus bersaing dengan para pesaing. Harga yang mahal untuk barang yang bersifat umtun dan menyangkut hajat orang banyak
cenderung dihindari oleh para
pelanggan.
9. Partner
Strategis (Strategic Partner), Partner strategis adalah perusahaan lain yang
menjalankan bisnis berbeda dengan perusahaan kita, tetapi secara bersama-sama
bisa menjadi mitra kita dalam menjalankan bisnis yang saling mengtuzttulgkan
kedua belah pihak. Dalam istilah biologi dikenal simbiosis mutualisme yang kurang lebih artinya kerja
sarna yang saling menguntungkan. Misalnya, untuk bisnis jualan baso tahu, maka di
antara partner strategis kita adalah penjual teh botol. Di satu sisi kita perlu
tmtuk menjual baso kita, di sisi lain penjual
teh botol perlu menjual minumannya.
Kedua jenis bisnis ini dapat menjadi partner strategis yang dapat saling menguntungkan kedua jenis bisnis yang dijalankan. Contoh lainnya, antara perusahaan tnakanan siap saji McDonald dengan perusahaan mainan Disney. McDonald perlu tuituk menjual
makanannya. Perusahaan Disney perlu untuk memperkenalkan
dan menjual produknya. McDonald bisa menjual makanannya dengan memberikan daya tarik hadiah berupa mainan
anak-anak dari Disney. Maka dengan cara
ini, Disney merupakan partner strategis dari McDonald.
10. Regulator, Regulator adalah pihak-pihak yang berkepentingan dalam menciptakan keadaan dari kegiatan bisnis yang fair dan aman bagi semua
pihak yang ingin menjalankan bisnis.
Agar keadaan tersebut dapat terwujud, maka perlu dibuat aturan-aturan main dapat disepakati oleh semua pihak di masyarakat dan
secara konsisten dijalankan pula oleh semua pihak di masyarakat
tersebut. Regulator dapat berasal dari pemerintah, maupun berupa institusi atau
lembaga yang disepakati untuk dibentuk untuk tujuan $ebagaimana yang dijelaskan di
atas. Untuk perdagangan minyak di dunia, kita kenal misalnya ada organisasi OPEC yang dibentuk oleh negara-negara anggotanya untuk menyepakati dan menjalankan aturan main yang perlu dijalankan dalam perdagangan minyak di dunia. Contoh lain dari regulator yang
paling jelas adalah pemerintah. Pemerintah bertugas menetapkan undang-undang dan
peraturan yang terkait dengan
kegiatan yang ada di masyarakat,
tidak terkecuali kegiatan bisnis. Aturan mengenai tata cara pendirian
perusahaan, aturan mengenai kegiatan bisnis di lokasi tertentu, aturan mengenai tarif, pajak, dan retribusi yang
dibebankan kepada pelaku bisnis, dan
lain sebagainya adalah salah satu contoh regulasi yang dihasilkan oleh
pemerintah. Regulator perlu dipahami oleh
setiap organisasi bisnis karena secara langsung maupun tidak langsung aturan yang ditetapkan
oleh regulator akan memengaruhi kegiatar bisnis
yang dijalankan. Pengaruh dari aturan yang dijalankan tentu akan memengaruhi perencanaan bisnis dari perusahaan.
11. Pemerintah (Government), Pemerintah adalah pihak yang atas legitimasi politik tertentu di suatu negara diangkat dan bertugas untuk mewujudkan masyarakat
ke arah yang lebih baik dalan pembangunan di segala bidang. Berdasarkan
pengertian ini, maka pernerintah dituntu
untuk melakukan kegiatan-kegiatan
proaktif, mulai dari pemberian kebijakan,
penetap an aturan pemerintah, hingga upaya-upaya antisipasi dan
penyelesaian atas berbaga masalah yang
ada di masyarakat menuju masyarakat yang lebih
baik di segala bidan€ baik material
maupun spiritual. Sebuah perusahaan perlu memahami pernerintah
karena perusahaan perlu memahami arah
dari setiap kebijakan yang diambil pemerintah, dampaknya terhada kegiatan bisnis, dan peluang apa yang
dapat diambil dari tindakan yang diambil oleh
Pemerintah dalam berbagai hal.
Misalnya saja, dengan adanya kebijakan pemerintah untuk menaikkan tarif listrik dan bahan bakar tninyak, maka
perusahaan akan merasakan dampak dari
kebijakan tersebut.
12. Berbagai Bentuk Kegiatan Bisnis Internasional, Agar faktor internasional dari organisasi
bisnis dapat diarahkan rnenjadi peluatt; bagi
organisasi bisnis, maka perusahaan perlu memikirkan bagaimana agar kegiata bisnisnya tidak hanya berhasil di
lingkungan lokal negaranya saja, tetapi juga diperluas ke negara-negara lain.
Ada beberapa bentuk kegiatan bisnis internasional yang dapat dipilih oleh organisasi bisnis, di antaranya
adalah ekspor-impor (export-import),
lisens' (licencing), partner strategis (international
strategic alliance or joint venture), atau investas' langsung
(direct investment).
