Selasa, 23 Juni 2015

tugas resume manajemen


RESUME PENGANTAR MANAJEMEN

OLEH
NOVITA PURNAMA SARI. Z
NIM 1416132098

DOSEN PEMBIMBING : H. John Hendri, S. Kom., MM.



PRODI EKONOMI SYARIAH
JURUSAN EKONOMI ISLAM
FAKULTAS SYARIAH DAN EKONOMI ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) BENGKULU

TAHUN 2015




KATA PENGANTAR

Bissmillahirahmanirahim                                
Assalamu alaikum warahmatullahi wabarakatu
Rasa syukur kami panjatkan kehadirat ALLAH S.W.T yang telah mengizinkan dan memberi nikmat kemudahan kepada kami dalam menyusun dan menulis makalah Pengantar Manajemen yang berjudul Konsep Dasar Manajemen Dan Perkembangan Ilmu Manajemen.Hal yang paling mendasar yang mendorong kami menyusun makalah ini adalah tugas dari mata kuliah Pengantar Manajemen, untuk mencapai nilai yang memenuhi syarat perkuliahan.
Pada kesempatan ini kami mengucapkan banyak terimakasih yang tak terhingga atas bimbingan dosen dan semua pihak sehingga makalah ini dapat kami selesaikan dengan baik Jika ada kekurangan dalam makalah ini kami mohon kritik beserta saran dari pembaca.
Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakaatuh



Bengkulu, 30 Maret 2015
Penulis


Novita Purnama Sari. Z



 
BAB I
KONSEP DASAR MANAJEMEN
A.    Organisasi dan Manajemen
Kata manajemen tampaknya sudah sering kita dengar. Manajemen erat kaitannya dengan konsep organisasi. Sehubungan dengan hal tersebut, maka ada baiknya kita memahami dulu pengertian dari organisasi. Menurut Griffin (2002), organisasi adalah “a group of people working together in a structured and coordinated fashion to archive a set of goals”. Organisasi adalah sekelompok orang yang bekerja sama dalam struktur dan koordinasi tertentu dalam mencapai serangkaian tujuan tertentu.
Berbagai organisasi memiliki tujuan yang berbeda-beda tergantung pada jenis organisasinya. Organisasi sosial, politik, bisnis, dll. Organisasi bisnis bertujuan untuk memperoleh profit. Maka organisasi bisnis adalah sekumpulan orang atau kelompok yang memiliki tujuan untuk meraih profit dalam kegiatan bisnisnya.
Griffin mengemukakan bahwa paling tidak organisasi organisasi memiliki berbagai sumber daya. Seperti SDM, SDA, sumber daya dana, serta sumber daya informasi. Manajemen diperlukan ketika terdapat sekumpulan orang-orang (yang pada umumnya memiliki karakteristik perbedaaan) dan sejumlah sumber daya yang harus dikelola agar tujuan sebuah organisasi dapat tercapai.
B.     Pentingnya Manajemen
Ada tiga alasan utama diperlukannya manajemen:
1.      Untuk mencapai tujuan
2.      Untuk menjaga keseimbanag diantara tujuan-tujuan yang saling bertentangana
3.      Untuk mencapai efisisensi dan afektivitas.
C.    Definisi Manajemen
Mary Parker Follet mendefinisikan manajemen sebagai seni dalam menyelesaikan pekerjaan melalui orang lain. pengertian manajemen begitu luas sehingga dalam kenyataannya tidak ada definisi yang digunakan secara konsisten oleh semua orang. Stoner mengemukakan manajemen adalah proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan usaha-usaha para anggota organisasi dan penggunaan sumber daya-sumber daya organisasi lainnya agar mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Manajemen didefinisikan sebagai proses karena semua manajer, tanpa memperdulikan kecakapan atau keterampilan khusus mereka, harus melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu yang saling berkaitan untuk mencapai tujuan-tujuan yang mereka inginkan.
D.    Fungsi-fungsi Manajemen
Fungsi-fungsi manajemen menurut Nickels, McHugh and McHugh (1997) terdiri atas 4 fungsi:
1.      Perencanaan atau planning, yaitu proses yang menyangkut upaya yang dilakukan untuk mengantisipasi kecendrungan dimasa yang akan datang dan penentuan strategi dan taktik yang tepat untuk mewujudkan target dan tujuan organisasi.
2.      Pengorganisasian atau organizing, yaitu proses yang menyangkut bagaimana strategi dan taktik yang telah dirumuskan dalam perencanaan didesain dalam sebuah struktur organisasi yang tepat dan tangguh, sistem dan lingkunag yang kondusif dan bisa memastikan bahwa semua pihak dalam organisasi bisa bekerja secara efektif dan efisisen guna untuk pencapaian tujuan organisasi.
3.      Pengimplementasian atau directing, yaitu proses implementasi program agar bisa dijalankan oleh seluruh pihak dalam organisasi serta proses memotivasi agar semua pihak tersebut dapat menjalankan tanggung jawabnya dengan penuh kesadaran dan produktivitas yang tinggi.
4.      Pengendalian dan pengawasan atau controlling, yaitu proses yang dilakukan untuk memastikan seluruh rangkaian kegiatan yang telah direncanakan, diorganisasikan dan diimplementasikan bisa berjalan sesuai dengan target yang diharapkan sekalipun berbagai perubahan terjadi dalam lingkungan dunia bisnis yang dihadapi.

BAB II
PERKEMBANGAN ILMU MANAJEMEN
A.    Perkembangan Teori Ilmu Manajemen
Terdapat tiga aliran pemikiran manajemen yang ada : aliran klasik (manajemen ilmiah dan teori organisasi klasik), aliran hubungan manusiawi (aliran neoklasik) dan aliran manajemen modern.
1.      Kelompok pertama: Manajemen Klasik
a.       Perkembangan Awal Teori Manajemen
Ada dua tokoh manjemen, yang mengawali munculnya manajemen ilmiah, Robert Owen (1771-1858). Pada permulaan tahun 1800-an Robert Owen, seorang manajer beberapa pabrik pemintalan kapas di New Lanark Scotlandia, menekankan pentingnya unsur manusia dalam produksi. dia membuat perbaikan-perbaikan dalam kondisi kerja, seperti pengurangan hari kerja standar, pembatasan anak-anak dibawah umur yang bekerja, membangun perumahan yang lebih baik bagi karyawan dan mengoperasikan toko perusahaan yang menjual barang-barang dengan murah. disamping itu Owen mengembangkan sejumlah prosedur kerja yang juga memungkinkan penigkatan produktivitas. Charles Babbage (1792-18710, seorang professor matematika dari inggris mencurahkan banyak waktunya untuk membuat operasi-operasi pabrik menjadi lebih efisien. Ia percaya bahwa aplikasi prinsip-prinsip ilmiah pada proses kerja akan menaikkan produktivitas kemudian menurunkan biaya. Babbage adalah penganjur pertama prinsip yang sesuai dengan setiap operasi pabrik. Lini perkaitan modern yang banyak dijumpaisekarang. Babbage menganjurkan kerjasama yang saling menguntungkan antara keentingan karyawan dan pemilik pabrik, serta, merencanakan skema pembagian keuntungan.
2.      Manajemen Ilmiah
Federick W. Tayor (1856-1915). Manajemen ilmiah mula-mula dikembangkan oleh Federick sekitar tahun 1900an. Taylor disebut sebagai bapak “manajemen ilmiah”. Manajemen ilmiah diartikan berbeda. Arti pertama, manajemen ilmiah merupakan penerapan metode ilmiah pada studi, analisa, dan pemecahan masalah-masalah organisasi. Sedangkan arti kedua, manajemen ilmiah adalah seperangkat mekanisme-mekanisme atau teknik-teknik “a bag of tricks” untuk meningkatkan efisiensi kerja organisasi. Taylor telah memberikan dasar (filsafat) penerapan pendekatan ilmiah pada manjemen dan mengembangkan sejumlah teknik-tekniknya untuk mencapai efisiensi.
Frank Bunker Gilbreth seorang pelopor pengembangan studi gerak dan waktu, menciptakan berbagai teknik manajemen yang diilhami Taylor. Dia sangat tertarik terhadap masalah efesiensi, terutama untuk menemukan “cara terbaik pengerjaan suatu tugas”. Sedangkan Lilian Gilbreth lebih tertarik pada aspek-aspek manusia dalam kerja, seperti seleksi, penempatan dan latihan personalia.
Hemy L. Gantt (1861-1919). Seperti Taylor, ia mengemukakan gagasan-gagasan kerjasama yang saling menguntungkan antara tenaga kerja dan manajemen, seleksi ilmiah tenaga kerja, sistem insentif untuk merangsang produktivitas dan penggunaan intruksi-intruksi kerja yang terperinci.
Harrington Emerson (1853-19310. Pemborosan dan ketidak efisienan adalah masalah-masalah dilihat oleh Emerson sebagai penyakit sistem industri. Oleh sebab itu Emerson mengemukakan 12 prinsip-prinsip efisiensi yang sangat terkenal:
1.      Tujuan-tujuan dirumuskan dengan jelas
2.      Kegiatan yang dilakukan masuk akal
3.      Adanya staf yang cakap
4.      Disiplin
5.      Balas jasa yang adil
6.      Laporan-laporan yang terpercaya, segera, akurat, sistem informasi dan akuntansi
7.      Pemberian perintah perencanaan dan pengurutan kerja
8.      Adanaya standar-standar, skedule-skedule, metode dan setiap waktu kegiatan
9.      Kondisi yang distandardisasi
10.  Operasi yang distandardisasi
11.  Intruksi-intruksi praktis tertulis yang standar
12.  Balas jasa efisiensi rencana insentif
Kebaikan dan Kekurangan Manajemen Ilmiah
Metode-metode manajemen ilmiah telah banyak diterapkan pada bermacam-macam kegiatan organisasi, terutama dalam usaha peningkatan produktivitas. Teknik-teknik efisiensi manajemenilmiah, seperti studi gerak dan waktu, telah menyebabkan kegiatan dapat dilaksanakan lebih efisien. Manajemen ilmiah tidak hanya mengembangkan pendekatan rasional untuk pemecahan masalah-masalah organisasi tetapi juga meletakkan dasar profesionalisasi manajemen.
Setelah revolusi mental yang dicanangkan Taylor terjadi dalam praktek, timbul masalah-masalah sebagai keterbatasan penerapan manajemen ilmiah. Kenaikan produktifitas sering tidak dikuti kenaikan pendapatan. Perilaku manusia yang bermacam-mavam menjadi hambatan. Pendekatan rasional hanya memuaskan kebutuhan-kebutuhan ekonomis dan phisik, tidak memuaskan kebutuhan sosial karyawan.
B.     Teori Organisasi Klasik
Hemi Fayol (1841-1925), seorang industrialis Prancis, mengemukakan teori dan teknik-teknik administrasi sebagai pedoman bagi pengelolaan organisasi-organisasi yang kompleks dalam bukunya yang terkenal. Fayol memerinci manajemen menjadi lima unsur, yaitu:
1.      Perencanaan
2.      Pengorganisasian
3.      Pemberian perintah
4.      Pengkoordinasian
5.      Pengawasan
Fayol membagi operasi-operasi perusahaan menjadi enam kegiatan
1.      Teknik produksi dan manufacturing produk
2.      Komersial
3.      Keuangan
4.      Keamanan
5.      Akuntansi
6.      Manajerial
Disamping itu Fayol juga mengemukakan empat belas prinsip-prinsip manajemen yang secara ringkas adalah sebagai berikut:
1.      Pembagian kerja
2.      Wewenang
3.      Disiplin
4.      Kesatuan perintah
5.      Kesatuan pengarahan
6.      Meletakkan kepentingan perseorangan dibawah kepentingan umum
7.      Balas Jasa
8.      Sentralisasi
9.      Rantai skalar
10.  Order
11.  Keadilan
12.  Stabilitas staf organisasi
13.  Inisiatif
14.  Esprit de corps
James D. Mooney, mengkategorikan prinsip-prinsip dasar manajemen tertentu. Dia mendefinisikan organisasi sebagai sekelompok, dua atau lebih orang yang bergabung untuk tujuan tertentu. Menurutnya, umtuk merancang organisasi perlu diperhatikan empat kaidah dasar, yaitu
1.      Koordinasi
2.      Prinsip skalar
3.      Prinsip fungsional
4.      Prinsip staf
Mary Parker Follet (1868-1933). Follet dan Barnard bertindak sebagai jembatan antara teori klasik dan hubungan manusiawi karena pemikiran mereka berdasarkan kerangka klasik, tetapi memperkenalkan beberapa unsur baru tentang aspek-aspek hubungan manusiawi. Follet memberikan sumbangan besar dalam bidang manajemen melalui aplikasi praktik-praktik ilmu-ilmu sosial dalam administrasi perusahaan. Follet percaya bahwa konflik dapat dibuat konstruktif dengan penggunaan proses integrasi dimana orang-orang yang terlibat mencari jalan pemecahan bersama perbedaan-perbedaan diantara mereka. Dia juga menguraikan suatu pola organisasi yang ideal damana manjer mencapai koordinasi melalui komunikasi yang terkendali dengan para karyawan.
Chaster L. Barnard (1886-1961), memandang bahwa organisai sebagai sitem kegiatan yang diarahkan pada tujuan dan pengadaan sumber daya yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan. Barnard menekankan pentingnya pperalatan komunikasi untuk pencapaian tujuan kelompok dan dia juga mengemukakan teori penerimaan pada wewenang yang menurutnya bawahan akan  menerima perintah hanya bila mereka memahami dan mampu serta berkeinginan untuk menuruti atasan.
C.    Aliran Hubungan Manusiawi
Hugo Munsterberg (1863-1916). Dia menguraikan penerapan peralatan-peralatan psikologi untuk membantu pencapaian tujuan produktivitas. Dia mengemukakan bahwa untuk mencapai peningkatan produktivitas dapat dilakukan melalui tiga cara:
1.      Penemuan best possible person
2.      Penciptaan best possible work
3.      Penggunaan best possible effect
Elton Mayo (1880-1949) dan percobaan-percobaan Hawthorne. Elton Mayo dan asisten risernya mengadakan suatu studi tentang perilaku manusia dalam bermacam situasi kerja yang sangat terkenal di pabrik Howthorne. Percobaan pertama dilakukan untuk meneliti pengaruh kondisi penerangan terhadap produktivitas. Ketika kondisi penerangan dinaikkan, produktifitas juga naikseperti yang diperkirakan. Tetapi ketika penerangan dikurangi, produktifitas juga tetap naik. Percobaan selanjutnya, Mayo dan kawan-kawannya menempatkan dua kelompok yang masing-masing terdiri dari enam karyawati dalam ruang terpisah. Dalam salah satu ruang kondisi diubah-ubah secara periodik dan ruang lainnya tidak. sejumlah variabel-variabel dicoba : upah dinaikkan, periode istirahat dan jam makan siang lamanya diubah-ubah, hari kerja dan mingggu kerja diperpendek. Sekali lagi, keluaran dikedua ruangternyata sama-sama meningkat. Mereka menyimpulkan bahwa rantai reaksi emosional yang kompleks telah mempengaruhi peningkatan produktivitas.
Kebaikan dan kekurangan endekatan hubungan manusiawi
Teori manusiawi ini mengilhami para ilmuwan perilaku manusia seperti Argryis, Maslow dan McGregor untuk membahas lebih lanjut motivasi manusia. Konsep mahluk sosial tidak menggambarkan secara lengkap individu-individu dalam tempatnya bekerja. Hal ini merupakan salah satu keterbatasan teori hubungan manusiawi. Disamping itu perbaikan-perbaikan kerja dan kepuasan karyawan tidak menghasilkan peningkatan produktivitas yang dramatik seperti yang diharapkan. Lingkungan sosial ditempat kerja hanya salah satu dari beberapa faktor yang saling berinteraksi yang mempengaruhi produktivitas. Tingkat upah, seberapa jauh pekerjaan itu menarik, struktur organisasi dan hubungan perburuhan juga memainkan peranan. Jadi, produktifitas dan kepuasan kerja menjadi semakin kompleks dari yang dipikirkan semula.
D.    Aliran Manajemen Modern
Manajemen modern berkembang melalui dua jalur yang berbeda. Jalur pertama merupakan pengembangan dari aliran hubungan manusiawi yang dikenal sebagai perilaku organisasi dan yang lain dibangun atas dasar manajemen ilmiah, dikenal sebagai aliran kuantitatif.

E.     Perilaku Organisasi
Perkembangan aliran perilaku organisasi ditandai dengan pandangan dan pendapat baru tentang perilaku manusia dan sistem sosial, tokoh-tokoh aliran ini antara lain:
1.      Abraham Maslow yang mengemukakan adanya hierarki kebutuhan dalam penjelasannya tentang perilaku manusia dan dinamika proses motivasi.
2.      Douglas McGregor dengan teori X dan teori Y nya.
3.      Federick Herzbreg yang menguraikan teori motivasi higienisatau teori dua faktor.
4.      Robert Blake dan Jane Mouton yang membahas lima gaya kepemiminan dengan kisi-kisi manajerial
5.      Rensis Likert yang telah mengidentifikasi dan melakukan penelitiannya secara ekstensif mengenai empat sistem manajemen dari sistem 1: exploit-otoritatif sampai sistem 4: partisipatif kelompok.
6.      FrednFiedler yang menyarankan pendekatan contigency pada study kepemimpinan.
7.      Chris A. yang memandang organisasi sebagai sistem sosial atau sistem antar hubungan budaya
8.      Edgar Schein yang banyak meneliti dinamika kelompok dalam organisasi dan lain-lainnya.
Prinsip-prinsip Dasar Suatu Organisasi
1.      Prinsip dasar dari pendapat para tokoh manajemen modern
2.      Manajemen tidak dapat dipandang sebagai suatu proses teknik secara ketat (peranan, prosedur, prinsip)
3.      Manajemen harus sistematik dan pendekatan yang digunakan harus dengan pertimbangan secara hati-hati
4.      Organisasi sebagai suatu keseluruhan dan pendekatan manjer individual untuk pengawasan harus sesuai dengan situasi
5.      Pendekatan motivasional yang menghasilkan komitmen pekerja terhadap tujuan organisasi sangat dibutuhkan.
Sebagai tambahan beberapa gagasan yang lebih khusus dari berbagai riset perilaku adalah:
1.      Unsur manusia adalah faktor kunci penentu sukses atau kegagalan pencapaian tujuan organisasi
2.      Manajer masa kini harus diberi latihan dalam pemahaman prinsip-prinsip dan konsep-konsep manajemen
3.      Organisasi harus menyediakan iklim yang mendatangkan kesempatan bagi karyawan untuk memuaskan seluruh kebutuhan mereka.
4.      Komitmen dapat dikembangkan melalui partisipasi dan keterlibatan para karyawan
5.      Pekerjaan setiap karyawan harus disusun yang memungkinkan mereka mencapai kepuasan diri dari pekerjaan tersebut
6.      Pola-pola pengawasan dan manajemen pengawasan harus dibangun atas dasar pengertian positif yang menyeluruh mengenai karyawan dan reaksi mereka terhadap pekerjaan.
F.     Aliran Kuantitatif
Aliran ini ditandai dengan berkembangnya team-team riset operasi dalam pemecahan masalah-masalah industri, yang didasarkan atas sukses team-team riset operasi inggris dalam perang dunia ke II. Sejalan dengan semakin kompleksnya komputer elektronik, transportasi dan komunikasi dan sebagainya, teknik-teknik riset operasi menjadi semakin penting sebagai dasar rasional untuk pembuatan keputusan. Prosedur-prosedur riset operasi tersebut kemudian diformalisasikan dan disebut aliran management science.
Teknik management science digunakan dalam kegiatan penganggaran moral, manajemen aliran kas, sscheduling produksi, pengembangan strategi produk, perencanaan program pengembangan sumber daya manusia, penjagaan tingkat persediaan yang optimal dan sebaginya. Penggunaan teknik-teknik untuk pemecahan masalah dan pembuatan keputusan telah terbukti banyak membantu manajer dalam kegiatan-kegiatan perencanaan dan pengawasan.
langkah-langkah pendekatan management science biasanya adalah sebagai berikut:
1.      Perumusan masalah
2.      Penyusunan suatu model matematis
3.      Mendapatkan penyelesaian dari model
4.      Pengujian model dan hasil yang didapatkan dari model
5.      Penetapan pengawasan atas hasil-hasil
6.      Pelaksanaan hasil dalam kegiatan implementasi.