13. Kegiatan Ekspor-Impor
(Export-Import), Ekspor adalah kegiatan dalam menghasilkan barang
dan jasa di sebuah negar. oleh perusahaan dan menjualnya ke negara lain atau dipasarkan ke negara
lain. Impor adalah kegiatan dalam
mendatangkan barang dan jasa dari negara lain atau negara luar ke sebuah
negara di mana perusahaan tersebut berada. Banyaknya mobil bermerek seperti Toyota, Mazda, BMW, atau Mercedes, menunjukkan adanya aktivitas impor, yang dilakukan di negara kita untuk waktu
yang sudah cukup lama. Sebaliknya, adany. pengiriman Tenaga Kerja Indonesia (TKI) ke Arab
Saudi, Malaysia, Singapura, atau negara
lainnya, serta adanya barang-barang kerajinan rotan kita di negara-negara Eropa, adalah contoh-contoh bentuk kegiatan ekspor
yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan di negara kita.
14. Lisensi (Licencing), Lisensi pada dasarnya merupakan
sebuah kesepakatan atau perjanjian di mana sebuah perusahaan memperbolehkan
perusahaan lain untuk menggunakan merek, teknologi, hak paten, atau aset lainnya.
Sebagai kompensasinya, perusahaan yang menggunakan
hak perusahaan lain biasanya diharuskan membayar hak lisensinya berupa sejumlah uang tertentu sebagaimana kesepakatan yang dibuat.
15. Partner
Strategis (International Strategic Alliance), Partner strategis sebagaimana dijelaskan di bagian sebelumnya merupakan salah satu bentuk
kerja sama antara perusahaan secara internasional untuk dapat melakukan
kegiatan bisnis yang saling menguntungkan kedua belah
pihak. Salah satu bentuk spesifik
dari partner strategis adalah Joint Venture. Joint Venture dalah bentuk kerja sama bisnis di mana
perusahaan yang berpartner melakukan pembagian kepen'ilikan (sharing ownership)
dalam menjalankan sebuah bisnis (yang umumnya
baru)• Perusahaan-perusahaan makanan siap
saji dari luar negeri (McDonald, KFC A&VU,
dan lain sebagainya) biasanya melakukan bentuk kerja sama bisnis ini, yaitu
antara perusahaan aslinya di luar negeri dengan perusahaan lokal yang
ditunjuk untuk n'enjalankan bisnis ini di
negara lain.
16. Investasi Langsung
(Direct Investment), Investasi langsung adalah salah satu bentuk kegiatan bisnis internasional
di mana sebuah perusahaan membeli sebagian
atau keseluruhan aset atau melakukan investasi di sebuah perusahaan di suatu negara tertentu. Pembelian sebagian
saham PT INDOSAT oleh perusahaan
telekomunikasi Singapura, pendirian perusahaan Freeport di Papua, Exxon di Nangroe Aceh Darussalam (NAD), atau juga
pembelian saham PT Bank Niaga dan PT Bank Danamon oleh pihak
Singapura dan Malaysia, merupakan salah satu bentuk investasi langsung yang dapat dilakukan oleh sebuah perusahaan terhadap perusahaan lain di negara yang berbeda.
B.
Faktor-faktor Terkait
dalam Bisnis internasional
Perusahaan yang menjalankan bisnis secara internasional perlu memerhatikan beberapa hal yang
terkait dengan kegiatan bisnis internasional, terutama yang terkait dengan
kegiatan transaksi bisnis secara internasional. Ada tiga faktor terkait yang perlu diperhatikan, yaitu kontrol dalam
perdagangan internasional, eksistensi
komunitas dan institusi ekonomi
secara internasional, serta perbedaan budaya antarnegara.
1. Kontrol dalam
Perdagangan Internasional
Kadangkala.lingkungan
internasional dalam bisnis belum tentu menjamin sebuah perusahaan yang
beroperasi secara internasional akan sukses. Hal ini terkait dengan kepentingan dari suatu negara dalam menjamin,
selain transaksi bisnis bisa dijalankan, luga kepentingan pebisnis lokal
di setiap negara juga terjaga. Amerika Serikat misalnya, sebelum terjadinya fenomena Oil Boom (kenaikan harga minyak) pada tahun 1973, menetapkan.pembatasan atas setiap barang impor
(quota) yangg masuk ke Amerika, khususnya impor kendaraan bermotor dan elektronik
dari Korea dan Jepang. Hat ini dilakukan
agar perusahaan lokal, seperti General Motors, Ford, dan lain sebagainya, dapat tetap bertahan dalam bisnis. Akan tetapi,
setelah terjadinya fenomena Oil Boom
tersebut, maka pemerintah
Amerika mengubah kebijakannya dan membuka kebijakan quota tadi, sehingga
sejak tahun tersebut kendaraan-kendaraan bermotor dari Korea dan Jepang hingga kini membanjiri negara Amerika.
Ada dua jenis kontrol
perdagangan internasional yang biasanya dilakukan ole sebuah
negara, yaitu quota dan tariff.