BAB III
MANAGER DAN MANAJEMEN
A.    Manajer sebagai pelaksana manajemen
1.      Peran manajer dalam organisasi
Manajer pada dasarnya adalah subjek dari kegiatan manajemen. Artinya, manajer adalah orang yang melakukan kegiatan manajemen. Lebih lengkapnya manajer adalah individu yang bertanggung jawab secara langsung untuk memastikan kegiatan dalam sebuah organisasi dijalankan bersama anggota dari organisasi.
Tugas-tugas manajer adalah sebagai untuk mewujudkan agar tujuan organisasi dapat tercapai serta efektif dan efisien melalui serangkaian kegiatan manajemen secara fungsional maupun operasional.
a.      Keahlian-keahlian manajemen
Adapun keahlian keahlian manajemen adalah sebagai berikut :
1)      Keahlian tekhnis, yaitu keahlian yang diperlukan untuk melakukan pekerjaan sfesifik tertentu.
2)      Keahlian berkomunikasi dan berinteraksi dengan masyarakat, yaitu keahlian dalam memahami dan melakukan interaksi dengan berbagai jenis orang di mayarakat.
3)      Keahlian konseptual, yaitu keahlian dalam berfikir secara abstrak, sistematis,dan mendiagnosa dan menganalisis berbagai masalah dala,m situasi yang berbeda-beda.
4)      Keahlian dalam mengambil keputusan , yaitu keahlian untuk memanfaatkan waktu secara efektif dan efisien.
5)      Beberapa keahlian lain saat ini juga menjadi keahlian yang diperlukan dalam manajemen atau pengolaan bisnis, terutama jika dikaitkan dengan persaingan bisnis global, di antara keahlian tersebut adalah : Keahlian dalam bidang global, yaitu keahlian manajerial yang tidak saja terfokus pada suatu keadaan di negara tertentu, akan tetapi juga lintas negara bahkan lintas budaya. Keahlian dalam bidang teknologi, yaitu keahlian manajerial dalam mengikuti dan menguasai berbagai perkembangan teknologi yang terjadi.
b.      Tingkatan-tingkatan manajemen
Ada beberapa tingkatan manajemen sebagaimana dikemukan oleh Nickles McHugh and McHugh (1997), tingkatan tingkatan manjemen tersebut meliputi :
1)      Manajemen tingkat puncak atau Top management, yang biasanya terdiri dari direktur utama, presiden direktur, atau wakil direktur.  Dalam posisi ini keahlian yang harus dimiliki yaitu , keahlian konseptual, komunikasi, pengambilan keputusan, manajemen global dan manajemen waktu.
2)      Manajemen tingkat menengah atau middle management, yang biasanya terdiri para manajer, kepala divisi, atau departemen, atau kepala cabang. Dalam posisi ini keahlian yang harus dimiliki yaitu , keahlian konseptual, komunikasi, pengambilan keputusan, manajemen global, manajemen waktu dan juga teknik.
3)      Manajemen supervisi atau tingkat pertama atau Supervisory or Firs-Lme yang biasanya terdiri para supervisi, ketua kelompok, dan lain sebagainya. Dalam posisi ini keahlian yang harus dimiliki yaitu , keahlian konseptual, komunikasi, pengambilan keputusan, manajemen waktu dan juga teknikal.
4)      Manajemen nonsupervisi atau Non-supervispry management, yang biasanya terdiri dari para tenaga kerja bawah dan umumnya seperti buruh, pekerja bangunan, dan lain-lain. Dalam posisi ini keahlian yang harus dimiliki yaitu manajemen waktu dan juga teknikal dan komunikasi
c.       Manajemen sebagai seni dan sains
Salah satu keunikan dari ilmu manajentmen adalah bahwa mereka yang menguasai pengetahuan manajemen belum tentu memiliki pengalaman atau mampu untuk menjalankan kegiatan manajemen dalam praktik. Sebaliknya pula, mereka yang telah berpengalaman dalam kegiatan manajemen secara praktik, belum tentu akan mengerti kerangka teoritis atau pengetahuan tentang kegiatan manajemen yang telah dijalankannya.
Pengetahuan kita akan manejemen akan semakin kita pahami sekiranya kita padu dengan kegiatan praktik. Banyak penguasaha-pengusaha yang telah berhasil dalam kegiatan bisnisnya, padahal tidak pernah mengecap pendidikan di jurusan manajemen tidak dapat berbuat apa-apa ketika pertama kali bekerja dikarenakan miskin pengalaman secara praktik.
B.     Tanggung Jawab Sosial Manajer
Tanggung jawab sosial berarti bahwa manajemen mempertibangkan dampak sosial dan ekonomi di dalam pembuatan keputusannya. Tanggung jawab sosial perusahaan ini merupakan salah satu tugas yang harus dilakukan oleh para manajer organisasi perusahaan , karena aspek ini merupakan syarat utama bagi berhasilnya perusahaan , terutama untuk jangka panjang. Dengan demikian manajer sekarang dituntut untuk mengimpletasikan etika berusaha, terutama dalam hubungannya dengan langganan , karyawan, penemu teknologi, lembaga-lembaga pendidikan, perusahaan-perusahaan lain, para penyedia, kreditur, pemegang saham, pemerintah dan masyarakat pada umumnya.
Ada lima faktor yang mempengaruhi keputusan-keputusan pada masalah etika yaitu :
1)      Hukum
2)      Peraturan-peraturan pemerintah
3)      Kode etik industri dan perusahaan
4)      Tekana-tekanan sosial
5)      Tegangan antara standar perorangan dan kebutuhan organisasi.
Banyak organisasi sekarang ini mengesampingkan tujuan utamanya maksimalisasi keuntungan, dan mengalihkan ke pemenuhan kebutuhan-kebutuhan masyarakat dengan perolehan keuntungan secukupnya. Selain itu pencapaian hasil-hasil yang lebih baik dalam pelaksanaan fungsi tanggung jawab sosial perusahaan sekarang menjadi semacam peralatan untuk membantu sukses organisasi.





















BAB IV
FUNGSI PERENCANAAN
A.    Konsep dasar perencanaan manajemen
1.      Pengertian perencanaan (planning)
Menurut robbins dan coulter (2002) mendefiniskan perencanaan sebagai proses yang ditandai dari penetapan tujuan organisasi, menentukan strategi untuk pencapaian tujuan organisasi tersebut secara menyeluruh., serta merumuskan sistem perencanaan yang menyeluruh untuk menginterpretasikan dan mengoordinasikan seluruh pekerjaan organisasi hingga tercapainya tujuan organisasi tersebut.
Pada intinya perencanaan dibuat sebagai upaya untuk merumuskan apa yang sesungguhnya ingin dicapai oleh sebuah organisasi atau perusahaan serta bagaimana sesuatu yang ingin dicapai tersebut dapat diwujudkan melalui serangkaian rumusan rencana kegiatan tertentu. Perencanaan yang baik adalah ketika apa yang dirumuskan ternyata dapat direalisasikan dan mencapai tujuan yang diharapkan. Perencanaan yang buruk adalah ketika apa yang telah organisasi dirumuskan dan ditetapkan ternyata tidak berjalan dalam implementasi, sehingga tujuan organisasi menjadi tidak terwujud. Terkait dengan hal tersebut George R. Terry menyatakan bahwa untuk menegtahui apakah perencanaan itu baik atau tidak dapat dijawabmelalui pertanyaaan-pertanyaaan dasar mengenai perencanaan, yaitu what, why, where, when, who dan how.
B.     Fungsi dari perencanaan
Menurut Robbins dan Coulter (2002) menjelaskan bahwa fungsi perencanaan terdiri dari 4 fungsi yaitu :
1.      Perencanaan sebagai pengarah, Perencanaan akan menghasilkan upaya untuk meraih sesuatu dengan cara yang lebih terkoordinasi. Perusahaan yang tidak menjalankan sangat mungkin untuk mengalami konflik kepentingan, pemborosan sumber daya, dan ketidakberhasilan dalam pencapaian tujuan karena bagian-bagian dari organisasi bekerja secara sendiri tanpa ada koordinasi yang jelas dan terarah.
2.      Perencanaan sebagai menimalisasi ketidakpastian, Perubahan seringkali  sesuai dengan apa yang kita perkirakan, akan tetapi jarang pula malah diluar perkiraan kita, sehingga menimbulkan ketidakpastian bagi perusahaan. Ketidakpastian inilah yang coba diminimalkan melalui kegiatan perencanaan.
3.      Perencanaan sebagai menimalisasi pemborosan sumber daya, Jika perencanaan dilakukan dengan baik , maka sumber yang diperlukan  dengan cara bagaimna penggunaanya , dan untuk penggunaan apa saja dengan lebih baik dipersiapkan sebelum kegiatan dijalakan.
4.      Perencanaan sebagai penetapan standar dalam pengawasan kualitas, Perencanaan berfungsi sebagai penetapan standar kualitas yang harus dicapai oleh perusahaan dan di awasi dengan pelaksanaanya dalam fungsi pengawasan manajemen.
5.      Persyaratan perencanaan, Perencanaan yang baik tentunya dirumuskan  dengan beberapa persyaratan antara lain sebagai berikut :
a.       Faktual atau realitas
b.      Logis dan rasional
c.       Fleksibel
d.      Komitmen
e.       Komprehensif
C.    Melakukan perencanaan (planning process)
Proses perencanaan melibatkan dua element penting yaitu tujuan (goals) dan rencana (plan). Empat tahap perencanaan yaitu :
1)      Menetapkan tujuan atau serangkaian tujuan
2)      Merumuskan keadaan saat ini
3)      Mengidentifikasikan segala kemudahan dan hambatan
4)      Mengembangkan rencana atau kegiatan untuk pencapaian tujuan
D.    Beberapa alat bantu perencanaan
1.      Perencanaan dengan Flow Chart
Pada dasarnya, pendekatan flow chart lebih sering digunakan bagi mereka yang menadalami teknik-teknik komputer, teknik dan sisitem informasi. Namun, pendekatan ini juga sudah cukup populer untuk digunakan dalam dunia manajemen. Flow chart adalah model grafis yang menunjukkan model sistem yang menggambarkan yang berkesinambungan dan keputusannya ya atau tidak. Berkesinambungan pada dasarnya adalah proses pengaturan kejadian-kejadian berdasarkan kronologisnya.misalnya, membaca buku dapat dilakukan setelah kita mmebeli buku. Maka dalam model flow chart, membac buku di lezakan setelah membeli buku.
1.      Penjadwalan melalui gantt chart
Alat bantu perencanaan yang kedua adalah apa yang dinamakan penjadwalan dengan grantt chart (bagan gantt). Penjadwalan adalah salah satu bagian penting dalam perencanaan. Ketika kegiatan organisasi begitu banyak dan berkesinambungan satu dengan yang lainnya, grant chart pada dasarnya membantu manajer untuk dapat mengaturnya melalui proses penjadwalan. Sehingga secara sederhana gantt chart adalah teknik penjadwalan secara garfis Atau berbagai rencana kegiatan. Grantt chart pertama kali dikenalkan oleh Hemy L. Gant salah seorang rekan kerja dari Frederich Winslow Taylor yang juga bekerja diperusahaan Midvalesteel pada tahun 1887. Perkembangan berikutnya menunjukkkan bahwa gant chart telah banyak dipergunakan secara populer baik oleh para peragtisi manajemen maupun berbagai organisasi lainnya.
2.      Perencanaan dengan jaringan Pert (pert network)
Keterbatasan dari bagan gant pada giliran berikutnya dikembangkan dan dikoreksi oleh alat bantu perencanaan lainnya. Diantara alat bantu tersebut adalah apa yang dikenal sebagai jaringan pert atau lebih dikenal dengan pert network. Pert adalah singkatan dari program Evaluation and Review Tecnique. Pert merupakan alat bantu perencanaan melalui penjadwalan dan penggambaran rencana kerja secara kronolgis dan berkelanjutan bagi pekerjaan yang sifanya tidak rutin, berskala besar maupun kompleks ada empat konsep yang harus dipahami oleh pert diantaranya yaitu :
a.       Event atau kejadian adalah indikator dari performa pekerjaan baik sebelum maupun sesudah pekerjaan dilakukann sekaligus juga menunjukkan apakah suatu pekerjaan lain dapat dilakukkan atau sebaliknya berdasarkan indikator ini.
b.      Activity atau kegiatan adalah bagian dari berbagai pekerjaan yang sedang dalam pengerjaan dari keseluruhan pekerjaan yang berkesinambungan. Kegiatan diawali dan diakhiri oleh kejadian atau event.
c.       Time atau waktu,menunjukkan perkiraan masa pengerjaan dari keseluruhan sebagaimana diatur dalam jarinan pert. Pert time atau masa pengerjaaan berdasarkan pert adalah rata-rata dari komponen waktu berdasarkan kerangka pert.
d.      Cretical path atau indikator kritis menunjukkan waktu kritis bagi pengerjaan kegiatan dalam kerangka path yang dapat diterima. Waktu kritis menunjukkan batas toleransi akan suiatu pekerjaan yang dilaksanaakan.












BAB V
PENGORGANISASIAN DAN STRUKTUR ORGANISASI
A.          Pengertian Pengorganisasian
Istilah pengorganisasian mempunyai bermacam-macam. penger­tian. Istilah tersebut dapat digunakan untuk menunjukkan hal-hal berikut ini
1.              Cara manajemen merancang struktur formal untuk pengguna­an yang paling efektif sumber daya-sumber daya keuangan, phisik, bahan baku, dan tenaga kerja organisasi.
2.              Bagaimana organisasi mengelompokkan kegiatan-kegiatannya, di mana setiap pengelompokan diikuti dengan penugasan seorang manajer yang diberi wewenang untuk mengawasi anggota-ang­gota kelompok.
3.              Hubungan-hubungan antara fungsi-fungsi, jabatan jabatan, tu­gas-tugas dan para karyawan.
4.              Cara dalam mana para manajer membagi lebih lanjut tugas-tugas yang harus dilaksanakan dalam departemen mereka dan mende­legasikan wewenang yang diperlukan untuk mengerjakan tugas tersebut.
B.           Struktur Organisasi
Adapun faktor-faktor utama yang menentukan perancangan struktur organisasi adalah sebagai berikut
1.              Strategi organisasi untuk mencapai tujuannya. Chandler 2) te­lah menjelaskan hubungan strategi dan struktur organisasi da­lam studinya pada perusahaan-perusahaan industri di Amerika.
2.      Dia pada dasarnya menyimpulkan bahwa "struktur mengikuti strategi". Strategi akan menjelaskan bagaimana aliran wewe­nang dan saluran komunikasi dapat disusun di antara para mana­jer dan bawahan. Aliran kerja sangat dipengaruhi strategi, se­hingga bila strategi berubah maka struktur organisasi juga ber­ubah.
3.      Teknologi yang digunakan. Perbedaan teknologi yang digunakan untuk memproduksi barang barang atau jasa akan membedakan bentuk struktur organisasi. Sebagai contoh, perusahaan mobil yang mempergunakan teknologi industri masal akan memerlu= kan tingkat standardisasi dan spesialisasi yang lebih tinggi diban­ding perusahaan industri pakaian jadi yang mengutamakan per­ubahan mode.
4.      Anggota (karyawan) dan orang-orang yang terlibat dalam orga­nisasi. Kemampuan dan cara berpikir para anggota, serta kebu­tuhan mereka untuk bekerjasama harus diperhatikan dalam me­rancang struktur organisasi. Kebutuhan manajer dalam pem­buatan keputusan juga akan mempengaruhi saluran komunika­si, wewenang dan hubungan di antara satuan-satuan kerja pada rancangan struktur organisasi. Di samping itu, orang-orang di luar organisasi, seperti pelanggan, supplier, dan sebagainya perlu dipertimbangkan dalam penyusunan struktur.
5.      Ukuran organisasi. Besarnya organisasi secara keseluruhan mau­pun satuan-satuan kerjanya akan sangat mempengaruhi struktur organisasi. Semakin besar ukuran organisasi, struktur organisasi akan semakin kompleks, dan harus dipilih bentuk struktur yang tepat.
Sedangkan unsur-unsur struktur organisasi terdiri dari :
1.      Spesialisasi kegiatan berkenaan dengan spesifikasi tugas-tugas individual dan kelompok kerja dalam organisasi (pembagian kerja) dan penyatuan tugas-tugas tersebut menjadi satuan-satu­an kerja (departementalisasi).
2.      Standardisasi kegiatan, merupakan prosedur-prosedui yang digu­nakan organisasi untuk menjamin" terlaksananya kegiatan seper­ti yang direncanakan.
3.      Koordinasi kegiatan, menunjukkan prosedur-prosedur yang mengintegrasikan fungsi-fungsi satuan-satuan kerja dalam orga­nisasi.
4.      Sentralisasi dan desentralisasi pembuatan keputusapt, yang me­
nunjukkan lokasi (letak) kekuasaan pembuatan keputusan.
5.      Ukuran satuan kerja menunjukkan jumlah karyawan dalam sua­tu kelompok kerja. 3 )
C.    Pembagian Kerja
Tujuan suatu organisasi adalah untuk mencapai tujuan di mana individu-individu tidak dapat mencapainya sendiri. Kelompok dua atau lebih orang yang bekerja bersama secara kooperatif dan dikoor­dinasikan dapat mencapai basil lebih daripada dilakukan perseorang­an. Konsep ini disebut synergy. Tiang dasar pengorganisisian adalah prinsip pembagian kerja (division of labor) yang memurigkinkan sy­nergy terjadi.
D.    Bagan Organisasi Formal
1)             Bentuk-bentuk Bagan Organisasi
Hemy G. Hodges mengemukakan empat bentuk bagan organi­sasi, yaitu
a)      Bentuk piramid. Bentuk ini yang paling banyak digunakan, ka­rena sederhana, jelas dan mudah dimengerti.
b)             Bentuk vertikal. Bentuk vertikal agak menyerupai bentuk pi­ramid, yaitu dalam hal pelimpahan kekuasaan dari atas "_ ba­wah, hanya bagan vertikal berwujud tegak sepenuhnya. men
c)      Bentuk horizontal. digambarkan dariakiri Aliran ke kanan. jsatu Bentuk lingkaran. Bagan ini menekankan pada hubungan antara abatan dengan jabatan lain. Bagan bentuk lingkaran jarang sekali digunakan dalam praktek.
E.     Departementalisasi
Departementalisasi sebagaimana telah diterangkan di muka, merupakan proses penentuan bagian-bagian dalam organisasi yang akan bertanggung jawab dalam melaku­kan bermacam jenis pekerjaan yang telah dikategorikan berdasarkan faktor-faktor tertentu. Dalam mendesain organisasi, khususnya dalam proses departementalisasi sebagaimana diuraikan di muka, ada beberapa pendekatan yang bisa digunakan oleh organisasi, yaitu pendekatan berdasarkan fungsional, berdasarkan produk, berdasarkan Pelanggan, berdasarkan geografis, dan berdasarkan matriks.
1.      Pendekatan Fungsional, Penentuan sub-subbagian dari organisasi atau proses departementalisasi yang pertama adalah berdasarkan fungsi (functional departmentalization). Berdasarkan pen­dekatan ini, proses departementalisasi dilakukan berdasarkan fungsi-fungsi tertentu yang mesti dijalankan dalam sebuah organisasi. Dalam sebuah organisasi bisnis misalnya, ada pekerjaan-pekerjaan yang terkait dengan fungsi produksi, ada peketjaan-pekerjaan yang terkait dengan pelanggan atau pasar, sehingga dinamakan dengan fungsi pemasaran, dan lain sebagainya. Pada Gambar 8.6 ditunjukkan contoh sebuah desain organisasi melalui departementalisasi yang dibentuk berdasarkan pendekatan fungsional.
2.      Pendekatan Produk, Pendekatan kedua dalam departementalisasi adalah berdasarkan produk atau product departmentalization. Berdasarkan pendekatan ini, penentuan bagian-bagian dalam organisasi ditentukan berdasarkan jenis produk yang dibuat oleh organisasi. Sebagai contoh, PT ABC memiliki beberapa jenis produk dari mulai produk susu, sabun mandi, pasta gigi, hingga mi instan, maka di bawah bagian produksi dapat juga dibuat subbagian.
3.      Pendekatan Pelanggan, Pendekatan ketiga dalam departementalisasi adalah berdasarkan pelanggan atau customer departmentalization. Berdasarkan pendekatan ini, penentuan bagian-bagian dalam organisasi ditentukaN.
4.      Pendekatan Geografis, Pendekatan keempat dalam departementalisasi adalah berdasarkan faktor geografis. Berdasarkan pendekatan ini, penentuan bagian-bagian dalam organisasi ditentukan berdasarkan wilayah geografis di mana organisasi beroperasi.
5.      Pendekatan Matriks, Pendekatan departementalisasi terakhir yang diperkenalkan dalam buku ini adalah pendekatan matriks. Pendekatan ini pada dasarnya merupakan proses departementalisasi yang menggabungkan antara pendekatan fungsional dengan pendekatan lain, misalnya berdasarkan proyek tertentu, produk tertentu, ataupun berdasarkan pendekatan lainnya.







BAB VI
KEKUASAAN, KEWENANGAN, TANGGUNG JAWAB DAN DELEGASI KEKUASAAN (POWER)
A.    Kekuasaan
Kekuasaan sering kali dikonotasikan negatif jika dikaitkan dengan isu politik. Padahal dalam pengertian yang paling sederhana, kekuasaan atau power berarti suatu kemampuan untuk memengaruhi orang atau merubah orang atau situasi. Jika perubah­an pada orang atau situasi adalah perubahan yang baik, tentunya power tersebut mem­berikan konotasi yang positif bahkan sangat diperlukan. Konotasi negatif dari kekuasaan sering kali muncul dikarenakan terdapat berbagai kasus di mana seseorang atau sebuah organisasi yang diberi kekuasaan tidak menggunakannya untuk hal yang positif.
Kekuasaan sesungguhnya merupakan konsekuensi logis yang muncul dari setiap organisasi yang di dalamnya terdapat pimpinan dan bawahan, atau manajemen puncak dan manajemen tingkat bawah. Karena organisasi merupakan kumpulan orang dalam pencapaian tujuan, maka organisasi ditujukan untuk mengubah situasi melalui orang­orang agar perubahan terjadi. Agar perubahan ini dapat terjadi, maka kekuasaan di­perlukan.
1.              Faktor yang Mendasari Adanya Kekuasaan
Menurut French dan Raven, sebagaimana dikutip oleh Stoner, Freeman dan Gilbert (1995), terdapat lima faktor yang mendasari lahirnya sebuah kekuasaan(sources of power). Kelima faktor tersebut adalah reward power, coercive power, legitimate power, expert power, dan referent power.
a)             Reward Power, Reward power atau kekuasaan untuk memberikan penghargaan adalah kekuasaan yang muncul sebagai akibat dari seseorang yang posisinya memungkinkan dirinya untuk . memberikan penghargaan terhadap orang-orang yang berada di bawahnya. Sebagai contoh adalah kekuasaan yang dimiliki oleh seorang manajer personalia atau manajer SDM. Disebabkan posisi dirinya membawahi seluruh sumber daya manusia organisasi atau tenaga kerja dari sebuah perusahaan misalnya, maka seorang manajer personalia memiliki reward power dikarenakan bagian yang lebih tinggi dari manajer personalia tersebut akan menanyakan mengenai Kinerja tenaga kerja perusahaan melalui manajer personalia tersebut. Akibatnya, manajer personalia memiliki kekuasaan tersebut. Orang­orang atau tenaga kerja yang berada di bawah manajer personalia dengan sendirinya memiliki semacam ketergantungan terhadap manajer personalia, sehingga manajer personalia tersebut dapat, dikatakan memiliki semacam kekuasaan yang dinamakan sebagai reward power karena penghargaan terhadap Kinerja SDM dapat dikatakan sangat tergantung kepada penilaian dari manajer personalia tersebut.
b)      Coercive Power, Coercive power atau kekuasaan untuk memberikan hukuman adalah kebalikan atau sisi negatif dari reward power. Kekuasaan ini merupakan kekuasaan seseorang untuk memberikan hukuman atas Kinerja yang buruk yang ditunjukkan oleh SDM atau tenaga kerja dalam sebuah organisasi. Setiap pimpinan pada dasarnya memiliki reward sekaligus coercive power ini. Oleh karena itu, setiap pimpinan perlu untuk sangat berhati-hati dalam menggunakan jenis kekuasaan ini, karena pada dasarnya setiap manusia tidak ada yang menginginkan untuk menerima hukuman.
c)      Legitimate Power, Legitimate power atau kekuasaan yang sah adalah kekuasaan yang muncul sebagai akibat dari suatu legitimasi tertentu. Misalnya, seseorang yang diangkat menjadi pemimpin, secara otomatis dia meroniliki semacam kekuasaan yang sah atau terlegitimasi. Demikian pula seseorang yang diangkat menjadi manajer, direktur, dan hierarki pimpinan lainnya.
d)      Expert Power, Expert power atau kekuasaan yang berdasarkan keahlian atau kepakaran adalah kekuasaan yang muncul sebagai akibat dari kepakaran atau keahlian yang dimiliki oleh seseorang. Seorang dokter, misalnya, memiliki semacam kekuasaan ini. Dikarenakan dirinya memiliki keahlian dalam mendiagnosa suatu penyakit, maka secara sadar mau­pun tidak sadar, seorang pasien yang berkonsultasi kepada dokter akan mengikuti apa saja yang diusulkan atau dianjurkan oleh sang dokter sejauh hal tersebut bisa membantu sang pasien untuk sembuh dari penyakitnya. Demikian pula dengan pakar-pakar di bidang lainnya.
e)      Referent Power, Referent power adalah kekuasaan yang muncul akibat adanya karakteristik yang diharapkan oleh seseorang atau sekelompok orang terhadap seseorang yang memiliki pengaruh terhadap seseorang atau sekelompok orang tersebut. Ketika rakyat meng­inginkan sosok pemitnpin yang jujur misalnya, maka ketika ada sosok calon presiden yang dikenal sebagai seorang yang jujur dengan sendirinya sang calon presiden tersebut memiliki apa yang dinamakan sebagai referent power tersebut dikarenakan orang-orang tengah menginginkan karakteristik yang dimiliki oleh sang calon presiden tersebut, yaitu kejujuran.
B.     Kewenangan (Authority)
Kewenangan atau authority pada dasarnya merupakan bentuk lain dari kekuasaan yang sering kali dipergunakan dalam sebuah organisasi. Kewenangan merupakan kekuasaan formal atau terlegitimasi. Dalam sebuah organisasi, seseorang yang ditunjuk atau dipilih untuk memimpin suatu organisasi, bagian, atau departemen memiliki ke­wenangan atau kekuasaan yang terlegitimasi. Seseorang yang ditunjuk untuk menjadi manajer personalia dengan sendirinya terlegitimasi untuk memiliki kewenangan dalam mengatur berbagai hal yang terkait dengan sumber daya manusia atau orang-orang yang terdapat di dalam organisasi.
1.    Dua Pandangan Mengenai Kewenangan Formal
Terdapat dua pandangan mengenai kewenangan formal, yaitu pandangan klasik (classical view) dan pandangan berdasarkan penerimaan (acceptance, view).
a)   Pandangan Klasik, Pandangan klasik mengenai kewenangan formal menerangkan bahwa kewenangan pada dasarnya terlahir sebagai akibat adanya kewenangan yang lebih tinggi dari kewenangan yang diberikan. Misalnya saja, seorang manajer mendapatkan kewenangan formal akibat adanya pemberian kewenangan dari pihak yang memiliki kewenangan yang lebih tinggi, misalnya saja direktur utama. Seorang kapten dalam tradisi militer memiliki kewenangan formal untuk memerintah para prajurit dikarenakan kewenangan tersebut diterimanya dari seseorang yang memiliki kewenangan yang lebih tinggi dari­nya, misalnya dari jenderal. Dengan demikian, kewenangan formal menurut pandangan klasik bersifat pendekatan top-down, atau dari hierarki yang atas ke hierarki yang lebih bawah.
b)      Pandangan Berdasarkan Penerimaan, Pandangan kedua cenderung berbeda dengan pandangan yang pertama. Tidak setiap kewenangan yang bersifat top-down serta-merta akan dijalankan oleh bawahan. Kadangkala kita mendapati apa yang diperintahkan oleh atasan misalnya tidak dijalankan oleh bawahan. Hal tersebut barangkali bukan disebabkan bahwa sang atasan tidak memiliki kewenangan, akan tetapi apa yang kemudian dilakukan oleh atasan tidak dapat diterima oleh bawahan. Pandangan yang berdasarkan penerimaan (acceptance view) memandang bahwa kewenangan formal akan cenderung dijalankan atau diterima oleh bawahan tergantung dari beberapa persyaratan. Persyaratan tersebut sebagaimana dikemukakan oleh Chester Barnard terdiri dari empat hal, yaitu (1) bawahan dapat memahami apa yang diinginkan atau dikomunikasikan oleh pimpinan atau atasan; (2) pada saat sang bawahan memutuskan untuk menjalankan apa yang diperintahkan oleh atasannya, dia meyakini bahwa apa yang diperintahkan konsisten atau tidak bertentangan dengan rencana pencapaian tujuan organisasi; (3) pada saat sang bawahan memutuskan untuk menjalankan apa yang diperintahkan oleh atasannya, dia meyakini bahwa apa yang diperintahkan konsisten mendukung nilai, misi, maupun motif pribadi atau kelompoknya; dan (4) sang bawahan mampu secara mental maupun fisik menjalankan apa yang diperintahkannya.
C.    Struktur Lini Dan Staf
1.      Organisasi Lini, Semua organisasi mempunyai sejumlah fungsi-fungsi dasar yang harus dilaksanakan. Sebagai contoh, organisasi perusahaan biasanya paling sedikit mempunyai tiga fungsi dasar - produksi (manufactur­ing atau operasi), pemasaran (atau penjualan) dan keuangan. Fungsi­fungsi dasar tersebut dilaksanakan oleh semua organisasi, baik manu­facturer, pedagang eceran, perusahaan jasa, ataupun organisasi "nonprofit". Fungsi-fungsi ini biasanya disusun dalam suatu organi­sasi lini dimana rantai perintah adalah jelas dan mengalir kebawah melalui tingkatan-tingkatan manajerial. Gambar 10.4. menunjukkan sebuah contoh organisasi lini (tidak lengkap). Seperti terlihat, indivi­du-individu dalam departemen-departemen melaksanakan kegiatan­kegiatan utama perusahaan - produksi, pemasaran dan keuangan. Setiap orang mempunyai hubungan pelaporan hanya dengan satu atasan, sehingga ada kesatuan perintah.
2.      Organisasi Lini dan Staf, Staf merupakan individu atau kelompok (terdiri para ahli) da­lam struktur organisasi yang fungsi utamanya memberikan saran dan pelayanan kepada fungsi lini. Karyawan staf atau staf departemen ti­dak secara langsung terlibat dalam kegiatan utama organisasi atau departemen. Sebagai contoh, staf spesialis pemeliharaan tidak men­ciptakan produk, menjual, dan mengelola keuangan. Gambar 10.5 dibawah ini menggambarkan orgarusasi lini dan staf, di mana posisi staf ditambahkan untuk memberikan saran dan pelay-anan departe­men-departemen lini (Ian membantu mereka mencapai tujuan orga­nisasi dengan lebih efektif.
D.    Wewenang Lini,  Staf Dan Fungsional
1.      Wewenang Lini, Wewenang Lini (lme authority) adalah wewenang dimana atasan me­lakukannya atas bawahannya langsung. Ini diwujudkan dalam wewe­nang perintah dan secara langsung tercermin sebagai rantai perintah, serta diturunkan kebawah melalui tingkatan organisasi.
2.      Wewenang Staf, Wewenang staf (staff authority) adalah hak yang dipunyai oleh satu­an-satuan staf atau para spesialis untuk menyarankan, memberi reko­mendasi, atau konsultasi kepada personalia lini. Ini tidak memberi­kan wewenang kepada anggota staf untuk'memerintah lini menger­jakan kegiatan tertentu.
3.      Wewenang Staf Fungsional, Wewenang staf fungsional (functional staff authority) adalah hubung­an terkuat yang dapat dimiliki staf dengan satuan-satuan lini. Bila di­limpahi wewenang fungsional oleh manajemen puncak
E.     Sumber Konflik Lini-Staf
Beberapa faktor dapat menimbulkan berbagai kontlik di antara departemen dan orang-orang lini dan staf. Faktor-faktor tersebut meliputi
1.      Perbedaan umur dan pendidikan, orang-orang staf biasanya le­bih muda dan lebih berpendidikan daripada orang-orang staf, sehingga menimbulkan "generation gap".
2.      Perbedaan tugas, dimana orang lini lebih teknis dan generalis, sedang staf spesialis. Hal ini menimbulkan kejadian-kejadian se­bagai berikut :
a)      Karena staf sangat spesialis, mungkin menggunakan istilah­
b)      istilah dan bahasa yang tidak dapat dipahami orang lini,
c)      Orang lini mungkin merasa bahwa staf spesialis tidak sepe­
d)     nuhnya mengerti masalah-masalah lini dan menganggap
e)      saran mereka tidak dapat diterapkan atau dikerjakan.
3.      Perbedaan sikap, ini tercermin pada :
a)      Orang staf cenderung memperluas wewenangnya dan cen­derung memberikan perintah-perintah kepada orang lini untuk membuktikan eksistensinya.
b)      Orang staf cenderung merasa yang paling berjasa untuk ga­gasan-gagasan yang diimplementasikan oleh lini;sebaliknya,
c)      orang lini mungkin tidak menghargai peranan staf dalam membantu pemecahan masalah-masalahnya.
d)     Orang staf selalu merasa di bawah perintah orang lini; dilain
e)      pihak orang lini selalu curiga bahwa orang staf ingin mem­perluas kekuasannya.
4.      Perbedaan posisi. Manajemen puncak mungkin tidak mengko­munikasikansecara jelas luasnya wewenang staf dalam hubung­annya dengan lini. Padahal organisasi departemen staf ditempat kan relatif pada posisi tinggi dekat manajemen puncak. Depar­temen lini dengan tingkatan lebih rendah cenderung tidak se­nang dengan hal tersebut.
F.     Delegasi Wewenang
Delegasi dapat didefinisikan sebagai pelimpahan wewenang dan tanggung jawab formal kepada orang lain untuk melaksanakan ke­giatan tertentu. Delegasi wewenang adalah proses di mana para mana­jer mengalokasikan wewenang ke bawah kepada orang-orang yang melapor kepadanya. Empat kegiatan terjadi ketika delegasi dilaku­kan :
1.      Pendelegasi menetapkan dan memberikan tujuan dan tugas ke­pada bawahan.
2.      Pendelegasi melimpahkan wewenang yang diperlukan untuk mencapai tujuan atau tugas.
3.      Penerimaan delegasi, baik implisit atau eksplisit, menimbulkan kewajiban atau tanggung jawab.
4.      Pendelegasi menerima pertanggungjawaban bawahan untuk ha­sil-hasil yang dicapai.
Efektivitas delegasi merupakan faktor utama yang membedakan ma­najer sukses dan manajer tidak sukses. Faktor penting lainnya yang menentukan efektifitas organisasi adalah derajat sentralisasi atau desentralisasi wewenang. Konsep sen­tralisasi, seperti konsep delegasi, berhubungan dengan derajat di ma­na wewenang dipusatkan atau disebarkan. Bila delegasi biasanya ber­hubungan dengan seberapa jauh manajer mendelegasikan wewenang dan tanggung jawab kepada bawahan yang secara langsung melapor kepadanya, desentralisasi adalah konsep yang lebih luas dan berhu­bungan dengan seberapa jauh manajemen puncak mendelegasikan wewenang ke bawah ke divisi-divisi, cabang-cabang atau satuan-sa­tuan organisasi tingkat lebih bawah lainnya.
1.      Sentralisasi adalah pemusatan kekuasaan dan wewenang pada tingkatan atas suatu organisasi. Desentralisasi adalah penyebaran atau pelimpahan secara meluas kekuasaan dan pembuatan keputusan ke­tingkatan-tingkatan organisasi yang lebih rendah. Keuntungan-keuntungan desentralisasi adalah sama dengan ke­untungan-keuntungan delegasi, yaitu mengurangi beban manajer pun­cak, memperbaiki pembuatan keputusan karena dilakukan dekat de­ngan permasalahan, meningkatkan latihan, moral dan inisiatif mana­jemen bawah, dan membuat lebih fleksibel dan lebih cepat dalam pembuatan keputusan. Keuntungan-keuntungan ini tidak berarti bahwa desentralisasi "baik" dan sentralisasi "jelek", karena tidak ada organisasi yang sepenuhnya dapat disentralisasi atau di desentra­lisasi. Oleh sebab itu, pertanyaarnya adalah bukan apakah organisasi harus didesentralisasi, tetapi sampai seberapa jauh desentralisasi per­lu dilakukan.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Derajat Desentralisasi
Desentralisasi mempunyai nilai hanya bila dapat membantu or­ganisasi mencapai tujuannya dengan efisien. Penentuan derajat de­sentraligasi sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai beriku t:
1.      Filsafat manajemen. Banyak manajer puncak yang sangat oto­kratik dan menginginkan pengawasan pusat yang kuat. Hal ini akan mempengaruhi kesediaan manajemen untuk mendelegasi­kan wewenangnya.
2.      Ukuran dan tingkat pertumbuhan organisasi. Organisasi tidak mungkin efisien bila semua wewenang pembuatan keputusan
3.      Strategi dan lingkungan organisasi. Strategi organisasi akan mempengaruhi tipe pasar, lingkungan teknologi, dan persaingan yang harus dihadapinya. Faktor-faktor ini selanjutnya akan mempengaruhi derajat desentralisasi.
4.      Penyebaran geografis organisasi. Pada umumnya, semakin me­nyebar satuan-satuan organisasi secara geografis, organisasi akan cenderung melakukan desentralisasi, karena pembuatan keputusan akan lebih sesuai dengan kondisi lokal masing-ma­sing.
5.      Tersedianya peralatan pengawasan yang efektif. Organisasi yang kekurangan peralatan-peralatan efektif untuk melakukan penga­wasan satuan-satuan tingkat bawah akan cenderung melakukan sentralisasi bila manajemen tidak dapat dengan mudah memoni­tor pelaksanaan kerja bawahannya.
6.      Kualitas manajer. Desentralisasi memerlukan lebih banyak ma­najer-manajer yang berkualitas, karena mereka harus membuat keputusan sendiri.
7.      Keaneka-ragaman produk dan jasa. Makin beraneka-ragam pro­duk atau jasa yang ditawarkan, organisasi cenderung melakukan desentralisasi, dan sebaliknya semakin tidak beraneka-ragam, le­bih cenderung sentralisasi.
8.              Karakteristik-karakteristik organisasi lainnya, seperti biaya dan risiko yang berhubungan dengan pembuatan keputusan, sejarah pertumbuhan organisasi, kemampuan manajemen bawah, dan sebagainya.
Faktor-faktor yang mempengaruhi derajat sentralisasi dan desentralisasi dalam, suatu organisasi, mungkin berbeda dengan berbe­danya divisi atau departemen organisasi atau perubahan lingkunaan internal maupun eksternai. Jadi, pendekatan paling logik yang dapat digunakan organisasi adalah mengamati segala kemungkinan yang terjadi (contingency approach).