Quota merupakan pembatasan jumlah barang yang diperjualbelikan secara
internasional, apakah ekspor maupun impor. Adapun tari merupakan
pembebanan pajak kepada setiap barang yang diekspor maupun diimpor Komunitas Ekonomi Internasional (Economic Communities). Komunitas ekonomi adalah kelompok yang
terdiri dari berbagai negara yang bersepakat untuk mengurangi kendala-kendala dalam
perdagangan internasional (trade barrier)
di antara negara-negara anggota dalaln kelompok tersebut. Di antara
contoh dari komunitas ekonomi tersebut adalah
Kesatuan Eropa (European Union), North American Free Trade Agreement (NAFTA), Asia-Pasific Free Trade Agreement
(AFTA), dan lain sebagainya.
Adanya komunitas ekonomi ini akan
memberikan kekuatan ekonomi yang sangat
signifikan bagi negara-negara anggota
dari setiap komunitas tersebut, yaitu adanya
kemudahan yang lebih baik daripada sebelumnya, dan komunitas ini juga
menjadi kekuatan dalam menghadapi kekuatan ekonomi
lain di luar kelompok tersebut.
2.
Perbedaan Budaya Antarnegara
(Cultural Differences Accross Nations)
Budaya dalam organisasi pada dasarnya merupakan nilai-nilai dan norma yang dianut oleh organisasi dan membantu para
anggotanya untuk memahami bagaimana sebenarnya
sebuah organisasi bisnis berjalan, dan apa yang penting dan tidak penting bagi
organisasi bisnis dikaitkan dengan lingkungan di sekitarnya. Jika sebuah
organisasi beroperasi di sebuah lingkungan di mana nilai-nilai yang
dianutnya sesuai dengan apa yang dijalankan
oleh organisasi bisnis, maka organisasi bisnis tidak mengalami kesulitan berarti dalam menjalankan kegiatan bisnisnya,
terkait dengan budaya setempat. Akan tetapi, jika nilai dan norma yang dianut
oleh suatu lingkungan berbeda dengan apa yang
diyakini dan dijalankan oleh perusahaan, maka tidak jarang persoalan budaya ini dapat menghambat kegiatan bisnis dari sebuah
organisasi.
Perusahaan perlu
memahami adanya perbedaan budaya di setiap lingkungan yang berbeda, terutama
lingkungan internasional, agar dapat lebih jauh melnahami apa yang sebenarnya dianut oleh masyarakat
setempat di mana perusahaan berinteraksi, dan
bagaimana cara beradaptasi dengannya. Sebagai contoh, budaya Indonesia dengan budaya
Malaysia barangkali tidak terlalu jauh berbeda. Orang Indonesia memiliki kecenderungan untuk tidak langsung to the point dalam mengemukakan
sesuatu. Hal ini juga pada umumnya dianut
oleh orang-orang Melayu di Malaysia. Dalam
kasus General Motors Amerika
tidak mengerti mengapa produknya, Chevrolet Nuvo,
tidak begitu sukses terjual di
Amerika Latin. Usut punya usut,
ternyata Nuvo dalam bahasa Amerika Latin
berarti "tidak dapat berjalan". Warna
hijau di negara-negara Muslim banyak
dipergunakan, tetapi di sebagian negara lain dapat berarti kematian, dan banyak lagi contoh yang terkait
dengan perbedaan budaya ini.
C.
Budaya Organisasi Dan Kegiatan Bisnis
1. Pentingnya Budaya Bagi Organisasi
Bisnis
Budaya
organisasi pada dasarnya lnerupakan nilai-nilai
dan norma yang dianut dan dijalankan
oleh sebuah organisasi terkait denga lingkungan di mana organisasi
tersebut menjalankan kegiatannya. Budaya organisasi penting sekali untuk
dipahami karena banyak pengalaman menunjukkan bahwa te nyata budaya organisasi
ini tidak saja berbicara mengenai bagaimana sebuali organisa bisnis menjalankan
kegiatannya sehari-hari, tetapi juga sangat memengaruhi bagaimal Kinerja yang dicapai oleh sebuah organisasi bisnis. Sebagai contoh, perusahaan Levis Strauss menganggap bahwa salah satu kunci
kesuksesan bisnisnya adalah disebabk" oleh budaya organisasi yang telah dibangun di sebuah bangunan
selama kurang leb 68 tahun.
Disebabkan perkelnbangan bisnis yang pesat,
para eksekutif di Levis Strauss berpikir
untuk memindahkan perusahaannya ke bangunan yang lebih luas dan
besar. Apa yang kemudian terjadi? Setelah mereka pirxlah ke bangunan 12 lantai, para eksekutif justru menemukan bahwa para anggota perusahaan
tidak menikmati kepindahan kegiatan di bangunan yang baru, dan Kinerja
perusahaan justru menurun. Akhirnya eksekutif di Levi-Strauss memindahkan
kembali kegiatannya ke gedung yang lama Para anggota perusahaan
menganggap bahwa gedung yang lama lebih membuat mereka
merasa nyaman dalam bekerja, karena kesannya yang informal, dan dapat melakukan
interaksi secara lebih mudah. Ternyata
budaya informal yang dibangun di
perusahaan Levi-Strauss memegang
kunci kesuksesan bisnisnya.