BAB VII
MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA
A.    Pentingnya Sumber Daya Manusia dalam Organisasi
Peranan sumber daya manusia dalam perusahaan memiliki peran serta fungsi yang penting bagi tercapainya tujuan organisasi perusahaan. Sumber daya manusia di sini mencakup keseluruhan manusia yang ada di dalam organisasi perusahaan, yaitu mereka yang secara keseluruhan terlibat dalam operasionalisasi bisnis perusahaan, dari level yang paling bawah, seperti satpam, pekerja di bagian pemrosesan barang tmtuk jenis perusahaan produksi, atau juga tenaga penjual langsung (direct seller) yang direkrut perusahaan hingga ke posisi direktur utama (Chief Executif Officer) yang menempati level teratas dalam bisnis perusahaan. Sekalipun berbeda level, akan tetapi kesemua sumber daya manusia tersebut merniliki peran yang sarna dan signifikan bagi tercapai tidaknya tujuan dari perusahaan.
Pengabaian terhadap salah satu bagian dari sumber daya manusia tersebut akan berimplikasi serius terhadap terhambatnya pen­capaian tujuan perusahaan. Pengertian ini mencakup dari mulai memilih siapa saja yang pantas untuk memiliki kualifikasi seperti yang disyaratkan, perusahaan hingga bagaimana agar kualifikasi ini dapat dipertahankan bahkan ditingkatkan serta di­kembangkan dari waktu ke waktu. Oleh karena manajemen sumber daya manusia ini merupakan proses yang berkelanjutan, sejalan dengan proses operasionalisasi perusahaan, maka perhatian terhadap sumber daya manusia ini memiliki tempat yang khusus dalam organisasi perusahaan. Dalam struktur organisasi perusahaan, di antara faktor yang perlu mendapat perhatian khusus dari para manajer adalah manajemen sumber daya manusia. Setelah struktur organisasi didesain, kemudian setelah ke­wenangan dan tanggung jawab disusun, dan pekerjaan ditentukan, maka langkah berikutnya adalah menentukan dan menempatkan sumber daya manusia yang sesuai untuk setiap bagian dalam organisasi.

B.     Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia
Manajemen sumber daya manusia bisa didefinisikan sebagai proses serta upaya untuk merekrut, mengembangkan, memotivasi, serta mengevaluasi keseluruhan sumber daya manusia yang diperlukan perusahaan dalamn pencapaian tujuannya. Pengertian ini mencakup dari mulai memilih siapa saja yang memiliki kualifikasi dan pantas untuk menempati posisi dalam perusahaan (the man on the right place) seperti yang disyaratkan perusahaan hingga bagaimana agar kualifikasi ini dapat dipertahankan bahkan di­tingkatkan serta dikembangkan dari waktu ke waktu. Oleh karena manajemen sumber daya manusia ini merupakan proses yang berkelanjutan, sejalan dengan proses operasionalisasi perusahaan, maka perhatian terhadap sumber daya manusia ini memiliki tempat yang khusus dalamn organisasi perusahaan. Dalam struktur organisasi perusahaan, terutamanya perusahaan menengah dan besar, selain direktur utama, bagian yang ber­tanggung jawab dan berfungsi mengelola urusan sumber daya manusia ini adalah bagian sumber daya manusia, atau biasanya lebih dikenal dengan bagian personalia. Adapun untuk perusahaan kecil-kecilan yang jurnlah sumber daya manusianya di bawah 10 orang-seperti home industry, bisnis warung, dan sebagainya-biasanya pengelolaan sumber daya manusia ini langsung ditangani oleh sang direktur atau manajer atau bosnya
C.    Proses Manajemen Sumber Daya Manusia
Yang dimaksud dengan proses manajemen sumber daya manusia adalah segala proses yang berkaitan dengan upaya yang dilakukan dari mulai perencanaan sumber daya manusia, perekrutan, penandatanganan kontrak kerja, penempatan tenaga kerja, hingga pembinaan dan pengembangan tenaga kerja guna menempatkan dan tetap memelihara tenaga kerja pada posisi~dan kualifikasi tertentu serta bertanggung jawab sesuai dengan persyaratan yang diberikan kepada tenaga kerja tersebut.
Secara garis besar proses manajemen SDM dibagi ke dalam lima bagian fungsi utama yang terdiri dari:
1.      Human Resource Planning. Merencanakan kebutuhan dan pemanfaatan sumber daya manusia bagi perusahaan.
2.    Personnel Procurement. Mencari dan rnend"apatkan sumber daya manusia, termasuk di dalamnya rekrutmen, seleksi dan penempatan serta kontrak tenaga kerja.
3.      Personnel Development. Mengembangkan sumber daya manusia, termasuk di dalamnya program orientasi tenaga kerja, pendidikan dan pelatihan.
4.      Personnel Maintenance. Memelihara sumber daya manusia, termasuk di dalamnya pemberian penghargaan, insentif, jaminan kesehatan dan keselamatan tenaga kerja, dan lain sebagainya.
5.      Personnel Utilization. Memanfaatkan dan mengoptimalkan sumber daya manusia, termasuk di dalamnya promosi, demosi, transfer dan juga separasi.
a)   Perencanaan Sumber Daya Manusia (Human Resource Planning)
Setiap aktivitas manajemen biasanya diawali dengan planning atau perencanaan. Sebagaimana adagium dalam teori manajemen: If we fail to plan, we will plan to fail, sekiranya kita gagal dalam merencanakan, maka kita pada hakikatnya telah me­rencanakan kegagalan. Oleh karena itu, perencanaan dalam kaitannya dengan sumber daya manusia juga menjadi sebuah keharusan dalam operasionalisasi perusahaan. Perencanaan sumber daya manusia adalah perencanaan strategis untuk mendapat­kan dan memelihara kualifikasi sumber daya manusia yang diperlukan bagi organisasi perusahaan dalam mencapai tujuan perusahaan. Sekalipun misalnya sebuah perusahaan telah memiliki sumber daya manusia yang memadai dan andal, namun perusahaan juga perlu memastikan akan keterpeliharaan dan ketersediaannya di masa yang akan datang. Kasus-kasus seperti halnya "pembajakan tenaga kerja", larinya tenaga kerja ke perusahaan lain, dan lain sebagainya merupakan salah satu indikasi perlunya sebuah perencanaan dipersiapkan dengan sebaik-baiknya.
b)      Penyediaan Sumber Daya Manusia (Personnel Procurement)
Ketersediaan sumber daya manusia menurut kualifikasi tertentu merupakan konse­kuensi logis dan implikasi dari adanya perencanaan sumber daya manusia sebagaimana dijelaskan pada bagian sebelumnya. Setelah perencanaan sumber daya manusia dibuat, maka langkah selanjutnya dalam pelaksanaannya adalah penyediaan sumber daya manusia atau penyediaan tenaga kerja. Ada beberapa aktivitas yang masuk dalam kategori penyediaan tenaga kerja ini, di antaranya adalah proses rekrutmen, seleksi, dan penempatan tenaga kerja. Rekrutmen adalah upaya perusahaan untuk mendapat­kan tenaga kerja yang diperlukan sesuai dengan kualifikasi yang telah ditetapkan dalam perencanaan tenaga kerja. Rekrutmen dapat dilakukan melalui pemasangan Man dalam media massa, pengajuan permohonan pada institusi-institusi pendidikan, dan lain-lain. Seleksi adalah upaya untuk memperoleh tenaga kerja yang memenuhi syarat kualifikasi dari sekian banyak pendaftar atau calon tenaga kerja yang dimiliki oleh perusahaan dari proses rekrutmen tadi. Penempatan adalah proses pemilihan tenaga kerja yang disesuaikan dengan kualifikasi yang dipersyaratkan serta menempatkannya pada tugas yang telah ditetapkan.
c)      Pengembangan Sumber-Sumber Penawaran Personalia
Pada umumnya, semakin besar dan banyak sumber-sumber pe­nawaran, semakin besar kemungkinan bagi perusahaan untuk mene­mukan personalia dengan kualitas yang dibutuhkan. Sebagian besar manajer-manajer efektif yang menyadari hal ini, mengembangkan dan memelihara berbagai sumber penawaran yang berbeda. Sebagai con­toh, jalinan kerjasama antara perusahaan dengan universitas-universi­tas dalam penarikan tenaga kerja.
D.    Penarikan Dan Seleksi  Karyawan
Setelah ditentukan kebutuhan personalia organisasi baik mutu/ jenis maupun jumlahnya, maka langkah selanjutnya adalah penarikan dan perolehan karyawan-karyawan tersebut dari sumber dalam per­usahaan sendiri atau dari sumber luar perusahaan. Kemudian, organi­sasi melakukan seleksi terhadap para calon karyawan yang tersedia dari hasil penarikan.
1.      Penarikan Personalia, Penarikan (recruitment) berkenaan dengan pencarian dan pena­rikan sejumlah karyawan potensial yang akan diseleksi untuk meme­nuhi kebutuhan-kebutuhan organisasi. Penarikan menyangkut usaha untuk memperoleh karyawan dalam jumlah yang tepat dengan ke­mampuan-kemampuan yang dibutuhkan untuk mengisi jabatan jabatan yang tersedia. Metoda-metoda yang digunakan untuk menarik personalia ber­variasi dengan perbedaan karyawan, dalam industri yang berbeda dan dalam lokasi yang berbeda. Banyak manajer menunggu secara pasif para pelamar yang datang kepadanya. Banyak manajer lainnya mem­pergunakan pendekatan lebih agresif dalam pencarian karyawan po­tensial. Metoda-metoda penarikan yang biasa digunakan meliputi : pengiklanan, leasing (penggunaan tenaga honorer), rekomendasi dari karyawan yang sedang bekerja (employee referrals.), penarikan lewat lembaga-lembaga pendidikan, kantor penempatan tenaga kerja, seri­kat buruh dan penggunaan komputer.
2.      Seleksi Personalia, Seleksi adalah pemilihan seseorang tertentu dari sekelompok karyawan-karyawan potensial untuk melaksanakan suatu jabatan ter­tentu. Dalam teori, seleksi tampak sederhana. Seperti telah dibahas sebelumnya, manajemen memutuskan pekerjaan apa yang terlibat dan kemampuan-kemampuan individu yang dibutuhkan untuk me­laksanakan pekerjaan secara efektif. Kemudian manajer melihat pres­tasi para pelamar di waktu yang lalu dan memilih seseorang yang me­miliki kemampuan, pengalaman dan kepribadian yang paling meme­nuhi persyaratan suatu jabatan. Tetapi sebenarnya seleksi tidak sese­derhana itu dalam praktek. Seleksi lebih rumit dari apa yang diba­yangkan. Prestasi masa lalu masih merupakan penunjuk paling baik bagi prestasi di masa mendatang. Apa yang telah dilakukan seseorang di waktu yang lalu, seperti ditunjukkan oleh laporan-laporan sekolah, pengalaman kerja dan kegiatan-kegiatan di luar kurikulum, adalah prediktor paling baik tentang apa vang kemungkinan akan dilaku­kan di waktu yang akan datang. Pemilihan karyawan vang "tepat" untuk jabatan yang "tepat" akan sangat membantu kemajuan orga­nisasi.
Prosedur Seleksi. Berbagai prosedur seleksi untuk membandingkan pelamar dengan spesifikasi jabatan tersedia. Langkah-langkah dalam prosedur seleksi yang biasa digunakan adalah Wawancara pendahuluan, Pengumpulan data-data pribadi (biografis), Pengujian (testing), Wawancara yang lebih mendalam, Pemeriksaan referensi-referensi prestasi, Pemeriksaan kesehatan, Keputusan pribadi, Orientasi jabatan.
3.      Orientasi Karyawan Baru, Setelah diseleksi, karyawan ditempatkan pada suatu pekerjaan dan diperkenalkan dengan organisasi melalui berbagai bentuk orien­tasi. Tahap orientasi (kadang-kadang dikenal sebagai tahap induksi) merupakan kegiatan pengenalan dan penyesuaian karyawan baru de­ngan organisasi. Proses ini merupakan proses yang penting karena suatu pekerjaan baru adalah sulit dan penyebab frustrasi bagi karya­wan baru. 2) Karyawan baru tersebut mungkin memenuhi syarat bagi suatu pekerjaan/jabatan, tetapi situasi baru adalah berbeda dan asing, serta proses orientasi yang jelek dapat memadamkan antusiasme dan usaha mulai dari permulaan. Sekitar separo perputaran tenaga kerja terjadi selama periode pembayaran pertama. Proses orientasi perlu dilakukan dengan hati-hati dan bijaksana. Proses ini dapat merupakan pengenalan sederhana dengan para karya­wan lama, tetapi juga dapat merupakan proses panjang, yang meliputi pemberian informasi mengenai kebijaksanaan-kebijaksanaan persona­lia (kondisi kerja, upah, dan jaminan sosial), prose dur-p rose dur kerja, gambaran umum sejarah dan sifat perusahaan, dan manfaat-manfaat yang diperoleh karyawan baru. Berhasilnya karyawan baru bergabung dengan suatu lingkungan kerja banyak tergantung pada pelaksanaan tugas para penyelia. Oleh sebab itu sering dipakai ukuran kepuasan para penyelia dan karyawan-karyawan lama terhadap masuknya kar­yawan baru tersebut, di samping kepuasan karyawan baru, untuk me­nilai keberhasilan proses orientasi . Bila tahap seleksi tidak berbuat kesalahan biasanya proses orientasi juga tidak akan mengalami ke­sulitan.
E.     Latihan Dan Pengembangan Karyawan
Karyawan-karyawan barn biasanya telah mempunyai pendidik­an dan latihan dasar yang dibutuhkan. Mereka adalah produk dari suatu sistem pendidikan dan pengalaman yang telah memberikan ke­pada mereka suatu tingkat kemampuan dan kecakapan tertentu. Para manajer harus mulai dengan tingkat kemampuan dan kecakapan kar­yawan sekarang dan atas dasar hal tersebut membuat karyawan men­jadi lebih produktif.
1.      Metoda-metoda Latihan dan Pengembangan
Ada banyak metoda yang dapat digunakan bagi pengembangan karyawan. Tetapi pada umumnya, karyawan dikembangkan dengan metoda "on the job" dan "off the job". Metoda-metoda "On-the-job". Metoda-metoda "on-the-job" yang biasa digunakan adalah 1) Coaching, di mana atasan memberi­kan bimbingan dan pengarahan kepada bawahan dalam pelaksanaan pekerjaan rutin mereka, 2) planned progression atau pemindahan karyawan dalam saluran-saluran yang ditentukan melalui tingkatan­tingkatan organisasi yang berbeda, 3) rotasi jabatan atau pemindah­an karyawan melalui jabatan jabatan yang bermacam-macam dan ber­beda-beda, 4) penugasan sementara, di mana bawahan ditempatkan pada posisi manajemen tertentu untuk jangka waktu yang ditetap­kan, dan 5) sistem-sistem penilaian prestasi formal. Banyak perusahaan-perusahaan besar telah memperoleh sukses dengan program-program pengembangan manajemen "on-the-job".





BAB VIII
KOMUNIKASI DALAM ORGANISASI
A.    Peranan komunikasi dalam manajemen organisasi
1.      Pengertian organisasi
Komunikasi adalah proses pemindahan dlam bentuk gagasan atau informasi dari seseorang ke orang lain. Pemindahan pengertian tersebut melibatkan lebih dari sekedar kata-kata yang digunakan dalam percakapan, tetapi juga ekspresi wajah, intonasi, titik putus vokal dan sebagainya. Dan perpindahan yang efektif memerlukan tidak hanya transmisi data, tetapi bahwa seseorang mengirimkan berita dan menerimanya sangat tergantung pada keterampilan tertentu (membaca, menulis, mendengar, berbicara dan lain-lain) untuk membuat sukses pertukaran informasi. Konsep komunikasi mempunyai unsur-unsur
a.       Suatu kegiatan untuk membuat seseorang mengerti
b.      Suatu sarana pengaliran informasi
c.       Suatu sistem bagi tejalinnya komunikasi di antara individu-individu
Storner, freenan, dan gilbert (1995) medefinisikan komukasi sebagai proses dimana seorang berusaha untuk memberikan pengertian atau pesan kepada orang lain melalui pesan simbolis. Komunikasi memiliki beberapa elemen penting yaitu :
a.       Komunikasi melibatkan orang-orang. Sehingga komunikasi yang efektif terkait dengan bagaimana orang-orang.
b.      Komunikasi berarti terjadinya berbagi informasi atau pemberian informasi maupun pengertian, sehingga agar pemberian informasi maupun pengertian ini dapat terjadi,maka pihak-pihak yang berkomunikasi perlu menyadari dan mengerti berbagai istilah atau pengetian yang mereka gunakan dalam melakukan komunikasi.
c.       Komunikasi melibatkan simbol-simbol yang berarti komunikasi dapat berupa bahasa tubuh, suara, huruf, angka, dan lain-lain sebagai bentuk simbolis dari komunikasi yang dilakukan.

2.      Proses terjadinya komunikasi
Suatu sistem komunikasi informasi organisasi mencerminkan berbagai macam individu dengan latar belakang pendidikan, kepercayaan, kebudayaan, keadaan jiwa dan kebutuhan yang berbeda-beda.
a.      Model komunikasi antar pribadi
·         Sumber (source), dalam organisasi sumber adalah pihak yang mempunyai kebutuhan dan keinginan untuk mengkomunikasikan sesuatu gagasan, pemikiran, informasi dan sebagainya.
·         Pengubahan berita kedalam sandi/kode (enconding), langkah ini mengubah berita ke dalam berbagai bentuk simbol-simbol verbal atau nonverbal yang mampu memindahkan pengertian, seperti kata-kata percakapan atau memintulisan, angka, gerakan ataupun kegiatan.
·         Pengiriman berita (transmiting the message), langkah ini mencerminkan pilihan komunikator terhadap media atau saluran distribusi.
·         Penerimaan berita, langkah ini penerimaan berita oleh pihak penerima.
·         Pengartian dan penerjemahan kembali berita (decoding)
·         Umpan balik (feedback)
b.      Komunikasi organisasi
Raymond V. Lesikar menguraikan faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas komunikasi organisasi, yaitu saluran komunikasi organisasi yaitu :
·         Saluran komunikasi formal
·         Struktur organisasi wewenang organisasi
·         Spesialisasi jabatan
·         Pemilikan informasi
·         Jaringan komunikasi

c.       Saluran komunikasi dalam organisasi
1.      Komunikasi vertikal, Komunikasi vertikal terdiri atas komunikasi ke atas dan ke bawah sesuai rantai perintah. Kommunikasike bawah dimulai dari manajemen puncvak kemudian mengalir ke bawah melalui tingkatan-tingkatan manajemen sampai ke karyawan lini dan personalia paling bawah. Maksud utama komunikasi ke bawah adalah untuk memberi pengarahan, informasi, instruksi, nasihat/saran dan penilaian kepada bawahan serta memberikan informasi kepada para anggota organisasi tentang tujuan dan kebijaksanaan organisasi.
Fungsi utama komunikasi ke atas adalah untuk mensuplai informasi kapada tingkatan manajemen atas tentang apa yang terjadi pada tingkatan bawah.
2.      Komunikasi Lateral atau Horizontal
Komunikasi lateral atau horizontal meliputi hal-hal berikut ini :
·          Komunikasi di antara para anggota dalam kelompok kerja sama
·         Komunikasi yang tejadi antara dan di antara departemen-departemen pada tingkat organisasi yang sama
3.      Komunikasi diagonal
Komunikasi diagonal merupakan komunikasi yang memotong secara menyilang diagonal rantai perintah organisasi. Hal ini sering terjadi sebagai hasil hubungan-hubungan departemen lini atau staf.
d.      Peranan komunikasi informal
Komunikasi informal adalah juga bagian penting aliran komunikasi organoisasi. Bentuk komunikasi ini timbul berbagai maksud, yang meliputi antara lain:
·      Pemuasan kebutuhan-kebutuhan manusiawi, sperti kebutuhan untuk berhubungan dengan orang lain
·      Perlawanan terhadap pengaruh-pengaruh yang menonton atau membosankan
Pemenuhan keinginan untuk memengaruhi perilaku yang tidak disediakan saluran-saluran komunikasi formal.
Tipe komunikasi informal yang palinng terkenal adalah grapeme (mendengar sesuatu bukan dari sumber resmi, tetapi dari desas desus, kabar angin atau slentingan). Sistem ini di anggap merusak dan merugikan karena tidak jarang terjadi penyebaran informasinya tidak tepat, tidak lengkap dan menyimpangan.
e.       Efektivitas komunikasi
1.      Kesadaran akan kebutuhan komunikasi efektif
Pentingnya komunikasi menyebabkan banyak perusahaan besar menggunakan para ahli komunikasi. Para spesialis komunikasi ini membantu perbaikan komunikasi denagn bantuannya kepada apara penyedia memecahkan masala-masalah komunikasi penutupan pabrik dan relokasi dan terminasi serta pengukuran kualitas kegiatan-kegiatan komunikasi melalui interview atau survey.
2.      Penggunaan umpan balik
Cara manajer berkomunikasi dengan para bawahannya dapat menentukan jumlah umpan balik yang akan mereka terima. Di samping itu, tipe komunikasi yaang digunakanndan lingkungan komunikasi penting dalam penentuan umpan balik macam apa yang didapatkannya. Dalam hal ini manajer perlu memainkan peranan aktif dalam pengadaan umpan balik tersebut.
Salah satu peralatan yang digunakan secara efektif oleh para psikolog, pembimbing dan orang-orang yang profesinya memerlukan pemahaman yang mendalam tentang klien mereka yaitu active listening dapat dipergunakan untuk mengembangkan dimensi baru keterampilan manajemen para manajer, prinsip dasar peralatan ini adalah penggunaan reflective statement oleh pendengar.
3.      Pedoman komunikasi yang baik
·           Cari kejelasan gagasan-gagasan terlebih dahulu sebelum dikomunikasikan
·           Teliti tujuan sebenarnya setiap komunikasi
·           Pertimbangankan keadaan fisik dan manusia keseluruhan kapan saja komunikasi akan dilakukan
·           Konsultasikan dengan pihak-pihak lain
·           Perhatikan tekanan nada dan ekspresi lainnya sesuai isi dasar berita selama berkomunikasi
·           Ambil kesempatan, bila tiimbul untuk medapu atatkan segala sesuatu yang membantu atau umpan balik
·           Ikuti lebih lanjut komunikasi yang telah dilakukan
·           Perhatikan konsitensi komunikasi
·           Tindakan atau perbuatan harus mendorong komunikasi
·           Jadilah pendengar yang baik, berkomunikasi tidak hanya untuk dimengerti tetapi untuk mengerti.















BAB IX
KEPIMPINAN DALAM ORGANISASI
A.    Konsep Dasar Kepemimpinan
1.      Pengertian Kepemimpinan
Kepemimpinan dapat diartikan sebagai proses mernengaruhi dan mengarahkan para pegawai dalam melakukan pekerjaan yang telah ditugaskan kepada mereka. Sebagaimana didefinisikan oleh Stoner, Freeman, dan Gilbert (1995), kepemimpinan adalah the process of directing and influencing the task-related activities of group members.
Kepemimpinan adalah proses dalam mengarahkan dan memengaruhi para anggota dalam hat berbagai aktivitas yang harus dilakukan. Lebih jauh lagi, Griffin (2000) membagi pengertian kepemimpinan menjadi 2 konsep, yaitu sebagai proses, dan sebagai atribut. Sebagai proses, kepemimpinan difokuskan kepada apa yang dilakukan oleh para pemimpin, yaitu proses di mana para pemimpin menggunakan pengaruhnya untuk memperjelas tujuan organisasi bagi para pegawai, bawahan, atau yang dipimpinnya, memotivasi mereka untuk mencapai tujuan tersebut, serta membantu menciptakan suatu budaya produktif dalam organisasi. Adapun dari sisi atribut, kepemimpinan adalah kumpulan karakteristik yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin. Oleh karena itu, pemimpin dapat didefinisikan sebagai seseorang yang memiliki kemampuan untuk memengaruhi perilaku orang lain tanpa menggunakan kekuatan, sehingga orang-orang yang dipimpinnya menerima dirinya sebagai sosok yang layak memimpin mereka.
B.     Pendekatan-Pendekatan Studi Kepemimpinan
Penelitian-penelitian dan teori-teori kepemimpinan dapat dikla­sifikasikan sebagai pendekatan-pendekatan kesifatan, perilaku, dan situasional ("contingency") dalam studi tentang kepemimpinan.
Pendekatan pertama memandang kepemimpinan sebagai suatu kombinasi sifat-sifat (traits) yang tampak. Pendekatan kedua bermak­sud mengidentifikasikan perilaku-perilaku (behaviors) pribadi yang berhubungan dengan kepemimpinan efektif. Kedua pendekatan ini mempunyai anggapan bahwa seorang individu yang memiliki sifat-si­fat tertentu atau memperagakan perilaku-perilaku tertentu akan muncul sebagai pemimpin dalam situasi kelompok apapun di mana dia berada.
C.    Pendekatan Perilaku Kepemimpinan
Pendekatan-pendekatan kesifatan dalam kenyataannya tidak da­pat menjelaskan apa yang menyebabkan kepemimpinan efektif. Oleh sebab itu pendekatan perilaku tidak lagi mencoba untuk mencari ja­wab sifat-sifat pemimpin, tetapi mencoba untuk menentukan apa yang dilakukan oleh para pemimpin efektif - bagaimana mereka mendelegasikan tugas, bagaimana mereka berkomunikasi dengan dan memotivasi bawahan mereka, bagaimana mereka menjalankan tugas­tugas, dan sebagainya. Tidak seperti sifat-sifat, bagaimanapun juga, perilaku-perilaku dapat dipelajari atau dikembangkan. Sehingga indi­vidu-individu dapat dilatih dengan perilaku-perilaku kepemimpinan yang tepat agar mampu memimpin lebih efektif.
D.    Fungsi-Fungsi Kepemimpinan
Pendekatan perilaku membahas orientasi atau identifikasi pe­mimpin. Aspek pertama pendekatan perilaku kepemimpinan mene­kankan pada fungsi-fungsi yang dilakukan pemimpin dalam kelom­poknya. Agar kelompok berjalan dengan efektif, seseorang harus me­laksanakan dua fungsi utama : (1) fungsi-fungsi yang berhubungan dengan tugas ("task-related") atau pemecahan masalah, dan (2) fung­si-fungsi pemeliharaan kelompok ('group-maintenance") atau sosial. Fungsi pertama menyangkut pemberian saran penyelesaian, informasi dan pendapat. Fungsi kedua mencakup segala sesuatu yang dapat membantu kelompok berjalan lebih lancar - persetujuan dengan ke­lompok lain, penengahan perbedaan pendapat, dan sebagainya.
E.     Gaya-Gaya Kepemimpinan
Pandangan kedua tentang perilaku kepemimpinan memusatkan pada gaya pemimpin dalam hubungannya dengan bawahan. Para pe­neliti telah mengidentifikasikan dua gaya kepemimpinan : gaya de- - ngan orientasi tugas (task-oriented) dan gaya dengan orientasi karya­wan (employ ee-oriented). Manajer berorientasi tugas mengarahkan dan mengawasi bawahan secara tertutup untuk menjamin bahwa tu­gas dilaksanakan sesuai yang diinginkannya. Manajer dengan gaya ke­pemimpinan ini lebih memperhatikan pelaksanaan pekerjaan dari­Pada pengembangan dan pertumbuhan karyawan. Manajer berorien­tasi karyawan mencoba untuk lebih memotivasi bawahan dibanding mengawasi mereka. Mereka mendorong para anggota kelompok un­tuk melaksanakan tugas-tugas dengan memberikan kesempatan ba­wahan untuk berpartisipasi dalam pembuatan keputusan, mencipta­kan suasana persahabatan serta hubungan-hubungan saling memper­cayai dan menghormati dengan para anggota kelompok.
1.      Teori X Dan Teori Y Dari Mcgregor
Anggapan-anggapan Teori X :
a)      Rata-rata pembawaan manusia malas atau tidak menyukai pe­kerjaan dan akan menghindarinya bila mungkin.
b)      Karena karakteristik manusia tersebut, orang harus dipaksa, di­awasi, diarahkan, atau diancam dengan hukuman agar mereka menjalankan tugas untuk mencapai tujuan-tujuan organisasi.
c)      Rata-rata manusia lebih menyukai diarahkan, ingin menghin­dari tanggung jawab, mempunyai ambisi relatif kecil, dan meng­inginkan keamanan/jaminan hidup di atas segalanya.
Anggapan-anggapan Teori Y :
a)      Penggunaan usaha phisik dan mental dalam bekerja adalah ko­drat manusia, seperti bermain atau istirahat.
b)      Pengawasan dan ancaman hukuman eksternal bukanlah satu­satunya cara untuk mengarahkan usaha pencapaian tujuan or­ganisasi. Orang akan melakukan pengendalian diri dan penga­rahan diri untuk mencapai tujuan yang telah disetujuinya.
c)      Keterikatan pada tujuan merupakan fungsi dari penghargaan yang berhubungan dengan prestasi mereka.
d)     Rata-rata manusia, dalam kondisi yang layak, belajar tidak ha­nya untuk menerima tetapi mencari tanggung jawab,
e)      Ada kapasitas besar untuk melakukan imajinasi, kecerdikan dan
f)       kreatifitas dalam penyelesaian masalah-masalah organisasi yang secara luas tersebar pada seluruh karyawan.
g)      Potensi intelektual rata-rata manusia hanya digunakan sebagian saja dalam kondisi kehidupan industri modern.


