2.
Faktor Penentu
Terbentuknya Budaya Organisasi
Kita barangkali akan bertanya-tanya dari mana sesungguhnya budaya
organisasi itu ada.
Berdasarkan catatan teoritis dan empiris, budaya organisasi merupakan nilainilai dan keyakinan yang dipegang oleh sebuah organisasi dari sejak
organisasi tersebut terbentuk, tumbuh,
dan berkembang. Sebuah perusahaan
akan menemukan bahwa dari sekian tahun perjalanan bisnisnya, banyak hal
yang kemudian dapat dijadikan nilai-nilai dan norma yang dapat dipegang teguh oleh organisasi untuk meraih
sukses dalam jangka panjang.
BAB XII
ETIKA MANAJEMEN DAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL DALAM ORGANISASI
A.
Tanggung Jawab Sosial Dari Organisasi
1. Lingkungan
sebagai Ruang Lingkup Kegiatan Organisasi, Sebagaimana telah diterangkan dalam bab sebelumnya,
organisasi bisnis akan berhadapan dengan lingkungan organisasinya, baik lingkungan yang secara langsung memengaruhi dan dipengaruhi oleh kegiatan
organisasi bisnis, maupun lingkungan yang
secara tak langsung terkait dengan organisasi bisnis. Pada intinya, setiap
organisasi atau perusahaan pada
akhirnya perlu menyadari bahwa apa pun yang dilakukannya merupakan reaksi
atas tuntutan dari lingkungan atau juga sebaliknya merupakan upaya untuk
memengartihi lingkungannya.
2. Mengelola
Tanggung Jawab Sosial dari Perusahaan, perkembangan yang
pesat dalam teknologi informasi membawa
konsekuensi logi bahwa n'asyarakat semakin mudah untuk memperoleh
informasi. Informasi terkait dengan apa yang
baik bagi masyarakat termasuk juga apa yang tidak.
Konsekuen dari kenyataan ini, perkembangan dunia bisnis di masa yang
akan datang akan berhadapan dengan masyarakat
yang semakin peka terhadap
lingkungannya sekaligus segala bentuk
aktivitas yang dilakukan perusahaan
terhadap lingkungannya. Oleh karena
itu, perusahaan akan berhadapan dengan tuntutan yang lebih besar dari
sisi tanggung jawab sosial seiring
dengan semakin besarnya kesadaran masyarakat akan
lingkungannya. Ada beberapa strategi yang
dapat dilakukan oleh perusahaan.,
sebagaimana yang dikemukakan oleh Kreitner (1992), yaitu strategi reaktif, defensif, proaktif, dan
akomodatif.
a. Strategi Reaktif
(Reactive Social Responsibility Strategy), Kegiatan bisnis yang
melakukan strategi reaktif dalam tanggung jawab sosial cenderung menolak arau menghindarkan diri.
dari tanggung jawab sosial. Contohnya
perusahaan tembakau di masa lalu cenderung
untuk tnenghindarkan diri dari isu yang menghubungkan antara konsumsi rokok dengan peluang terjadinya penyakit
kangker Akan terapi,
dikarenakan adanya peraturan pemerintah untuk mencantumkan bahaya rokok dalam setiap Man, maka hal tersebut dilakukan oleh perusahaan rokok.
b. Strategi
Defensif (Dcfensive Social Responsibility Strategy, Strategi defensif dalam tanggung jawab sosial yang dilakukan
oleh perusahaan terkait dengan
penggunaan pendekatan legal atau
jalur hukum untuk menghindarkan diri
atau menolak tanggung jawab sosial. Perusahaan yang menghindarkan diri
dari tanggung jawab penanganan l.imbah bisa
saja berargumen melalui pengacara yang disewanya
untuk mempertahankan diri dari tuntutan huktma dengan berargumen bahwa tidak hanya perusahaannya saja yang membuang
limbah ke sungai ketika di lokasi perusahaan
tersebut beroperasi, terdapat juga perusahaan lain yang beroperasi.
c. Strategi
Akomodatif (Acommodative Social Responsibility Strategy), Bcberapa perusal-wan memberikan
tanggung jawab sosial berupa pelayanan kesehatan, kebersihan, dan lain sebagainya, bukan dikarenakan perusahaan menyadari
perlunya tanggung jawab sosial,
namun di,karenakan adanya tuntutan dari masyarakat dan lingkungan
sekitar akan hal tersebut. Tindakan seperti ini terkait dengan strategi akomodatif dalam tanggung jawab sosial.
Contoh lainnya, perusahaan-perusahaan besar pada
era Orde Baru dituntut untuk
memberikart pinjaman kredit lunak kepada para pengusaha kecil, bukan disebabkan karena adanya kesadaran perusahaan,
akan tetapi sebagai langkah
akomodatif yang diambil setelah
pemerintah menuntut para korporat untuk lebih memerhatikari para
pengusaha kecil.
d. Stratcgi Proaktif (Proaktive Social Responsibility Strategy), Kegiatan bisnis yang
melakukan strategi proaktif dalam tanggung
jawab sosial ntemandang bahwa
tanggung jawab sosial adalah bagian dari tanggung jawab untuk memuaskan stctlceholders. Jika stakeholders
terpuaskan, maka citra positif
terhadap perusahaan akan terbangun.
Dalam jangka panjang perusahaan akan
diterima oleh masyarakat dan
perusahaan tidak akan khawatir akan kehilangan pelanggan, justru akan herpotensi
untuk menambah jumlah pelanggan akibat citra positif yang disandangnya Langkah yang dapat diambil oleh perusahaan adalah dengan mengambil inisiatif dalam tanggung jawab sosial, rnisalnya dengan membuat
kegiatan khusus penanganan limbah keterlibatan dalam setiap kegiatan sosial di
lingkungan masyarakat, atau dengan memberikat, pelatihan-pelatihan terhadap tnasyarakat di lingkurigan sekitar perusahaan
B.
Manfaat Tanggung Jawab Sosial
Tanggung jawab sosial sebagai konsekuensi logis keberadaan
perusahaan di sebua lingkungan tnasyarakat mendorong perusahaan ttntuk
lebih proaktif dalam mengambil inisiatif
dalam hal tanggung jawab sosial. Pandangan ini tentunya bukan tanpa alasan karena pada dasarnya tanggung jawab sosial akan
memberikan manfaat dalam jangka panjang bagi semua pihak yang dalam hal
ini perusahaan, masyarakat, dan pemerintah
1. Manfaat Bagi Perusahaan
Manfaat yang jelas bagi perusahaan jika perusahaan memberikan
tanggung jawab sosial adalah munculnya
citra positif dari masyarakat akan kehadiran perusahaan lingkungannya. Kegiatan perusahaan dalam jangkaa panjang akan dianggap sebagai kontribusi yang positif bagi masyarakat. Selain ntembantu perekonomian masyaraka perusahaan juga akan dianggap bersama masyarakat
membantu dalam mewujudkan keadaan yang lebih baik di masa yang akan datang. Akibatnya, perusahaan justr akan memperoleh tanggapan yang positif setiap kali akan menawarkan sesuatu kepada
masyarakat. Perusahaan tidak saja
dianggap sekadar menawarkan produk untuk diberikan masyarakat, tetapi
juga dianggap menawarkan sesuatu yang akan membawa perbaikan bagi masyarakat.
2. Manfaat Bagi Masyarakat
Manfaat bagi masyarakat dari tanggung jawab sosial yang dilakukan oleh perusahaan sangatlah jelas. Selain bahwa beberapa
kepentingan masyarakat diperhatikan oleh perusahaan, tnasyarakat juga akan mendapatkan
pandangan baru mengenai hubungan. perusahaan dan masyarakat yang
barangkali selama ini hanya sekadar dipahami sebagai hubungan produsen-konsumen, atau hubungan antara penjual dan pembeli saja Masyarakat akan memiliki pandangan baru
bahwa hubungan antara masyarakat dalam dunia
bisnis perlu diarahkan untuk kerja sama yang saling menguntungkan kedua belah pihak. Hubungan masyarakat dan
dunia bisnis tak lagi dipahami sebagai hubungan
antara pihak yang tnengeksploitasi dan pihak yang tereksploitasi, tetapi hubungan kemitraan dalam membangun masyarakat
lingkungan yang lebih baik. Tidak hanya sektor perekonotnian, tetapi juga dalam sektor sosial, pembangunan, dan lain-lain.
3.
Manfaat Bagi Pemerintah
Manfaat
sebagai pemerintah dengan adanya tanggung jawab sosial dari pemerintah juga
sangatlah jelas. Pemerintah pada akhirnya tidak hanya berfungsi sebagai wasit yang
menetapkan aturan main dalam hubungan masyarakat dengan dunia bisnis, dalam memberikan sanksi bagi pihak yang
melanggarnya. Pemerintah sebagai pihak yang
mendapat legitimasi untuk mengubah tatanan
masyarakat ke arah yang lebih baik akan mendapatkan partner dalam mewujudkan tatanan masyarakat tersebut.
Sebagian tugas pemerintah dapat
dijalankan oleh anggota masyarakat, dalam hal ini perusahaan atau
organisasi bisnis.
C. Masa Depan Tanggung Jawab Sosial
Perusahaan
akan menghadapi tuntutan untuk terlibat lebih banyak dalam tanggung jawab sosial di masa yang akan datang. Hat
ini didukung oleh penelitian empiris yang dilakukan
di antaranya oleh Vamos dan Power (1990), sebagaimana dapat dilihat dalam Busmess Week Edisi 23 April 1990. Strategi proaktif dari perusahaan dalam kaitannya dengan tanggung jawab
sosial tampaknya tidak dapat dihindarkan lagi di masa yang akan datang. Dalam penelitian tersebut
disimpulkan bahwa mayoritas responden dari para eksekutif dan mahasiswa program bisnis menyatakan bahwa perusahaan perlu untuk lebih terlibat dalam tanggung jawab sosial, seperti keterlibatan
dalam sektor pendidikan, pemeliharaan kesehatan lingkungan dan
masyarakat, pengangguran, dan lain-lain.