BAB X
FUNGSI PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN
A.  Konsep Dasar Fungsi Pengawasan
1.      Beberapa Pengertian dari Pengawasan
Beberapa pengertian pengawasan telah dikemukakan oleh banyak penulis di bidang manajemen, di antaranya oleh Schermerhorn (2002), Stoner, Freeman, dan Gilbert (2000), serta Mockler. Schermerhorn mendefinisikan pengawasan sebagai proses dalam menetapkan ukuran Kinerja dan pengambilan tindakan yang dapat mendukung pencapaian hasil yang diharapkan sesuai dengan Kinerja yang telah ditetapkan Tersebut.
(Controlling is the process of measuring performance and taking action to ensure desired results). Berdasarkan pengertian ini, Schermerhorn menekankan fungsi pengawasan pada penetapan standar Kinerja dan tindakan yang harus dilakukan dal.am rangka pencapaian Kinerja yang telah ditetapkan. Dengan demikian, manajer di pc-rusahaan perlu menetapkan standar Kinerja untuk setiap pekerjaan yang akan dilakukan, apakah di-misalnya-bagian sumber daya manusia, produksi, pemasaran, ataupun bagian lain dalam perusahaan. Standar Kinerja ini akan menjadi ukuran apakah pada pe­laksanaannya nanti, manajer perlu melakukan tindakan koreksi ataukah tidak sekira­nya ditemukan beberapa atau berbagai penyimpangan. Penjelasan ini sejalan dengan pengertian pengawasan menurut Stoner, Freeman, dan Gilbert (2000) di mana mcnurut mereka Control adalah the process of ensuring that actual activities conform the planned activities. Jadi, pengawasan adalah proses untuk memastikan bahwa segala aktivitas yang terlaksana sesuai dengan apa yang telah direncanakan.
2.      Tujuan dari Fungsi Pengawasan
Griffin (2000) menjelaskan bahwa terdapat empat tujuan dari fungsi pengawasan. Keempat tujuan tersebut adalah adaptasi lingkungan, meminimalkan kegagalan, me­minimumkan biaya, dan mengantisipasi kompleksitas dari organisasi.
Adaptasi Lingkungan, Tujuan pertama dari fungsi pengawasan adalah agar perusahaan dapat terus ber­adaptasi dengan perubahan yang terjadi di lingkungan perusahaan, baik lingkungan yang bersifat internal maupun lingkungan eksternal. Sebagai contoh, ketika teknologi informasi dan komputer belum secartggih saat ini, kualifikasi minimum tenaga kerja di sebuah perusahaan barangkali hanya dibatasi pada kemampuan mengetik, atau kualifikasi pendidikan minimum, seperti SMU dan lain-lain.
 Meminimumkan Kegagalan, Tujuan kedua dari fungsi pengawasan adalah untuk meminimumkan kegagalan. Ketika perusahaan melakukan kegiatan produksi misalnya, perusahaan berharap agar kegagalan seminimal mungkin. Ketika perusahaan memiliki target produksi sebanyak 10.000 unit, maka perusahaan berharap bahwa bagian produksi dapat menghasilkan produk sebanyak unit tersebut. Katakanlah, ketika bagian produksi ternyata hanya mampu menghasilkan 9.000 unit yang memenuhi standar, dan 1.000 unit yang tidak memenuhi standar, maka perusahaan mengalami 1.000 unit kegagalan dalam produksi, dan hal tersebut akan sangat merugikan perusahaan karena target tidak tercapai. Oleh karena itu perusahaan perlu menjalankan fungsi pengawasan agar kegagalan­kegagalan tersebut dapat diminimumkan.
Meminimumkan Biaya, Tujuan ketiga dari fungsi pengawasan adalah untuk meminimumkan biaya. Sebagai­mana contoh yang telah dikemukakan di atas, ketika perusahaan mengalami kegagalan sebanyak 1.000 unit, maka akan ada pemborosan biaya sebanyak 1.000 unit yang tidak memberikan keuntungan bagi perusahaan. Oleh karena itu, fungsi pengawasan melalui penetapan standar tertentu dalam meminimumkan kegagalan dalam produksi misalnya, akan dapat meminimumkan biaya yang harus dikeluarkan oleh perusahaan.
Antisipasi Kompleksitas Organisasi, Tujuan terakhir dari fungsi pengawasan adalah agar perusahaan dapat meng­antisipasi berbagai kegiatan organisasi yang kompleks. Kompleksitas tersebut dari mulai pengelolaan terhadap produk, tenaga kerja, hingga berbagai prosedur yang terkait dengan manajemen organisasi. Oleh karena itu, jelas fungsi pengawasan memiliki peran penting untuk merijamin bahwa kompleksitas tersebut dapat diantisipasi dengan baik.
3.      Langkah-langkah dalam Proses Pengawasan
Langkah-langkah yang dilakukan dalam fungsi pengawasan terdiri dari:
a)      Penetapan standar dan metode penilaian Kinerja
b)      Penilaian Kinerja
c)      Penilaian apakah Kinerja memenuhi standar ataukah tidak
d)     Pengambilan tindakan koreksi
4.      Penetapan Standar dan Metode Penilaian Kinerja
Penilaian Kinerja, Pada dasarnya penilaian Kinerja adalah upaya untuk membandingkan Kinerja yang dicapai dengan tujuan dan standar yang telah ditetapkan semula. Penilaian Kinerja merupakan sebuah proses yang berkelanjutan dan terus-menerus. Terdapat beberapa kegiatan yang hanya dapat dilihat kualitas pengerjaannya pada saat akhir dari kegiatan tersebut. Misalnya saja sebuah proses produksi dari sepasang sepatu. Setelah sepasang sepatu jadi, maka kita dapat melihat kualitas sepatu tersebut berdasarkan produk akhir atau produk jadinya. Membandingkan Kinerja dengan Standar, Setelah kita menetapkan bahwa yang akan kita nilai adalah tingkat penjualan setiap satu tahun sekali oleh manajer penjualan, maka pada tahap ini manajer penjualan akan melakukan perbandingan dari apa yang telah diperoleh di bagian penjualan dengan standar yang telah ditetapkan. Sebagai contoh, karena kita telah menetapkan standar yang akan kita capai adalah peningkatan penjualan sebesar 50 persen dari tahun sebelumnya, maka manajer penjualan kemudian melakukan pengecekan dari data penjualan tingkat penjualan yang telah dicapai pada tahun ini, dan kemudian juga data penjualan pada tahun yang lalu. Setelah kedua data penjualan dari tahun lalu dan tahun ini diperoleh, manajer penjualan kemudian melakukan perbandingan atas apa yang dicapai tahun ini dengan yang telah dicapai pada tahun lalu.
 Melakukan Tindakan Koreksi Jika Terdapat Masalah, Dari tahap sebelumnya, melalui perbandingan antara Kinerja dengan standar, kita dapat informasi dari proses pengawasan yang kita lakukan bahwa Kinerja berada di atas standar, sama dengan standar, atau di bawah standar. Ketika Kinerja berada di bawah standar berarti perusahaan mendapatkan masalah. Oleh karena itu perusahaan kemudian perlu melakukan pengendalian, yaitu dengan mencari jawaban mengapa masalah tersebut terjadi, yaitu Kinerja berada di bawah standar, lalu kemudian perusahaan melakukan berbagai tindakan untuk mengoreksi masalah tersebut. Pengendalian ini perlu untuk dilakukan agar perusahaan dapat memastikan bahwa apa yang tengah dilakukan oleh perusahaan benar-benar diarahkan kepada pencapaian tujuan yang telah ditetapkan, di mana indikator pencapaian tujuan di antaranya adalah menyesuaikan capaian perusahaan agar sesuai dengan standar.
B.     Tipe-Tipe Pengawasan­
1.      Pengawasan pendahuluan (feedforward control). Pengawasan penda­huluan, atau sering disebut steering controls, dirancang untuk meng­antisipasi masalah-masalah atau penyimpangan-penyimpangan dari standar atau tujuan dan memungkinkan koreksi dibuat sebelum suatu tahap kegiatan tertentu diselesaikan. Jadi, pendekatan pengawasan ini lebih aktif dan agresif, dengan mendeteksi masalah-masalah dan mengambil tindakan yang diperlukan sebelum suatu masalah terjadi. Pengawasan ini akan efektif hanya bila manajer mampu mendapatkan informasi akurat dan tepat pada waktunya tentang perubahan-per­ubahan dalam lingkungan atau tentang perkembangan terhadap tuju­an yang diinginkan.
2.      Pengawasan yang dilakukan bersamaan dengan pelaksanaan kegiatan (concurrent control). Pengawasan ini, sering disebut pengawasan "Ya-Tidak".screening control atau "berhenti--terus'; dilakukan se­lama suatu kegiatan berlangsung. Tipe pengawasan ini merupakan proses di mana aspek tertentu dari suatu prosedur harus disetujui du­lu, atau syarat tertentu harus dipenuhi dulu sebelum kegiatan-kegiat­an bisa dilanjutkan, atau menjadi semacam peralatan "double-check" yang lebih menjamin ketepatan pelaksanaan suatu kegiatan.
3.      Pengawasan umpan balik (feedback control). Pengawasan umpan balik, juga dikenal sebagai past - action controls, mengukur hasil-ha­sil dari suatu kegiatan yang telah diselesaikan. Sebab-sebab penyim­pangan dari rencana atau standar ditentukan, dan penemuan-penemu­an diterapkan untuk kegiatan-kegiatan serupa di masa yang akan da­tang. Pengawasan ini bersifat historis, pengukuran dilakukan setelah kegiatan terjadi.
Beberapa Gejala yang Memerlukan Pengawasan dan Pengendalian
Di antara beberapa gejala yang biasanya menunjukkan perlu adanya kontrol atau pengawasan dan pengendalian perusahaan sebagaimana diterangkan oleh Kreitner (1992) adalah sebagai berikut:
a)      Terjadi penurunan pendapatan atau profit, namun tidak begitu jelas faktor penyebabnya
b)      Penurunan kualitas pelayanan (teridentifikasi dari adanya keluhan pelanggan)
c)      Ketidakpuasan pegawai (teridentifikasi dari adanya keluhan pegawai, produk­tivitas kerja yang menurun, dan lain sebagainya)
d)     Berkurangnya kas perusahaan
e)      Banyaknya pegawai atau pekerja yang menganggur
f)       Tidak terorganisasinya setiap pekerjaan dengan baik
g)      Biaya yang melebihi anggaran
h)      Adanya penghamburan dan mefisiensi
C.    Tahap-Tahap Dalam Proses Pengawasan
Proses pengawasan biasanya terdiri paling sedikit lima tahap (langkah), adalah : 1) penetapan standar pelaksanaan (perencanaan), 2) penentuan pengukuran pelaksanaan kegiatan, 3) pengukuran pelaksanaan ke­giatan nyata, 4) pembandingan pelaksanaan kegiatan dengan stan­dar dan penganalisaan penyimpangan-penyimpangan, dan 5) pengam­bilan tindakan koreksi bila perlu.
D.          Pentingnya Pengawasan
Ada berbagai faktor yang membuat pengawasan semakin diper­lukan oleh setiap organisasi. Faktor-faktor itu adalah :
1.      Perubahan lingkungan organisasi. Berbagai perubahan lingkung­an organisasi terjadi terus menerus dan tak dapat dihindari, se­perti munculnya inovasi produk dan pesaing baru, diketemukan­nya bahan baku baru, adanya peraturan pemerintah baru, dan sebagainya. Melalui fungsi pengawasan manajer mendeteksi per­ubahan-perubahan yang berpengaruh path barang dan jasa orga­nisasi, sehingga mampu menghadapi tantangan atau memanfaat­kan kesempatan yang diciptakan perubahan-perubahan yang ter­jadi.
2.      Peningkatan kompleksitas Organisasi. Semakin besar organisasi semakin memerlukan pengawasan yang lebih formal dan hati-ha­ti. Berbagai jenis produk hams diawasi untuk menjamin bahwa kualitas dan profitabilitas tetap terjaga, penjualan eceran pada para penyalur perlu di analisa dan dicatat secara tepat; berma­cam-macam pasar organisasi, luar dan dalam negeri, perlu selalu dimonitor. Di samping itu organisasi sekarang lebih bercorak desentralisasi, dengan banyak agen-agen atau cabang-cabang penjualan dan kantor-kantor pemasaran, pabrik-pabrik yang ter­pisah secara geografis, atau fasilitas-fasilitas penelitian yang ter­sebar luas. Semuanya memerlukan pelaksanaan fungsi pengawas­an dengan lebih efisien dan efektif.
3.      Kesalahan-kesalahan. Bila para bawahan tidak pernah membuat kesalahan, manajer dapat secara sederhana melakukan fungsi pengawasan. Tetapi kebanyakan anggota organisasi sering mem­buat kesalahan-kesalahan memesan barang atau komponen yang salah, membuat penentuan harga yang terlalu rendah, ma­salah-masalah didiagnosa secara tidak tepat. Sistem pengawasan memungkinkan manajer mendeteksi kesalahan-kesalahan sebelum menjadi kritis.
4.      Kebutuhan Manajer untuk mendelegasikan Wewenang. Bila ma­najer mendelegasikan wewenang kepada bawahannya tanggung jawab atasan itu sendiri tidak berkurang. Satu-satunya cara manajer dapat men entukan apakah bawahan telah me­lakukan tugas-tugas yang telah dilimpahkan kepadanya adalah dengan mengimplementasikan sistem pengawasan. Tanpa sistem tersebut, manajer tidak dapat memeriksa pelaksanaan tugas ba­wahan.
E.     Perancangan Proses Pengawasan
William H.Newman telah mengemukakan prosedur untuk pene­tapan sistem pengawasan. 3) Pendekatannya terdiri atas lima langkah dasar yang dapat diterapkan untuk semua tipe kegiatan pengawasan :
1.      Merumuskan hasil yang diz'nginkan. Manajer harus merumuskan hasil yang akan dicapai sejelas mungkin. Tujuan yang dinyata­kan secara umum atau kurang jelas seperti "pengurangan biaya overhead" atau "meningkatkan pelayanan langganan", perlu di­rumuskan Iebih jelas seperti "pengurangan biaya overhead de­ngan 12 %" atau "menyelesaikan setiap keluhan konsumen da­lam waktu paling lama tiga hari". Di samping itu, hasil yang di­inginkan harus dihubungkan dengan individu yang bertanggung jawab atas pencapaiannya.
2.      Menetapkan penunjuk (predictors) hasil. Tujuan pengawasan sebelum dari selama kegiatan dilaksanakan adalah agar manajer dapat mengatasi dan memperbaiki adanya penyimpangan sebe­lum kegiatan diselesaikan. Tugas penting manajer adalah merancang program pengawasan untuk menemukan sejumlah indika­tor-indikator yang terpercaya sebagai penunjuk apabila tindakan koreksi perlu diambil atau tidak. 3. Menetapkan standar penunjuk dan hasil. Penetapan standar un­tuk penunjuk dan hasil akhir adalah bagian penting perancangan proses pengawasan. Tanpa penetapan standar, manajer mungkin memberikan perhatian yang lebih terhadap penyimpangan kecil atau tidak bereaksi terhadap penyimpangan besar. Standar harus sesuai dengan keadaan tertentu. Sebagai con­toh, 200 keluhan langganan sebulan pada saat terjadi proses re­organisasi tidak terlalu memprihatinkan dibanding 50 keluhan sebulan pada saat organisasi berfungsi normal. Standar juga ha­rus fleksibel untuk menyesuaikan dengan perubahan kondisi.
3.      Menetapkan jaringan informasi dan umpan balik. Langkah ke­empat dalam perancangan suatu siklus pengawasan adalah me­netapkan sarana untuk pengumpulan informasi penunjuk dan pembandingan penunjuk terhadap standar. Jaringan kerja ko­munikasi dianggap baik bila aliran tidak hanya ke atas tetapi juga ke bawah kepada siapa yang harus mengambil tindakan koreksi. Disamping itu, jaringan ini harus cukup efisien untuk menyediakan informasi balik yang relevan : kepada personalia kunci yang memerlukannya. Komunikasi pengawasan sering didasarkan pada prinsip "management by exception". Prinsip ini menyarankan bahwa atasan hanya diberi informasi bila terjadi penyimpangan besar dari standar atau rencana.
4.      Menilai informasi dan mengambil -tindakan koreksi. Langkah terakhir adalah pembandingan penunjuk dengan standar, penen­tuan apakah tindakan koreksi perlu diambil, dan kemudian pengambilan tindakan.
F.     Bidang-Bidang Pengawasan Strategik
Agar manajer dapat merancang sistem pengawasan efektif, maka perlu didentifikasikan bidang-bidang strategik satuan kerja atau organisasi. Bidang-bidang ini merupakan aspek-aspek satuan kerja atau or­ganisasi yang harus berfungsi secara efektif agar keseluruhan organisa_ si meraih sukses. Bidang-bidang strategik (kunci) biasanya menyang_ kut kegiatan-kegiatan utama organisasi - seperti transaksi-transaksi keuangan, hubungan manajer-bawahan, atau operasi-operasi produk­si. Penetapan bidang-bidang pengawasan strategik akan membantu perumusan sistem pengawasan dan standar yang lebih terperinci bagi manajer-manajer tingkatan bawah.
Di samping itu, penting juga untuk menentukan titik-titik kri­tis dalam sistem di mana monitoring dan pengumpulan informasi ha­rus dilakukan, atau yang disebut titik-titik pengawasan strategik (strategic control). Metoda penentuannya adalah dengan menganalisa bidang-bidang operasi di mana perubahan selalu terjadi dan pemusat­an pada unsur-unsur paling vital dalam operasi tertentu.
G.    Alat Bantu Pengawasan Manajerial
Ada banyak teknik yang dapat membantu manajer agar pelaksa­naan pengawasan menjadi lebih efektif. Dua teknik yang paling terke­nal adalah manajemen dengan pengecualian (management by excep­tion) dan sistem informasi manajemen (management information sys­tems)-Management By Exception ( MBE ).
1.      Management By Exception ( MBE ) atau prinsip pengecualian, memungkinkan manajer untuk mengarahkan perhatiannya pada bidang-bidang pengawasan yang pa­ling kritis dan mempersilahkan para karyawan atau tingkatan mana­jemen rendah untuk menangani variasi-variasi rutin. Hal ini dapat dipraktekkan oleh manajer-manajer penjualan, produksi, keuangan, personalia, pembelian, pengawasan mutu, dan bidang-bidang fungsional lainnya. Bahkan manajer-manajer lini per­tama dapat Mempergunakan prinsip ini dalam pengawasan harian me­reka. Pengawasan yang ditujukan pada terjadinya kekecualian ini mu­rah, tetapi penyimpangan baru dapat diketahui setelah kegiatan ter­laksana. Biasanya pengawasan ini dipergunakan untuk operasi-operasi organisasi yang bersifat otomatis dan rutin.
2.      Management - Information System ( MIS ), Sistem informasi manajemen atau management-information system memainkan peranan penting dalam pelaksanaan fungsi-fungsi manajemen perencanaan dan pengawasan dengan efektif. MIS dapat didefinisikan sebagai suatu metoda formal pengadaan dan penyediaan bagi manajemen, informasi yang diperlukan dengan akurat dan tepat waktu untuk membantu proses pembuatan keputusan dan memung­kinkan fungsi fungsi perencanaan, pengawasan dan operasional orga­nisasi dilaksanakan secara efektif. MIS adalah sistem pengadaan, pe­mrosesan, penyimpanan dan penyebaran informasi yang direncana­kan agar keputusan-keputusan manajemen yang efektif dapat dibuat. Sistem menyediakan informasi waktu yang lalu, sekarang dan yang akan datang serta kejadian-kejadian di dalam dan di luar organisasi.
MIS dirancang melalui beberapa tahap utama, yaitu :
a)      tahap survei pendahuluan dan perumusan masalah,
b)      tahap di­sain konsepsual,
c)      tahap disain terperinci, dan
d)     tahap implemen­tasi akhir.
Agar perancangan MIS berjalan efektif, manajemen perlu memperhatikan 5(lima) pedoman berikut ini :
a)      Mengikut sertakan pemakai (unsur) ke dalam tim perancang.
b)      Mempertimbangkan secara hati-hati biaya sistem.
c)      Memperlakukan informasi yang relevan dan terseleksi lebih dari­ pada pertimbangan kuantitas belaka.
d)     Pengujian pendahuluan sebelum diterapkan.
e)      Menyediakan latihan dan dokumentasi tertulis yang mencukupi bagi para operator dan pemakai sistem.
Konsep MIS berhubungan sangat erat dengan teknologi kompu­ter, yang mencakup kapasitas komputer, program dan bahasa pro­gram, terminal jarak jauh, diskette, dan lain-lainnya. Organisasi mungkin mempunyai MIS tanpa komputer, tetapi sistem akan kehi­langan sebagian "keampuhannya" tanpa bantuan komputer. Jadi, pa­da dasarnya MIS membantu manajemen melalui penyediaan persona­lia yang tepat dengan jumlah yang tepat dari informasi yang tepat pula pada waktu yang tepat.
H.    Karakteristik-Karakteristik Pengawasan Yang Efektif
Untuk menjadi efektif, sistem pengawasan harus memenuhi kri­teria tertentu. Kriteria-kriteria utama adalah bahwa sistem seharus­nya 1) mengawasi kegiatan-kegiatan yang benar, 2) tepat waktu, 3) dengan biaya yang efektif, 4) tepat-akurat, dan 5) dapat diterima oleh yang bersangkutan. Semakin dipenuhinya kriteria-kriteria terse­but semakin efektif sistem pengawasan. Karakteristik-karakteristik pengawasan yang efektif dapat lebih diperinci sebagai berikut :
1.      Akurat . Informasi tentang pelaksanaan kegiatan harus akurat. Data yang tidak akurat dari sistem pengawasan dapat menye­babkan organisasi mengambil tindakan koreksi yang keliru atau bahkan menciptakan masalah yang sebenarnya tidak ada.
2.      Tepat-Waktu. Informasi harus dikumpulkan, disampaikan dan dievaluasi secepatnya bila kegiatan perbaikan harus dilakukan segera.
3.      Obyektif dan menyeluruh. Informasi harus mudah dipahami dan bersifat obyektif serta lengkap.       .          .
4.    Terpusat pada titik-titik pengawasan strategik. Sistem pengawas_ an harus memusatkan perhatian pada bidang-bidang di mana pe­nyimpangan-penyimpangan dari standar paling sering terjadi atau yang akan mengakibatkan kerusakan paling fatal.
5.      Realistik secara ekonomis. Biaya pelaksanaan sistem pengawasan harus lebih rendah, atau paling tidak sama, dengan kegunaan yang diperoleh dari sistem tersebut.
6.      Realistik secara organisasional. Sistem pengawasan harus cocok atau harmonis dengan kenyataan-kenyataan organisasi.
7.      Terkoordinasi dengan aliran kerja organisasi. Informasi peng­awasan harus terkoordinasi dengan aliran kerja organisasi, kare­na (1) setiap tahap dari proses pekerjaan dapat mempengaruhi sukses atau kegagalan keseluruhan operasi, dan (2) informasi pengawasan harus sampai pada seluruh personalia yang memer­lukannya.
8.      Fleksibel. Pengawasan harus mempunyai fleksibilitas untuk memberikan tanggapan atau reaksi terhadap ancaman ataupun kesempatan dari lingkungan.
9.      Bersifat sebagai petunjuk dan operasional. Sistem pengawasan efektif harus menunjukkan, baik deteksi atau deviasi dari stan­dar, tindakan koreksi apa yang seharusnya diambil.
10.  Diterima para anggota organisasi. Sistem pengawasan harus mampu mengarahkan pelaksanaan kerja para anggota organisasi dengan mendorong perasaan otonomi, tanggung jawab dan ber­prestasi.