D. Mengukur Etika
Manajemen
Nilai personal dapal digunakan
untuk mengukur etika. Lebih lanjut lagi, Griffin (2000) mengenalkan sebuah model untuk menilai etika. Model
penilaian etika tersebut memberikan panduan apakah sesuatu tindakan atau kegiatan memenuhi kriteria atau tidak dapat
dinilai dari 4 kriteria etika, yaitu dari sisi manfaat (benefits), pemenuhan
hak-hak (rights), prinsip keadilan (justice),
dari sifat pemeliharaan (caring).
Sebagai contoh, sebuah tindakan
manajer dalam pemberian insentif kepada pegawai yang berprestasi.
Tindakan ini bisa dikatakan tindakan yang etis
atau memenuhi kriteria etika. Dari sisi manfaat, jelas semua pihak bisa merasak
manfaat dari prestasi yang dilakukan pegawai. Perusahaan memperoleh
manfaat dari hasil kerja keras pegawainya yang
berprestasi, demikian juga bagi pegawainya.
BAB XIII
MANAJEMEN USAHA KECIL DAN MANAJEMEN ORGANISASI NIRLABA
A. Manajemen Usaha Kecil Dan Ruang Lingkupnya
1.
Pengertian Usaha Kecil
di Indonesia
Terdapat berbagai kontroversi
seputar pengertian dari usaha kecil di Indonesia. Pengertian ini sering
dipertukarkan dengan istilah usaha mikro. Pengertian usaha kecil menurut UU No. 9 Tahun 1995 adalah
usaha dengan kekayaan bersih paling banyak Rp 200 juta (tidak termasuk
tanah dan bangunan tempat usaha) dengan hasil penjualan tahunan paling banyak Rp
1.000.000.000. Pengertian ini merupakan pengertian yang paling sering
digunakan oleh badan/lembaga yang terkait dengan usaha kecil atau juga usaha
mikro. Kementerian Negara Koperasi & UKM (KUKM) menggunakan undang-undang
tersebut sebagai dasar dalam mengelompokkan jenis-jenis usaha. Menurut
kementerian ini, kelompok usaha mikro termasuk di dalam kelompok usaha kecil.
Sementara Departemen Keuangan, seperti yang tercantum dalam
Keputusan Menteri Keuangan
Republik Indonesia No. 40/KMK.06/2003, menitikberatkan pada besarnya
hasil/pendapatan usaha dalam mendefinisikan usaha mikro maupun usaha kecil. Menurut
keputusan tersebut usaha mikro adalah usaha produktif milik keluarga atau perorangan warga
negara Indonesia dan memiliki hasil penjualan paling banyak Rp 100.000.000 per
tahun. Berbeda dengan Kementerian Negara Koperasi & UKM dan Kementerian
Keuangan, Biro Pusat Statistik melihat batasan jumlah tenaga kerja dalam menentukan skala
usaha terutama di sektor industri, yaitu industri kerajinan rumah tangga (IKRT)
dengan 1-4 pekerja, dan industri kecil (IK) dengan 5-19 pekerja termasuk pemiliknya.
Departemen Perindustrian dan Perdagangan juga memberikan batasan yang sama dalam membagi
skala usaha, yaitu industri mikro (1-4 pekerja), industri kecil (5-19 pekerja), dan
industri menengah (20-99 pekerja). Kriteria lain untuk industri dan
dagang kecil adalah dari jumlah penjualan per tahun di bawah 1 miliar rupiah.
Pengertian usaha kecil antara definisi
Kementerian KUKM, kementerian Keuangan dan Biro Pusat Statistik, maka
pengertian usaha kecil dapat didefinisikan sebagai usaha yang dijalankan oleh
sejumlah orang (di bawah 20 orang) di mana usaha tersebut memiliki kekayaan
bersih maksimal sebesar 200 juta rupiah dan penghasilan
tahunan maksimal sebesar 1 miliar rupiah.
2.
Seputar Usaha Kecil
Dikutip oleh Kreitner (1995), ada anggapan bahwa 80% dari usaha kecil di
Amerika yang dijalankan akan mengalami kegagalan setelah berjalan selama 5 tahun. Anggapan
ini justru dibantah oleh penelitian yang dilakukan Bruce A. Kirchhoff,
sebagaimana dikutip oleh Kreitner, bahwa hanya 18% saja yang mengalami kegagalan. Untuk konteks Indonesia,
kegagalan ini juga terbantah dengan data yang dikemukakan di atas bahwa 66,1% kontribusi Produk Domestik Bruto
berasal dari usaha kecil, dan proporsi usaha
kecil dalam bisnis di Indonesia adalah sebesar 96,1%. Ini berarti, jika usaha kecil tidak berjalan atau mengalami
kegagalan, tentu proporsi dan
kontribusi usaha kecil dalam bisnis di Indonesia
tidak akan sebesar itu bukan? Selain persoalan keberhasilan usaha,
anggapan pesimis lainnya adalah menyangkut
gaji atau penghasilan kecil yang
diperoleh mereka yang menjalankan usaha kecil. Tanpa mengabaikan bahwa definisi
kecil dan besar dalam hal gaji cenderung
bersifat relatif, akan tetapi dengan memahami pengertian maksimal dari pengertian usaha kecil sebagaimana telah
diterangkan di atas, di mana pendapatan maksimum usaha kecil yaitu 1
miliar per tahun dan usaha dijalankan tnaksimal oleh 20 orang. Jika kita
kalkulasikan secara tnatematis, katakanlah diasumsikan total biaya dan beban dari hasil pendapatan adalah 60%
dari total pendapatan, maka keuntungan yang dapat
diperoleh sebuah usaha kecil adalah sekitar 400 juta per tahun. Apabila keuntungan ini dibagi rata ke
20 orang pelaku usaha kecil, maka jumlah penghasilan untuk masing-masing orang
per tahun adalah sebesar 20 juta rupiah atau sekitar 1,7 juta per bulannya.
Beberapa warga negara yang bekerja sebagai pegawai negeri bahkan mendapat gaji
yang masih di bawah jumlah ini. Pendapatan ini juga masih jauh di atas pendapatan perkapita penduduk Indonesia yang
sekitar US$ 800 atau sekitar 7 juta rupiah per tahun atau sekitar 580 ribu per bulannya. Apakah dapat dikatakan bahwa usaha
kecil memang berarti berpendapatan kecil? Tentu perhitungan yang dilakukan di atas juga tidak berarti bahwa usaha kecil
selalu mampu mencapai tingkat pendapatan yang besar. Beberapa perusahaan yang berskala besar pada kenyataannya masih dapat ditemukan
memberikan gaji yang lebih rendah jika dibandingkan dengan usaha yang dijalankan secara mandiri, sekalipun usaha tersebut
berskala kecil.
3. Manajemen Usaha Kecil
Manajemen
usaha kecil tidak jauh berbeda dengan tnanajemen organisasi bisnis pada
umumnya. Sebagai sebuah organisasi bisnis, keseluruhan fungsi manajemen
sebaiknya dijalankan dengan mempertimbangkan
jenis dan skala bisnis dari usaha yang dilakukan.
Jadi, manajemen usaha kecil tidak jauh berbeda dengan tnanajemen
perusahaan pada umumnya. Hanya saja, jenis dan
skala bisnis dari usaha yang dijalankan
menyebabkan, dalam beberapa hal,
manajemen usaha kecil tidak sama dengan manajemen perusahaan pada umumnya (yang berskala
tnenengah dan besar). Karena skala usaha bisnisnya lebih kecil, justru
pengelolaan sumber daya organisasi bisnis dari usaha kecil menjadi lebih sederhana dan mudah dikelola, sehingga
fungsi-fungsi operasional dari manajemen usaha kecil lebih mudah direncanakan dati dikendalikan. Akan tetapi,
karena sumber daya organisasi yang dikelola relatif kecil, maka jenis
usaha yang dipilih juga perlu dipertimbangkan agar sesuai dengan kemampuan
sumber daya organisasi.
Paling tidak ada beberapa faktor yang perlu
dimiliki oleh mereka yang tnenjalankan atau
melakukan manajemen usaha kecil. Faktor-faktor tersebut adalah entrepreneurship, profesional, inovatif,
keluasan jaringan usaha, dan kemampuan adaptif.
4.
Entrepreneurship atau sering
diterjemahkan dengan kewirausahaan-sebagaimana dikemukakan oleh Kreitner
(1995)-adalah sebuah proses di mana seseorang atau sebuah organisasi menjawab peluang
sekalipun ketersediaan sumber daya yang dimilikinya terbatas. Secara sepintas, pengertian ini tnenunjukkan bahwa seorang
pelaku usaha kecil tidak perlu
mempertimbangkan keterbatasan sumber daya yang dimilikinya. Akan tetapi,
pengertian ini perlu dipahami dengan perspektif optimis, bahwa seorang wirausaha atau entrepreneur adalah seorang yang selalu berusaha tnengubah
keadaan menjadi lebih baik, sekalipun harus melalui sebuah risiko. Oleh karena
itu, seorang wirausaha atau entrepreneur sering dikatakan sebagai seorang pengambil risiko atau risk taker,
karena berani melakukan sesuatu yang mengandung
risiko. Bisnis pada dasarnya selalu
mengandung dua sisi mata uang, yaitu risiko (risk) dan keuntungan (return). Jenis
bisnis apa pun tentunya mengandung
risiko, dari mulai risiko sedikitnya pembeli hingga kegagalan dalatn
bisnis. Akan tetapi, tentu ada alasan mengapa sebagian pebisnis mengalami kegagalan sedangkan sebagian lainnya
mengalami kesuksesan, yaitu berhasil memperoleh keuntungan (return). Faktor-faktor yang mendorong
kepada keberhasilan inilah yang
selalu diusahakan untuk dilakukan oleh
seorang wirausaha atau entrepreneur.