BAB XI
LINGKUNGAN DAN BUDAYA ORGANISASI
A.    Lingkungan Dan Organisasi Bisnis
Organisasi Bisnis sebagai Bagian dari Lingkungan, Organisasi sebagai kumpulan orang-orang tidak dapat dilepaskan dari lingkungan, karena pada dasarnya organisasi juga merupakan bagian dari lingkungan dan masyarakat. Sebagai contoh, sebuah keluargau atau rumah merupakan bagian dari lingkungan Rukun Tetangga (RT), Rukun Warga (RW), hingga lingkungan yang lebih besar lagi. Sebuah perusahaan atau organisasi bisnis yang beroperasi di sebuah lingkungan tidak dapat menafikan bahwa selain kegiatan bisnis yang dikelolanya, organisasi tersebut juga terlibat dengan lingkungan di seputar organisasi. Oleh karena itu, sebuah organisasi perlu memahami lingkungan apa saja yang terkait secara langsung maupun tak langsung dengan kegiatan organisasi. Misalnya, ketika sebuah perusahaan beroperasi di daerah di mana masyarakatnya mengalami tingkat pengangguran yang tinggi, maka organisasi tersebut perlu memikirkan kenyataan tersebut dan kaitannya dengan pencapaian tujuan organisasi. Apabila tingkat pengangguran tinggi di daerah tersebut, maka bisa dipastikan bahwa tingkat pendapatan juga akan rendah. Akibatnya, penjualan barang atau jasa yang ditawarkan oleh organisasi akan mengalami hambatan.
1.    Pemilik Organisasi (Owners), Para pemilik organisasi adalah mereka yang secara historis maupun hukum dinyatakan sebagai pemilik akibat adanya penyertaan modal, ide, ataupun berdasarkan ketentuan lainnya dinyatakan sebagai pemilik organisasi. Dalam organisasi perusahaan para pemilik organisasi misalnya adalah para pemegang saham, anggota (koperasi), atau juga individu jika perusahaan tersebut bersifat individu dari segi kepemilikan. Organisasi perlu memahami para pemilik organisasi karena setiap pemilik memiliki tujuan yang hendak dicapainya melalui kepemilikannya atas organisasi. Tujuan yang hendak dicapai oleh para pemilik ini merupakan salah satu sumber pertimbangan dari para pengelola organisasi ketika mereka menjalankan kegiatan organisasi.
2.    Manajemen (Board of Managers or Directors, adalah orang-orang yang menurut para pemilik organisasi perusahaan dinyatakan atau ditunjuk sebagai pengelola organisasi dalam aktivitasnya sehari-hari untuk suatu periode tertentu. Orang-orang ini bekerja secara profesiona berdasarkan tugasnya masing-masing, dan dalam periode tertentu harus melaporkat setiap kegiatannya kepada para pemilik perusahaan. Dalam beberapa hat, tim ini memiliki kebebasan dalam menentukan kebijakan organisasi, dan dengan cara apa organisasi tersebut akan mencapai tujuannya. Akan tetapi dalam hat lain, tim manajemen ini memiliki keterbatasan dalam mengambil keputusan, apalagi jika keputusan tersebut berbeda dengan apa yang diinginkan olel para pemilik perusahaan.
3.      Para Anggota atau Para Pekerja (Employees), Para anggota atau para pekerja dalam sebuah organisasi merupakan unsur sumbe daya manusia (SDM) yang sangat dominan dalam sebuah organisasi, karena biasanya jumlahnya merupakan yang paling besar dalam sebuah organisasi. Para pekerja inilah yang sehari-hari bergelut dengan aktivitas operasional perusahaan dan menjalankan tugas-tugas keseharian, berdasarkan apa yang telah ditetapkan oleh tim manajemen perusahaan. Oleh karena tingginya peran para anggota atau pekerja dalam sebuah organisasi, maka para pekerja juga merupakan aset bagi organisasi. Dapat dikatakan sekalipun tujuan organisasi yang ingin dicapai sangat ideal, perencanaan yang disusun luga sangat baik, namun tanpa peran serta para anggota atau para pekerja ini, tujuan ideal organisasi sangat mustahil untuk dapat direalisasikan.
4.      Lingkungan Fisik Organisasi (Physical Work Environment), Pemilik organisasi, pekerja, dan tim manajemen merupakan orang-orang atau sumber daya manusia yang dimi.liki oleh perusahaan. Sebagaimana telah diterangkan, organisasi memiliki sumber-sumber daya yang tidak hanya orang-orang, tetapi juga stunber daya uang (financial resources), sumber daya alam (natural resources), maupun sumber daya informasi (informational resources). Keseluruhan ini karena sifatnya dapat dikategorikan sehagai lingkungan fisik dari organisasi perusahaan. Bangunan, uang, peralatan, barang perscdiaan, dan lain sebagainya merupakan lingkungan di mana setiap saat orang-orang dalam organisasi perusahaan berinteraksi dan memanfaatkannya untuk dapat didayagunakan. Oleh karena sumber daya tersebut harus digunakan seefektif dan seefisien mungkin, maka perusahaan perlu pula memahami bagaimana sumber-siimber daya yang termasuk ke dalam lingkungan kerja fisik dari organisasi ini dapat dikelola dengan baik.
5.      Lingkungan Eksternal Organisasi, Sebagaimana diterangkan di muka, lingkungan eksternal atau lingkungan yang terkait dengan kegiatan operasional organisasi dan bagaimana kegiatan operasional ini dapat bertahan. Dalam kegiatan operasional, perusahaan berhadapan dan senantiasa berusaha untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan-lingkungan yang terkait langsung atau lingkungan mikro perusahaan dan lingkungan yang tidak terkait langsung
6.       Lingkungan Makro Perusahaan, Lingkungan mikro perusahaan adalah terdiri dari pelanggan (customer), pesaing (competitor), pemasok (supplier), dan partner strategis (strategic partner). Sedangkan lingkungan makro perusahaan terbagi dua, yaitu lingkungan lokal dan internasional. Lingkungan lokal dapat berupa para pembuat peraturan (regulators), pemerintah (government), masyarakat luas pada umumnya (society), lembaga-lembaga yang terkait dengan kegiatan perusahaan seperti organisasi nonpemerintah (NGOs), seperti lembaga perlindungan konsumen (YLKI), dan lain sebagainya. Adapun lingkungan internasional dapat berupa peraturan internasional (international law), pasar keuangan internasional (international financial markets), kesepakatan antarnegara dalam suatu kegiatan tertentu. Organisasi perlu memahami para pelanggan, karena setiap pelanggan memilik karakteristiknya tnasing-masing. Pelanggan individu akan sangat berbeda dengar pelanggan institusi misalnya. Pelanggan wanita akan berbeda dengan pelanggan pria dan seterusnya. Di sisi lain, organisasi juga perlu memahami bahwa pelanggan kela menengah barangkali perilakunya juga berbeda dengan pelanggan kelas bawah
7.      Pesaing (Competitor), Pesaing adalah organisasi bisnis lain yang menjalankan bisnis yang sama dengan organisasi yang kita jalankan. Karena bisnis yang dijalankan sama, maka pesaing merupakan tantangan (sekaligus ancaman) yang dihadapi organisasi dalam meraih pelanggan. Jika pelanggan lebih tertarik untuk memperoleh apa yang menjadi kebutuharnya dari pesaing, maka secara otomatis pelanggan tidak akan mendapatkannya dari organisasi kita. Bila pelanggan tak lagi tertarik untuk mernenuhi kebutuhannya melalui organisasi bisnis kita, maka hal tersebut menjadi ancaman bagi organisasi bias yang kita jalankan. Dan, jika kenyataan tersebut berlangsung secara terus-menerus dan berkelanjutan dalam jangka waktu yang cukup lama, maka organisasi bisnis kita akan terancam bubar karena tak bisa lagi bertahan dan menjalankan fungsi bisnisnya. Dengan kenyataan seperti ini, maka organisasi bisnis juga perlu memahami pesaing, nya. Apa yang ditawarkan oleh pesaing terhadap pelanggan, pada tingkat harga berapa kelebihan apa yang dimiliki pelanggan dibandingkan dengan kita, menjadi sesuatU yang harus juga dipahami olch. organisasi bisnis. Positifnya, kehadiran pesaing aka ulendorong organisasi bisnis untuk lebih memperbaiki kualitasnya dari waktu ke waktu sehingga dapat diterima dan menarik minat para pelanggan.
8.      Pemasok (Supplier), Pemasok adalah pihak yang terkait langsung dalam kegiatan bisnis dari sebuah organisasi, khususnya organisasi bisnis yang melakukan kegiatan produksi barang jadi dari bcrbagai jenis bahan baku. Sebuah perusahaan sepatu sangat tergantung sekali dengan para pemasok bahan baku sepatu, dari mulai pernasok kulit, pemasok lem, pemasok benang, dan sebagainya. Ketergantungan ini tidak saja dilihat dari sisi bahan bakunya, tetapi juga dari harga yang ditawarkannya. Jika harga bahan baku yang ditawarkan mahal, maka hal tersebut akan berdampak pada jumlah biaya produksi yang menjadi lebih tinggi. Akibatnya, harga yang akan ditawarkan kepada para pelanggan cencierung akan lebih tinggi atau mahal pula. Kenyataan ini pada umumnya justru akan merugikan perusahaan jika harus bersaing dengan para pesaing. Harga yang mahal untuk barang yang bersifat umtun dan menyangkut hajat orang banyak cenderung dihindari oleh para pelanggan.
9.      Partner Strategis (Strategic Partner), Partner strategis adalah perusahaan lain yang menjalankan bisnis berbeda dengan perusahaan kita, tetapi secara bersama-sama bisa menjadi mitra kita dalam menjalankan bisnis yang saling mengtuzttulgkan kedua belah pihak. Dalam istilah biologi dikenal simbiosis mutualisme yang kurang lebih artinya kerja sarna yang saling menguntungkan. Misalnya, untuk bisnis jualan baso tahu, maka di antara partner strategis kita adalah penjual teh botol. Di satu sisi kita perlu tmtuk menjual baso kita, di sisi lain penjual teh botol perlu menjual minumannya. Kedua jenis bisnis ini dapat menjadi partner strategis yang dapat saling menguntungkan kedua jenis bisnis yang dijalankan. Contoh lainnya, antara perusahaan tnakanan siap saji McDonald dengan perusahaan mainan Disney. McDonald perlu tuituk menjual makanannya. Perusahaan Disney perlu untuk memperkenalkan dan menjual produknya. McDonald bisa menjual makanannya dengan memberikan daya tarik hadiah berupa mainan anak-anak dari Disney. Maka dengan cara ini, Disney merupakan partner strategis dari McDonald.
10.  Regulator, Regulator adalah pihak-pihak yang berkepentingan dalam menciptakan keadaan dari kegiatan bisnis yang fair dan aman bagi semua pihak yang ingin menjalankan bisnis. Agar keadaan tersebut dapat terwujud, maka perlu dibuat aturan-aturan main dapat disepakati oleh semua pihak di masyarakat dan secara konsisten dijalankan pula oleh semua pihak di masyarakat tersebut. Regulator dapat berasal dari pemerintah, maupun berupa institusi atau lembaga yang disepakati untuk dibentuk untuk tujuan $ebagaimana yang dijelaskan di atas. Untuk perdagangan minyak di dunia, kita kenal misalnya ada organisasi OPEC yang dibentuk oleh negara-negara anggotanya untuk menyepakati dan menjalankan aturan main yang perlu dijalankan dalam perdagangan minyak di dunia. Contoh lain dari regulator yang paling jelas adalah pemerintah. Pemerintah bertugas menetapkan undang-undang dan peraturan yang terkait dengan kegiatan yang ada di masyarakat, tidak terkecuali kegiatan bisnis. Aturan mengenai tata cara pendirian perusahaan, aturan mengenai kegiatan bisnis di lokasi tertentu, aturan mengenai tarif, pajak, dan retribusi yang dibebankan kepada pelaku bisnis, dan lain sebagainya adalah salah satu contoh regulasi yang dihasilkan oleh pemerintah. Regulator perlu dipahami oleh setiap organisasi bisnis karena secara langsung mau­pun tidak langsung aturan yang ditetapkan oleh regulator akan memengaruhi kegiatar bisnis yang dijalankan. Pengaruh dari aturan yang dijalankan tentu akan memengaruhi perencanaan bisnis dari perusahaan.
11. Pemerintah (Government), Pemerintah adalah pihak yang atas legitimasi politik tertentu di suatu negara diangkat dan bertugas untuk mewujudkan masyarakat ke arah yang lebih baik dalan pembangunan di segala bidang. Berdasarkan pengertian ini, maka pernerintah dituntu untuk melakukan kegiatan-kegiatan proaktif, mulai dari pemberian kebijakan, penetap an aturan pemerintah, hingga upaya-upaya antisipasi dan penyelesaian atas berbaga masalah yang ada di masyarakat menuju masyarakat yang lebih baik di segala bidan€ baik material maupun spiritual. Sebuah perusahaan perlu memahami pernerintah karena perusahaan perlu memahami arah dari setiap kebijakan yang diambil pemerintah, dampaknya terhada kegiatan bisnis, dan peluang apa yang dapat diambil dari tindakan yang diambil oleh Pemerintah dalam berbagai hal. Misalnya saja, dengan adanya kebijakan pemerintah untuk menaikkan tarif listrik dan bahan bakar tninyak, maka perusahaan akan merasakan dampak dari kebijakan tersebut.
12.  Berbagai Bentuk Kegiatan Bisnis Internasional, Agar faktor internasional dari organisasi bisnis dapat diarahkan rnenjadi peluatt; bagi organisasi bisnis, maka perusahaan perlu memikirkan bagaimana agar kegiata bisnisnya tidak hanya berhasil di lingkungan lokal negaranya saja, tetapi juga diperluas ke negara-negara lain. Ada beberapa bentuk kegiatan bisnis internasional yang dapat dipilih oleh organisasi bisnis, di antaranya adalah ekspor-impor (export-import), lisens' (licencing), partner strategis (international strategic alliance or joint venture), atau investas' langsung (direct investment).
13.  Kegiatan Ekspor-Impor (Export-Import), Ekspor adalah kegiatan dalam menghasilkan barang dan jasa di sebuah negar. oleh perusahaan dan menjualnya ke negara lain atau dipasarkan ke negara lain. Impor adalah kegiatan dalam mendatangkan barang dan jasa dari negara lain atau negara luar ke sebuah negara di mana perusahaan tersebut berada. Banyaknya mobil bermerek seperti Toyota, Mazda, BMW, atau Mercedes, menunjukkan adanya aktivitas impor, yang dilakukan di negara kita untuk waktu yang sudah cukup lama. Sebaliknya, adany. pengiriman Tenaga Kerja Indonesia (TKI) ke Arab Saudi, Malaysia, Singapura, atau negara lainnya, serta adanya barang-barang kerajinan rotan kita di negara-negara Eropa, adalah contoh-contoh bentuk kegiatan ekspor yang dilakukan oleh perusahaan­-perusahaan di negara kita.
14.  Lisensi (Licencing), Lisensi pada dasarnya merupakan sebuah kesepakatan atau perjanjian di mana sebuah perusahaan memperbolehkan perusahaan lain untuk menggunakan merek, teknologi, hak paten, atau aset lainnya. Sebagai kompensasinya, perusahaan yang menggunakan hak perusahaan lain biasanya diharuskan membayar hak lisensinya berupa sejumlah uang tertentu sebagaimana kesepakatan yang dibuat.
15.  Partner Strategis (International Strategic Alliance), Partner strategis sebagaimana dijelaskan di bagian sebelumnya merupakan salah satu bentuk kerja sama antara perusahaan secara internasional untuk dapat melakukan kegiatan bisnis yang saling menguntungkan kedua belah pihak. Salah satu bentuk spesifik dari partner strategis adalah Joint Venture. Joint Venture dalah bentuk kerja sama bisnis di mana perusahaan yang berpartner melakukan pem­bagian kepen'ilikan (sharing ownership) dalam menjalankan sebuah bisnis (yang umum­nya baru)• Perusahaan-perusahaan makanan siap saji dari luar negeri (McDonald, KFC A&VU, dan lain sebagainya) biasanya melakukan bentuk kerja sama bisnis ini, yaitu antara perusahaan aslinya di luar negeri dengan perusahaan lokal yang ditunjuk untuk n'enjalankan bisnis ini di negara lain.
16.  Investasi Langsung (Direct Investment), Investasi langsung adalah salah satu bentuk kegiatan bisnis internasional di mana sebuah perusahaan membeli sebagian atau keseluruhan aset atau melakukan investasi di sebuah perusahaan di suatu negara tertentu. Pembelian sebagian saham PT INDOSAT oleh perusahaan telekomunikasi Singapura, pendirian perusahaan Freeport di Papua, Exxon di Nangroe Aceh Darussalam (NAD), atau juga pembelian saham PT Bank Niaga dan PT Bank Danamon oleh pihak Singapura dan Malaysia, merupakan salah satu bentuk investasi langsung yang dapat dilakukan oleh sebuah perusahaan terhadap perusahaan lain di negara yang berbeda.
B.     Faktor-faktor Terkait dalam Bisnis internasional
Perusahaan yang menjalankan bisnis secara internasional perlu memerhatikan beberapa hal yang terkait dengan kegiatan bisnis internasional, terutama yang terkait dengan kegiatan transaksi bisnis secara internasional. Ada tiga faktor terkait yang perlu diperhatikan, yaitu kontrol dalam perdagangan internasional, eksistensi komunitas dan institusi ekonomi secara internasional, serta perbedaan budaya antarnegara.
1.      Kontrol dalam Perdagangan Internasional
Kadangkala.lingkungan internasional dalam bisnis belum tentu menjamin sebuah perusahaan yang beroperasi secara internasional akan sukses. Hal ini terkait dengan kepentingan dari suatu negara dalam menjamin, selain transaksi bisnis bisa dijalankan, luga kepentingan pebisnis lokal di setiap negara juga terjaga. Amerika Serikat misalnya, sebelum terjadinya fenomena Oil Boom (kenaikan harga minyak) pada tahun 1973, menetapkan.pembatasan atas setiap barang impor (quota) yangg masuk ke Amerika, khususnya impor kendaraan bermotor dan elektronik dari Korea dan Jepang. Hat ini dilakukan agar perusahaan lokal, seperti General Motors, Ford, dan lain sebagainya, dapat tetap bertahan dalam bisnis. Akan tetapi, setelah terjadinya fenomena Oil Boom tersebut, maka pemerintah Amerika mengubah kebijakannya dan membuka kebijakan quota tadi, sehingga sejak tahun tersebut kendaraan-kendaraan bermotor dari Korea dan Jepang hingga kini membanjiri negara Amerika.
Ada dua jenis kontrol perdagangan internasional yang biasanya dilakukan ole sebuah negara, yaitu quota dan tariff. Quota merupakan pembatasan jumlah barang yang diperjualbelikan secara internasional, apakah ekspor maupun impor. Adapun tari merupakan pembebanan pajak kepada setiap barang yang diekspor maupun diimpor Komunitas Ekonomi Internasional (Economic Communities). Komunitas ekonomi adalah kelompok yang terdiri dari berbagai negara yang bersepakat untuk mengurangi kendala-kendala dalam perdagangan internasional (trade barrier) di antara negara-negara anggota dalaln kelompok tersebut. Di antara contoh dari komunitas ekonomi tersebut adalah Kesatuan Eropa (European Union), North American Free Trade Agreement (NAFTA), Asia-Pasific Free Trade Agreement (AFTA), dan lain sebagainya. Adanya komunitas ekonomi ini akan memberikan kekuatan ekonomi yang sangat signifikan bagi negara-negara anggota dari setiap komunitas tersebut, yaitu adanya kemudahan yang lebih baik daripada sebelumnya, dan komunitas ini juga men­jadi kekuatan dalam menghadapi kekuatan ekonomi lain di luar kelompok tersebut.
2.      Perbedaan Budaya Antarnegara (Cultural Differences Accross Nations)
Budaya dalam organisasi pada dasarnya merupakan nilai-nilai dan norma yang dianut oleh organisasi dan membantu para anggotanya untuk memahami bagaimana sebenarnya sebuah organisasi bisnis berjalan, dan apa yang penting dan tidak penting bagi organisasi bisnis dikaitkan dengan lingkungan di sekitarnya. Jika sebuah organisasi beroperasi di sebuah lingkungan di mana nilai-nilai yang dianutnya sesuai dengan apa yang dijalankan oleh organisasi bisnis, maka organisasi bisnis tidak mengalami kesulitan berarti dalam menjalankan kegiatan bisnisnya, terkait dengan budaya setempat. Akan tetapi, jika nilai dan norma yang dianut oleh suatu lingkungan berbeda dengan apa yang diyakini dan dijalankan oleh perusahaan, maka tidak jarang persoalan budaya ini dapat menghambat kegiatan bisnis dari sebuah organisasi.
Perusahaan perlu memahami adanya perbedaan budaya di setiap lingkungan yang berbeda, terutama lingkungan internasional, agar dapat lebih jauh melnahami apa yang sebenarnya dianut oleh masyarakat setempat di mana perusahaan berinteraksi, dan bagaimana cara beradaptasi dengannya. Sebagai contoh, budaya Indonesia dengan budaya Malaysia barangkali tidak terlalu jauh berbeda. Orang Indonesia memiliki kecenderungan untuk tidak langsung to the point dalam mengemukakan sesuatu. Hal ini juga pada umumnya dianut oleh orang-orang Melayu di Malaysia. Dalam kasus General Motors Amerika tidak mengerti mengapa produknya, Chevrolet Nuvo, tidak begitu sukses terjual di Amerika Latin. Usut punya usut, ternyata Nuvo dalam bahasa Amerika Latin berarti "tidak dapat berjalan". Warna hijau di negara-negara Muslim banyak dipergunakan, tetapi di sebagian negara lain dapat berarti kematian, dan banyak lagi contoh yang terkait dengan perbedaan budaya ini.
C.    Budaya Organisasi Dan Kegiatan Bisnis
1.      Pentingnya Budaya Bagi Organisasi Bisnis
Budaya organisasi pada dasarnya lnerupakan nilai-nilai dan norma yang dianut dan dijalankan oleh sebuah organisasi terkait denga lingkungan di mana organisasi tersebut menjalankan kegiatannya. Budaya organisasi penting sekali untuk dipahami karena banyak pengalaman menunjukkan bahwa te nyata budaya organisasi ini tidak saja berbicara mengenai bagaimana sebuali organisa bisnis menjalankan kegiatannya sehari-hari, tetapi juga sangat memengaruhi bagaimal Kinerja yang dicapai oleh sebuah organisasi bisnis. Sebagai contoh, perusahaan Levis Strauss menganggap bahwa salah satu kunci kesuksesan bisnisnya adalah disebabk" oleh budaya organisasi yang telah dibangun di sebuah bangunan selama kurang leb 68 tahun. Disebabkan perkelnbangan bisnis yang pesat, para eksekutif di Levis Strauss berpikir untuk memindahkan perusahaannya ke bangunan yang lebih luas dan besar. Apa yang kemudian terjadi? Setelah mereka pirxlah ke bangunan 12 lantai, para eksekutif justru menemukan bahwa para anggota perusahaan tidak menikmati kepindahan kegiatan di bangunan yang baru, dan Kinerja perusahaan justru menurun. Akhirnya eksekutif di Levi-Strauss memindahkan kembali kegiatannya ke gedung yang lama Para anggota perusahaan menganggap bahwa gedung yang lama lebih membuat mereka merasa nyaman dalam bekerja, karena kesannya yang informal, dan dapat melakukan interaksi secara lebih mudah. Ternyata budaya informal yang dibangun di perusahaan Levi-Strauss memegang kunci kesuksesan bisnisnya.
2.      Faktor Penentu Terbentuknya Budaya Organisasi
Kita barangkali akan bertanya-tanya dari mana sesungguhnya budaya organisasi itu ada. Berdasarkan catatan teoritis dan empiris, budaya organisasi merupakan nilai­nilai dan keyakinan yang dipegang oleh sebuah organisasi dari sejak organisasi tersebut terbentuk, tumbuh, dan berkembang. Sebuah perusahaan akan menemukan bahwa dari sekian tahun perjalanan bisnisnya, banyak hal yang kemudian dapat dijadikan nilai-nilai dan norma yang dapat dipegang teguh oleh organisasi untuk meraih sukses dalam jangka panjang.