Dalam menjalankan manajemen usaha
kecil, entrepreneurship perlu untuk dimiliki agar usaha yang dijalankan senantiasa aktif dalam mengikuti
perkembangan bisnis dari waktu ke waktu, sebagaimana halnya bentuk
risiko yang berubah dari waktu ke waktu. Di antara risiko yang dihadapi usaha
kecil pada saat ini adalah adanya persaingan ketat
dengan perusahaan berskala internasional yang saat ini juga telah beroperasi di Indonesia. Sedikit banyak, usaha kecil terkena datnpaknya. Tetapi, jika entrepreneurship dimiliki dalam manajemen usaha kecil, tantangan
dari faktor internasional ini tidak menjadi hambatan bagi usaha kecil, bahkan
mungkin dijadikan peluang untuk mengembangkan
bisnisnya secara global.
5. Profesional
Pentingnya usaha kecil dijalankan secara profesional nampaknya tidak
diragukan lagi. Profesional berarti bahwa usaha kecil dijalankan dengan
menganut kepada prinsipprinsip manajemen modern dalam sebuah organisasi. Dalam
mengelola sumber daya manusianya usaha kecil
juga perlu menempatkan orang-orang yang sesuai dengan tempatnya. Jika
perlu, orang-orang dilatih agar dapat bekerja secara profesional.
Pilihan bisnis yang dijalankan juga perlu didasarkan atas kemampuan
dan daya jangkau para pelaku bisnis dalam usaha kecil tersebut. Dari segi
keuangan, jika diperlukan, usaha kecil juga melakukan proses audit dari
waktu ke waktu agar evaluasi atas keberhasilan usaha yang dijalankan juga bisa dilihat secara profesional. Ada
anggapan miring bahwa usaha kecil
umumnya selalu mengemis pada bantuan yang diberikan oleh pemerintah. Anggapan
miring inilah yang perlu dihapus, tidak dengan propaganda, tetapi dengan pengelolaan usaha kecil yang lebih
profesional. Jika usaha kecil dijalankan secara profesional, akses dana
dan akses pasar bagi usaha kecil nampaknya tidak terlalu sulit untuk dicapai. Hal tersebut dikarenakan usaha
kecil telah menunjukkan kemampuannya untuk mengelola bisnis sebagaimana
usaha-usaha lainnya yang berskala menengah dan besar.
6.
Inovatif
Salah satu ciri dari dunia usaha adalah terjadinya perubahan yang begitu
cepat. Perubahan tersebut dapat berupa perubahan dari karakteristik dan
jumlah konsumen, jumlah pesaing, hingga
ketersediaan pasokan bagi bisnis yang dijalankan.
Berangkat dari hal tersebut, usaha
kecil perlu mengembangkan pola-pola inovatif dengan memunculkan berbagai ide baru mengenai pengembangan
usaha yang dijalankan oleh mereka. Hal ini untuk memastikan agar usaha tidak hanya dapat bertahan di tengahtengah perubahan, akan
tetapi juga dapat berkembang sesuai dengan perubahan.
7.
Keluasan Jaringan
Usaha
Network is a key for busmess. Jaringan merupakan
kunci keberhasilan usaha. Demikian ungkapan bisnis dalam bahasa Inggris.
Ungkapan ini banyak benarnya. Pada dasarnya semakin luas jaringan yang dapat
dibangun oleh usaha kecil, dari mulai jaringan dengan pemasok, investor,
pelanggan, hingga berbagai pihak terkait, semakin besar peluang usaha kecil untuk mengembangkan usahanya dalam jangka
panjang.
8.
Kemampuan Adaptif
Manajemen usaha kecil juga.perlu memiliki kemampuan untuk beradaptasi
dengan perubahan lingkungan.
Jika saat ini teknologi informasi yang berbasis
komputer sudah tidak asing lagi
dipergunakan dalam dunia bisnis, maka tidak ada salahnya jika usaha kecil juga menjalankan usahanya dengan
memanfaatkan kemajuan teknologi tersebut, tentu disesuaikan dengan kebutuhannya yang paling relevan. Adaptasi juga diperlukan usaha kecil dalam mengantisipasi berbagai
perubahan yang terjadi secara
internasional. Beberapa isu bisnis
internasional seperti penerapan konsep International Standard Organization
(ISO) dan berbagai bentuk
kesepakatan dalam transaksi internasional juga menjadi sesuatu yang harus
terus diikuti oleh para pengelola usaha kecil.
Jika keempat
faktor tersebut dimiliki usaha kecil dalam menjalankan manajemennya, maka peluang usaha kecil untuk berhasil
cukup besar, dan kontribusinya terhadap pendapatan nasional tentunya
akan semakin signifikan di masa-masa yang akan datang.