BAB XII
ETIKA MANAJEMEN DAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL DALAM ORGANISASI
A.          Tanggung Jawab Sosial Dari Organisasi
1.    Lingkungan sebagai Ruang Lingkup Kegiatan Organisasi, Sebagaimana telah diterangkan dalam bab sebelumnya, organisasi bisnis akan berhadapan dengan lingkungan organisasinya, baik lingkungan yang secara langsung memengaruhi dan dipengaruhi oleh kegiatan organisasi bisnis, maupun lingkungan yang secara tak langsung terkait dengan organisasi bisnis. Pada intinya, setiap organisasi atau perusahaan pada akhirnya perlu menyadari bahwa apa pun yang dilakukannya merupakan reaksi atas tuntutan dari lingkungan atau juga sebaliknya merupakan upaya untuk memengartihi lingkungannya.
2.      Mengelola Tanggung Jawab Sosial dari Perusahaan, perkembangan yang pesat dalam teknologi informasi membawa konsekuensi logi bahwa n'asyarakat semakin mudah untuk memperoleh informasi. Informasi terkait dengan apa yang baik bagi masyarakat termasuk juga apa yang tidak. Konsekuen dari kenyataan ini, perkembangan dunia bisnis di masa yang akan datang akan berhadapan dengan masyarakat yang semakin peka terhadap lingkungannya sekaligus segala bentuk aktivitas yang dilakukan perusahaan terhadap lingkungannya. Oleh karena itu, perusahaan akan berhadapan dengan tuntutan yang lebih besar dari sisi tanggung jawab sosial seiring dengan semakin besarnya kesadaran masyarakat akan lingkungannya. Ada beberapa strategi yang dapat dilakukan oleh perusahaan., sebagaimana yang dikemukakan oleh Kreitner (1992), yaitu strategi reaktif, defensif, proaktif, dan akomodatif.
a.       Strategi Reaktif (Reactive Social Responsibility Strategy), Kegiatan bisnis yang melakukan strategi reaktif dalam tanggung jawab sosial cenderung menolak arau menghindarkan diri. dari tanggung jawab sosial. Contohnya perusahaan tembakau di masa lalu cenderung untuk tnenghindarkan diri dari isu yang menghubungkan antara konsumsi rokok dengan peluang terjadinya penyakit kangker Akan terapi, dikarenakan adanya peraturan pemerintah untuk mencantumkan bahaya rokok dalam setiap Man, maka hal tersebut dilakukan oleh perusahaan rokok.
b.    Strategi Defensif (Dcfensive Social Responsibility Strategy, Strategi defensif dalam tanggung jawab sosial yang dilakukan oleh perusahaan terkait dengan penggunaan pendekatan legal atau jalur hukum untuk menghindarkan diri atau menolak tanggung jawab sosial. Perusahaan yang menghindarkan diri dari tanggung jawab penanganan l.imbah bisa saja berargumen melalui pengacara yang di­sewanya untuk mempertahankan diri dari tuntutan huktma dengan berargumen bahwa tidak hanya perusahaannya saja yang membuang limbah ke sungai ketika di lokasi perusahaan tersebut beroperasi, terdapat juga perusahaan lain yang beroperasi.
c.       Strategi Akomodatif (Acommodative Social Responsibility Strategy), Bcberapa perusal-wan memberikan tanggung jawab sosial berupa pelayanan kesehatan, kebersihan, dan lain sebagainya, bukan dikarenakan perusahaan menyadari perlunya tanggung jawab sosial, namun di,karenakan adanya tuntutan dari masyarakat dan lingkungan sekitar akan hal tersebut. Tindakan seperti ini terkait dengan strategi akomodatif dalam tanggung jawab sosial. Contoh lainnya, perusahaan-perusahaan besar pada era Orde Baru dituntut untuk memberikart pinjaman kredit lunak kepada para pengusaha kecil, bukan disebabkan karena adanya kesadaran perusahaan, akan tetapi sebagai langkah akomodatif yang diambil setelah pemerintah menuntut para korporat untuk lebih memerhatikari para pengusaha kecil.
d.      Stratcgi Proaktif (Proaktive Social Responsibility Strategy), Kegiatan bisnis yang melakukan strategi proaktif dalam tanggung jawab sosial ntemandang bahwa tanggung jawab sosial adalah bagian dari tanggung jawab untuk memuaskan stctlceholders. Jika stakeholders terpuaskan, maka citra positif terhadap perusahaan akan terbangun. Dalam jangka panjang perusahaan akan diterima oleh masyarakat dan perusahaan tidak akan khawatir akan kehilangan pelanggan, justru akan herpotensi untuk menambah jumlah pelanggan akibat citra positif yang disandangnya Langkah yang dapat diambil oleh perusahaan adalah dengan mengambil inisiatif dalam tanggung jawab sosial, rnisalnya dengan membuat kegiatan khusus penanganan limbah keterlibatan dalam setiap kegiatan sosial di lingkungan masyarakat, atau dengan memberikat, pelatihan-pelatihan terhadap tnasyarakat di lingkurigan sekitar perusahaan
B.     Manfaat Tanggung Jawab Sosial
Tanggung jawab sosial sebagai konsekuensi logis keberadaan perusahaan di sebua lingkungan tnasyarakat mendorong perusahaan ttntuk lebih proaktif dalam mengambil inisiatif dalam hal tanggung jawab sosial. Pandangan ini tentunya bukan tanpa alasan karena pada dasarnya tanggung jawab sosial akan memberikan manfaat dalam jangka panjang bagi semua pihak yang dalam hal ini perusahaan, masyarakat, dan pemerintah
1.      Manfaat Bagi Perusahaan
Manfaat yang jelas bagi perusahaan jika perusahaan memberikan tanggung jawab sosial adalah munculnya citra positif dari masyarakat akan kehadiran perusahaan lingkungannya. Kegiatan perusahaan dalam jangkaa panjang akan dianggap sebagai kontribusi yang positif bagi masyarakat. Selain ntembantu perekonomian masyaraka perusahaan juga akan dianggap bersama masyarakat membantu dalam mewujudkan keadaan yang lebih baik di masa yang akan datang. Akibatnya, perusahaan justr akan memperoleh tanggapan yang positif setiap kali akan menawarkan sesuatu kepada masyarakat. Perusahaan tidak saja dianggap sekadar menawarkan produk untuk diberikan masyarakat, tetapi juga dianggap menawarkan sesuatu yang akan membawa perbaikan bagi masyarakat.
2.      Manfaat Bagi Masyarakat
Manfaat bagi masyarakat dari tanggung jawab sosial yang dilakukan oleh perusahaan sangatlah jelas. Selain bahwa beberapa kepentingan masyarakat diperhatikan oleh perusahaan, tnasyarakat juga akan mendapatkan pandangan baru mengenai hubungan. perusahaan dan masyarakat yang barangkali selama ini hanya sekadar dipahami sebagai hubungan produsen-konsumen, atau hubungan antara penjual dan pembeli saja Masyarakat akan memiliki pandangan baru bahwa hubungan antara masyarakat dalam dunia bisnis perlu diarahkan untuk kerja sama yang saling menguntungkan kedua belah pihak. Hubungan masyarakat dan dunia bisnis tak lagi dipahami sebagai hubungan antara pihak yang tnengeksploitasi dan pihak yang tereksploitasi, tetapi hubungan kemitraan dalam membangun masyarakat lingkungan yang lebih baik. Tidak hanya sektor perekonotnian, tetapi juga dalam sektor sosial, pembangunan, dan lain-lain.
3.      Manfaat Bagi Pemerintah
Manfaat sebagai pemerintah dengan adanya tanggung jawab sosial dari pemerintah  juga sangatlah jelas. Pemerintah pada akhirnya tidak hanya berfungsi sebagai wasit yang menetapkan aturan main dalam hubungan masyarakat dengan dunia bisnis, dalam memberikan sanksi bagi pihak yang melanggarnya. Pemerintah sebagai pihak yang mendapat legitimasi untuk mengubah tatanan masyarakat ke arah yang lebih baik akan mendapatkan partner dalam mewujudkan tatanan masyarakat tersebut. Sebagian tugas pemerintah dapat dijalankan oleh anggota masyarakat, dalam hal ini perusahaan atau organisasi bisnis.
C. Masa Depan Tanggung Jawab Sosial
Perusahaan akan menghadapi tuntutan untuk terlibat lebih banyak dalam tanggung jawab sosial di masa yang akan datang. Hat ini didukung oleh penelitian empiris yang dilakukan di antaranya oleh Vamos dan Power (1990), sebagaimana dapat dilihat dalam Busmess Week Edisi 23 April 1990. Strategi proaktif dari perusahaan dalam kaitannya dengan tanggung jawab sosial tampaknya tidak dapat dihindarkan lagi di masa yang akan datang. Dalam penelitian tersebut disimpulkan bahwa mayoritas responden dari para eksekutif dan mahasiswa program bisnis menyatakan bahwa perusahaan perlu untuk lebih terlibat dalam tanggung jawab sosial, seperti keterlibatan dalam sektor pendidikan, pemeliharaan kesehatan lingkungan dan masyarakat, pengangguran, dan lain-lain.
D. Mengukur  Etika  Manajemen
Nilai personal dapal digunakan untuk mengukur etika. Lebih lanjut lagi, Griffin (2000) mengenalkan sebuah model untuk menilai etika. Model penilaian etika tersebut memberikan panduan apakah sesuatu tindakan atau kegiatan memenuhi kriteria atau tidak dapat dinilai dari 4 kriteria etika, yaitu dari sisi manfaat (benefits), pemenuhan hak-hak (rights), prinsip keadilan (justice), dari sifat pemeliharaan (caring). Sebagai contoh, sebuah tindakan manajer dalam pemberian insentif kepada pegawai yang berprestasi. Tindakan ini bisa dikatakan tindakan yang etis atau memenuhi kriteria etika. Dari sisi manfaat, jelas semua pihak bisa merasak manfaat dari prestasi yang dilakukan pegawai. Perusahaan memperoleh manfaat dari hasil kerja keras pegawainya yang berprestasi, demikian juga bagi pegawainya.











BAB XIII
MANAJEMEN USAHA KECIL DAN MANAJEMEN ORGANISASI NIRLABA
A.    Manajemen Usaha Kecil Dan Ruang Lingkupnya
1.      Pengertian Usaha Kecil di Indonesia
Terdapat berbagai kontroversi seputar pengertian dari usaha kecil di Indonesia. Pengertian ini sering dipertukarkan dengan istilah usaha mikro. Pengertian usaha kecil menurut UU No. 9 Tahun 1995 adalah usaha dengan kekayaan bersih paling banyak Rp 200 juta (tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha) dengan hasil penjualan tahunan paling banyak Rp 1.000.000.000. Pengertian ini merupakan pe­ngertian yang paling sering digunakan oleh badan/lembaga yang terkait dengan usaha kecil atau juga usaha mikro. Kementerian Negara Koperasi & UKM (KUKM) meng­gunakan undang-undang tersebut sebagai dasar dalam mengelompokkan jenis-jenis usaha. Menurut kementerian ini, kelompok usaha mikro termasuk di dalam kelompok usaha kecil. Sementara Departemen Keuangan, seperti yang tercantum dalam Keputus­an Menteri Keuangan Republik Indonesia No. 40/KMK.06/2003, menitikberatkan pada besarnya hasil/pendapatan usaha dalam mendefinisikan usaha mikro maupun usaha kecil. Menurut keputusan tersebut usaha mikro adalah usaha produktif milik keluarga atau perorangan warga negara Indonesia dan memiliki hasil penjualan paling banyak Rp 100.000.000 per tahun. Berbeda dengan Kementerian Negara Koperasi & UKM dan Kementerian Keuangan, Biro Pusat Statistik melihat batasan jumlah tenaga kerja dalam menentukan skala usaha terutama di sektor industri, yaitu industri kerajinan rumah tangga (IKRT) dengan 1-4 pekerja, dan industri kecil (IK) dengan 5-19 pekerja termasuk pemiliknya. Departemen Perindustrian dan Perdagangan juga memberikan batasan yang sama dalam membagi skala usaha, yaitu industri mikro (1-4 pekerja), industri kecil (5-19 pekerja), dan industri menengah (20-99 pekerja). Kriteria lain untuk industri dan dagang kecil adalah dari jumlah penjualan per tahun di bawah 1 miliar rupiah.
Pengertian usaha kecil antara definisi Kementerian KUKM, kementerian Keuangan dan Biro Pusat Statistik, maka pengertian usaha kecil dapat didefinisikan sebagai usaha yang dijalankan oleh sejumlah orang (di bawah 20 orang) di mana usaha tersebut memiliki kekayaan bersih maksimal sebesar 200 juta rupiah dan penghasilan tahunan maksimal sebesar 1 miliar rupiah.
2.      Seputar Usaha Kecil
Dikutip oleh Kreitner (1995), ada anggapan bahwa 80% dari usaha kecil di Amerika yang dijalankan akan mengalami kegagalan setelah berjalan selama 5 tahun. Anggapan ini justru dibantah oleh penelitian yang dilakukan Bruce A. Kirchhoff, sebagaimana dikutip oleh Kreitner, bahwa hanya 18% saja yang mengalami kegagalan. Untuk konteks Indonesia, kegagalan ini juga terbantah dengan data yang dikemukakan di atas bahwa 66,1% kontribusi Produk Domestik Bruto berasal dari usaha kecil, dan proporsi usaha kecil dalam bisnis di Indonesia adalah sebesar 96,1%. Ini berarti, jika usaha kecil tidak berjalan atau mengalami kegagalan, tentu proporsi dan kontribusi usaha kecil dalam bisnis di Indonesia tidak akan sebesar itu bukan? Selain persoalan keberhasilan usaha, anggapan pesimis lainnya adalah me­nyangkut gaji atau penghasilan kecil yang diperoleh mereka yang menjalankan usaha kecil. Tanpa mengabaikan bahwa definisi kecil dan besar dalam hal gaji cenderung bersifat relatif, akan tetapi dengan memahami pengertian maksimal dari pengertian usaha kecil sebagaimana telah diterangkan di atas, di mana pendapatan maksimum usaha kecil yaitu 1 miliar per tahun dan usaha dijalankan tnaksimal oleh 20 orang. Jika kita kalkulasikan secara tnatematis, katakanlah diasumsikan total biaya dan beban dari hasil pendapatan adalah 60% dari total pendapatan, maka keuntungan yang dapat diperoleh sebuah usaha kecil adalah sekitar 400 juta per tahun. Apabila keuntungan ini dibagi rata ke 20 orang pelaku usaha kecil, maka jumlah penghasilan untuk masing-masing orang per tahun adalah sebesar 20 juta rupiah atau sekitar 1,7 juta per bulannya. Beberapa warga negara yang bekerja sebagai pegawai negeri bahkan mendapat gaji yang masih di bawah jumlah ini. Pendapatan ini juga masih jauh di atas pendapatan perkapita penduduk Indonesia yang sekitar US$ 800 atau sekitar 7 juta rupiah per tahun atau sekitar 580 ribu per bulannya. Apakah dapat dikatakan bahwa usaha kecil memang berarti berpendapatan kecil? Tentu perhitungan yang dilakukan di atas juga tidak berarti bahwa usaha kecil selalu mampu mencapai tingkat pendapatan yang besar. Beberapa perusahaan yang berskala besar pada kenyataannya masih dapat ditemukan memberikan gaji yang lebih rendah jika dibandingkan dengan usaha yang dijalankan secara mandiri, sekalipun usaha tersebut berskala kecil.
3.      Manajemen Usaha Kecil
Manajemen usaha kecil tidak jauh berbeda dengan tnanajemen organisasi bisnis pada umumnya. Sebagai sebuah organisasi bisnis, keseluruhan fungsi manajemen sebaiknya dijalankan dengan mempertimbangkan jenis dan skala bisnis dari usaha yang dilakukan. Jadi, manajemen usaha kecil tidak jauh berbeda dengan tnanajemen perusahaan pada umumnya. Hanya saja, jenis dan skala bisnis dari usaha yang dijalankan menyebabkan, dalam beberapa hal, manajemen usaha kecil tidak sama dengan manajemen perusahaan pada umumnya (yang berskala tnenengah dan besar). Karena skala usaha bisnisnya lebih kecil, justru pengelolaan sumber daya organisasi bisnis dari usaha kecil menjadi lebih sederhana dan mudah dikelola, sehingga fungsi-fungsi operasional dari manajemen usaha kecil lebih mudah direncanakan dati dikendalikan. Akan tetapi, karena sumber daya organisasi yang dikelola relatif kecil, maka jenis usaha yang dipilih juga perlu di­pertimbangkan agar sesuai dengan kemampuan sumber daya organisasi.
Paling tidak ada beberapa faktor yang perlu dimiliki oleh mereka yang tnenjalankan atau melakukan manajemen usaha kecil. Faktor-faktor tersebut adalah entrepreneurship, profesional, inovatif, keluasan jaringan usaha, dan kemampuan adaptif.
4.      Entrepreneurship atau sering diterjemahkan dengan kewirausahaan-sebagaimana dikemukakan oleh Kreitner (1995)-adalah sebuah proses di mana seseorang atau sebuah organisasi menjawab peluang sekalipun ketersediaan sumber daya yang dimiliki­nya terbatas. Secara sepintas, pengertian ini tnenunjukkan bahwa seorang pelaku usaha kecil tidak perlu mempertimbangkan keterbatasan sumber daya yang dimilikinya. Akan tetapi, pengertian ini perlu dipahami dengan perspektif optimis, bahwa seorang wira­usaha atau entrepreneur adalah seorang yang selalu berusaha tnengubah keadaan men­jadi lebih baik, sekalipun harus melalui sebuah risiko. Oleh karena itu, seorang wira­usaha atau entrepreneur sering dikatakan sebagai seorang pengambil risiko atau risk taker, karena berani melakukan sesuatu yang mengandung risiko. Bisnis pada dasarnya selalu mengandung dua sisi mata uang, yaitu risiko (risk) dan keuntungan (return). Jenis bisnis apa pun tentunya mengandung risiko, dari mulai risiko sedikitnya pembeli hingga kegagalan dalatn bisnis. Akan tetapi, tentu ada alasan mengapa sebagian pebisnis mengalami kegagalan sedangkan sebagian lainnya mengalami kesuksesan, yaitu berhasil memperoleh keuntungan (return). Faktor-faktor yang mendorong kepada keberhasilan inilah yang selalu diusahakan untuk dilakukan oleh seorang wirausaha atau entrepreneur. Dalam menjalankan manajemen usaha kecil, entrepreneurship perlu untuk dimiliki agar usaha yang dijalankan senantiasa aktif dalam mengikuti perkembangan bisnis dari waktu ke waktu, sebagaimana halnya bentuk risiko yang berubah dari waktu ke waktu. Di antara risiko yang dihadapi usaha kecil pada saat ini adalah adanya persaingan ketat dengan perusahaan berskala internasional yang saat ini juga telah beroperasi di Indonesia. Sedikit banyak, usaha kecil terkena datnpaknya. Tetapi, jika entrepreneurship dimiliki dalam manajemen usaha kecil, tantangan dari faktor internasional ini tidak menjadi hambatan bagi usaha kecil, bahkan mungkin dijadikan peluang untuk me­ngembangkan bisnisnya secara global.
5.      Profesional
Pentingnya usaha kecil dijalankan secara profesional nampaknya tidak diragukan lagi. Profesional berarti bahwa usaha kecil dijalankan dengan menganut kepada prinsip­prinsip manajemen modern dalam sebuah organisasi. Dalam mengelola sumber daya manusianya usaha kecil juga perlu menempatkan orang-orang yang sesuai dengan tempatnya. Jika perlu, orang-orang dilatih agar dapat bekerja secara profesional. Pilihan bisnis yang dijalankan juga perlu didasarkan atas kemampuan dan daya jangkau para pelaku bisnis dalam usaha kecil tersebut. Dari segi keuangan, jika diperlukan, usaha kecil juga melakukan proses audit dari waktu ke waktu agar evaluasi atas keberhasilan usaha yang dijalankan juga bisa dilihat secara profesional. Ada anggapan miring bahwa usaha kecil umumnya selalu mengemis pada bantuan yang diberikan oleh pemerintah. Anggapan miring inilah yang perlu dihapus, tidak dengan propaganda, tetapi dengan pengelolaan usaha kecil yang lebih profesional. Jika usaha kecil dijalankan secara profesional, akses dana dan akses pasar bagi usaha kecil nampaknya tidak terlalu sulit untuk dicapai. Hal tersebut dikarenakan usaha kecil telah menunjukkan kemampuan­nya untuk mengelola bisnis sebagaimana usaha-usaha lainnya yang berskala menengah dan besar.
6.      Inovatif
Salah satu ciri dari dunia usaha adalah terjadinya perubahan yang begitu cepat. Perubahan tersebut dapat berupa perubahan dari karakteristik dan jumlah konsumen, jumlah pesaing, hingga ketersediaan pasokan bagi bisnis yang dijalankan. Berangkat dari hal tersebut, usaha kecil perlu mengembangkan pola-pola inovatif dengan me­munculkan berbagai ide baru mengenai pengembangan usaha yang dijalankan oleh mereka. Hal ini untuk memastikan agar usaha tidak hanya dapat bertahan di tengah­tengah perubahan, akan tetapi juga dapat berkembang sesuai dengan perubahan.
7.      Keluasan Jaringan Usaha
Network is a key for busmess. Jaringan merupakan kunci keberhasilan usaha. Demikian ungkapan bisnis dalam bahasa Inggris. Ungkapan ini banyak benarnya. Pada dasarnya semakin luas jaringan yang dapat dibangun oleh usaha kecil, dari mulai jaringan dengan pemasok, investor, pelanggan, hingga berbagai pihak terkait, semakin besar peluang usaha kecil untuk mengembangkan usahanya dalam jangka panjang.
8.      Kemampuan Adaptif
Manajemen usaha kecil juga.perlu memiliki kemampuan untuk beradaptasi dengan perubahan lingkungan. Jika saat ini teknologi informasi yang berbasis komputer sudah tidak asing lagi dipergunakan dalam dunia bisnis, maka tidak ada salahnya jika usaha kecil juga menjalankan usahanya dengan memanfaatkan kemajuan teknologi tersebut, tentu disesuaikan dengan kebutuhannya yang paling relevan. Adaptasi juga diperlukan usaha kecil dalam mengantisipasi berbagai perubahan yang terjadi secara internasional. Beberapa isu bisnis internasional seperti penerapan konsep International Standard Organization (ISO) dan berbagai bentuk kesepakatan dalam transaksi internasional juga menjadi sesuatu yang harus terus diikuti oleh para pengelola usaha kecil.
Jika keempat faktor tersebut dimiliki usaha kecil dalam menjalankan manajemen­nya, maka peluang usaha kecil untuk berhasil cukup besar, dan kontribusinya terhadap pendapatan nasional tentunya akan semakin signifikan di masa-masa yang akan datang.